Berita UtamaInforial

Kejati Diminta Tindak ASN Terlibat Pilkada

MANOKWARI, papuabaratnews.co – Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Filep Wamafma mengingatkan Kejaksaan Tinggi Papua Barat, agar tidak segan menindak tegas oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat dalam politik praktis pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada 9 Desember 2020.

Menurutnya, seluruh ASN harus berkomitmen untuk tidak terlibat dalam politisasi Pilkada dan tetap bersikap netral. Sebab, posisi ASN sudah sangat jelas diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.

“Meski tidak melanggar Undang-Undang Pemilu, namun keterlibatan pegawai negeri di ranah politik telah melanggar Undang-undang ASN. Untuk itu, saya ingin Kejati Papua Barat melakukan pengawasan dan penindakan bagi ASN yang melanggar. Harus ada efek jera,” kata Filep Wamafma kepada sejumlah wartawan di ruang rapat utama Kejati Papua Barat belum lama ini.

Wakil Ketua Badan Urusan Legislasi Daerah itu mengungkapkan bahwa hal-hal yang lazim terjadi jelang konstelasi Pemilu adalah terlibatnya ASN dalam politik. Padahal Undang-undang telah jelas melarangnya. Keadaan ini diperparah dengan adanya bencana non alam Covid-19. Tentu akan ada ASN yang memanfaatkan keadaan guna terlibat dalam Pilkada.

Secara politik DPD RI menilai, penyelenggaraan Pilkada kali ini adalah yang paling rawan, baik bagi pihak penyelenggara maupun rakyat terkait penularan Covid-19. Untuk itu, Komite I menyatakan sikap menunda pelaksanaan Pilkada serentak dengan pertimbangan kualitas dari Pilkada.

“Itu pandangan politik kami dari Komite I. Dan terkait penegakan, kita berharap ada penguatan, sehingga ASN tidak terlibat dalam politik praktis apapun bentuknya,” ujar Wamafma.

“Pandemi Covid-19 bukan untuk bahan kampanye. ASN tidak patut terlibat dalam politik, baik sebagai relawan apalagi tim sukses. Mereka yang terbukti terlibat harus ditindak,” katanya lagi.

Sementara itu, Kepala Kejati Papua Barat Yusuf menyatakan, sikap Korps Adhyaksa pada pagelaran pesta demokrasi lima tahunan telah termuat jelas dalam Delapan Surat Perintah Jaksa Agung, di antaranya ialah Kejaksaan harus independen. Artinya, apabila ada ASN kejaksaan yang terlibat, maka sanksi administrasi dan bahkan pidana telah menanti.

Yusuf menjelaskan, pihaknya telah membentuk Sentra Pelayanan Hukum Terpadu atau yang disingkat Gakkumdu. Sebagian besar jaksa handal telah disiapkan khusus menangani pelanggaran dan tindak pidana Pemilu.

“Kita tentunya akan bergerak dan bertindak sesuai dengan acuan Undang-undang Pemilu. Sudah ada Standar Operasional Prosedur (SOP) terkait pelanggaran pemilu dan tindak pidana pemilu,” kata Yusuf saat dikonfirmasi wartawan terkait permintaan anggota Komite I DPD RI itu. (PB13)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.