Pemrov Komitmen Mengurangi Kekerasan Berbasis Gender
MANOKWARI, PB News – Pemprov Papua Barat dan Pemerintah Amerika Serikat melalui Badan Bantuan Pembangunan Internasional Amerika atau United States Agency for International Development (USAID) menjalin kemitraan dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan berbasis gender (KGB) yang terjadi di Provinsi Papua Barat.
Kerjasama tersebut diwujudkan dengan adanya penandatangan nota kesepahaman (MoU) antara Pemprov Papua Barat dengan USAID dan Winrock International di Manokwari, Kamis (24/5).
Asisten II Bidang Perekonomian Setda Papua Barat, Nicolas U. Tike mengatakan, Pemprov Papua Barat mengapresiasi segala bentuk kerja sama untuk melakukan pencegahan dan menangani berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan di Papua Barat.
“Pemprov Papua Barat sangat mengapresiasi langkah kerjasama ini. Ini sebagai bentuk komitmen bahwa Pemprov Papua Barat berkomitmen bersama mitra dan masyarakat siap berperan aktif lagi dalam upaya meminimalisir segala bentuk tindak kekerasan terhadap perempuan,” ujar Nicolas.
Nicolas lalu mendesak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di kabupaten/kota untuk menjalin kerjasama dengan berbagai elemen masyarakat, baik LSM dan lembaga-lembaga lainnya, untuk lebih berperan aktif dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan terhadap perempuan.
Menurut Nicolas, salah satu cara yang paling efektif untuk mencegah dan meminimalisir KGB adalah bekerjasama dalam menyediakan dan mengakses data mengenai KGB.
“Program sebenarnya sudah lama, namun belum berjalan maksimal. Kami berharap agar kedepan program-program ini agar lebih dimaksimalkan pelaksanaannya,” kata dia.
Untuk itu, perlu ada sosialiasasi dan pembinaan terhadap masyarakat yang terus dilakukan oleh pemerintah dan LSM. Menurutnya sosialiasi penting karena memberikan pemahaman dan pengawasan yang lebih efesien dan efektif.
Sementara itu, Advisor Bidang Kerjasama Pemerintah-USAID Desti Murdiana mengatakan, program ini didesain secara khusus untuk melakukan pencegahan terhadap kekerasan berbasis gender di Papua dan Papua Barat. Desti menilai kekerasan berbasis gender masih dianggap hal yang biasa di tanah Papua.
“Hasil penelitian bahkan memperlihatkan bahwa 90 persen perempuan di daerah ini menjadi korban kekerasan,” ungkanya.
Dia berharap dengan adanya kerjasaama ini kiranya angka kekerasan terhadap perempuan menurun.
“Saya berharap melalui program ini angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua Barat akan menurun,” tandasnya.
Senada dengan Desti Murdiana, Program Manager Kantor Democracy, Rights and Governance, USAID Indonesia, Maureen Laisang menyatakan, kekerasan Berbasis Gender (KBG) merupakan bentuk penindasan yang paling tidak memanusiakan manusia.
USAID Bersama (Bersama Gender-Based Violence Prevention Program) dirancang untuk bekerja bersama-sama dengan pemerintah dan seluruh anggota masyarakat dalam menghadapi masalah dan mencegah kekerasan terhadap perempuan di Tanah Papua.
“Meski bukan program besar, tapi jadi permulaan untuk pengentasan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya.
Menurut Maureen, kehidupan jutaan perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia terhambat atau terhenti oleh kekerasan yang terjadi dalam keseharian mereka. Banyak dari mereka yang tidak bisa melarikan diri atau tidak ada tempat untuk berlindung.
Di satu sisi, USAID melihat pemerintah mengambil langkah maju dengan peningkatan jumlah produk hukum dan mengatasi praktek budaya yang tidak berpihak pada perempuan dan anak perempuan. Namun, jumlah korban masih tinggi.
“Kita tahu bahwa hukum sendiri tidak bisa mengatasi semua ini. Mereka hanya perangkat yang membantu kita mencari jalan ke luar, tetapi dengan sendirinya tidak akan bisa menjawab tantangan yang kita hadapi,” tuturnya.
Oleh karena itu, pemerintah Amerika Serikat meyakini bahwa penghapusan kekerasan berbasis gender menjadi tanggung jawab kita bersama.
“Program USAID bersama menjadi kendaraan yang akan membantu pekerjaan kita dalam membalikkan tren kekerasan terhadap perempuan yang sangat kompleks dan mengakar,” tuturnya.
Sangat penting bagi perempuan untuk mengetahui hak mereka, hak untuk memiliki identitas diri, privasi, serta kesejahteraan fisik dan mental. Ketika hak-hak tersebut tidak terpenuhi, mereka perlu belajar menggunakan hak untuk berbicara dan mencari pelayanan yang telah diatur dalam hukum.
“Begitu pula bagi para pelaku kekerasan, mereka harus mengerti bahwa mereka tidak bisa lagi bebas dari hukuman dan semua tindak kekerasan memiliki konsekuensi. Kita perlu menyadarkan mereka bahwa tindakan kekerasan merupakan pidana,” ajaknya.
Keterlibatan laki-laki dan anak laki-laki merupakan salah satu komponen penting dalam program USAID Bersama untuk mengubah mereka menjadi ayah dan pengasuh yang penuh dedikasi, menjadi keluarga yang harmonis. (PB14)