Inforial

Gubernur Tidak Bisa Intervensi KPU

MANOKWARI, papuabaratnews.co – Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menegaskan bahwa dirinya tidak bisa mengintervensi keputusan Komisi Pemilihan Umum.

Hal itu disampaikan Gubernur untuk menanggapi ketidakhadiran dirinya dalam dua hari demo yang dilakukan komponen masyarakat asli Papua (OAP) yang menuntut kehadiran Gubernur sebagai pembina partai politik.

Gubernur mengatakan, negara ini merupakan negara hukum. Masyarakat bisa dengan bebas menyampaikan pengaduan jika merasa dan melihat ada kecurangan dengan menunjukan bukti dan data, dan itu dijamin oleh Undang-Undang Pemilu.

“Jika ada yang merasa ada kecurangan, mulai dari PPD sampai di KPU ada format yang diberikan, jika memang merasa suaranya dimanipulasi. Penyelenggara juga sebelum pleno pasti telah memberikan waktu jika memang ada keberatan dan protes dengan menunjukan bukti,” kata Gubernur, Rabu (15/5/2019).

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kata Gubernur, selama ini juga telah menerima berbagai laporan kecurangan. Ini terbukti dengan telah berlangsungnya pemungutan suara ulang (PSU) dan perhitungan ulang di beberapa TPS dan PPD.

“Kalau kita bicara harus sesuai data dan fakta. Saya sebagai Gubernur juga tidak bisa mengintervensi KPU. Sebagai penyelenggara pemilu keputusan KPU mutlak dan independen. Kalau tidak menerima hasilnya, silahkan menempuh proses hukum,” lanjut orang nomor satu di Papua Barat itu.

Sementara, terkait dengan ancaman pemalangan di sejumlah lokasi, termasuk PDAM, Gubernur menegaskan agar tidak mengorbankan kepentingan umum, hanya untuk kepentingan perorangan dan kelompok.

“Air dan listrik merupakan kebutuhan vital banyak orang. Mungkin selama sehari bisa dipalang, tapi selanjutnya pasti kita bongkar. Jangan hanya karena kepentingan pribadi atau kelompok, kepentingan mayarakat umum dikorbankan,” tandas Gubernur.

Sebelumnya, ratusan orang dari berbagai elemen masyarakat asli Papua (OAP) berunjuk rasa di kantor DPR Papua Barat (DPR PB) dan kantor Majelis Rakyat Papua Papua Barat (MRPB) yang berlangsung dua hari dan berujung dengan pemalangan kedua kantor itu.

Mereka memilih menyegel dua kantor itu, karena keinginan untuk bertemu dan berdialog dengan gubernur sebagai pembina partai politil tidak direspon baik.

Tidak berhenti disitu, massa selanjutnya bergerak ke kantor Gubernur Papua Barat. Mereka menggotong dan menyerahkan peti mati dan krans bunga kepada perwakilan pemerintah daerah, sebagai simbol matinya hak politik Orang Asli Papua (OAP). Mereka juga membawa surat pernyataan yang disampaikan ke Pemprov Papua Barat. (PB8)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.