Berita Utama

Awal Safari Anies Dijegal

JAKARTA – Tahun 2024 masih jauh, Anies Baswedan sudah memulai safari politiknya sebagai capres yang diusungoleh Partai NasDem. Meski begitu, safari politik Anies menghadapi berbagai kendala, termasuk soal pencabutan perizinan saat akan menggunakan tempat yang sudah dipesan sebelumnya.

Misalnya di Aceh, izin tempat penyelenggaraan acara dicabut oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Melalui surat bernomor 900/096/2022 tertanggal 28 November 2022, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh membatalkan izin atas dasar dua alasan. Pertama, Dinas Kebudayaan menilai acara safari politik tersebut tidak sesuai dengan fungsi taman, yaitu untuk kegiatan seni-budaya. Alasan kedua, apabila tidak sesuai dengan kegiatan seni-budaya, peminjaman harus dilakukan sesuai dengan prosedur penyewaan dan ketentuan yang berlaku.

Dalam pernyataannya, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal, mengatakan pencabutan izin tersebut dilakukan karena taman sedang direnovasi. Dia juga menyebutkan area taman sedang dalam tahap pemugaran. “Pencabutan izin ini dikarenakan lokasi yang ditujukan sedang tahap rehabilitasi dan perawatan. Oleh sebab itu, kami mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” kata Almuniza Kamal, di Banda Aceh, pada Rabu (30/11/2022).

Almuniza membantah bahwa pencabutan izin itu dilakukan karena acara Anies dianggap sebagai kegiatan politik. Menurut dia, sebelumnya ada pihak lain yang ingin menggunakan area taman untuk kegiatan rally wisata dan ditolak dengan alasan sedang ada renovasi. “Mereka juga mengalami hal yang sama. Surat pembatalan izin juga kami keluarkan di tanggal yang sama (28 November),” kata dia.

Almuniza pun meminta maaf kepada pihak yang telah dikecewakan atas pembatalan tersebut. “Saya, selaku Kadisbudpar Aceh, memohon maaf atas permasalahan ini. Semoga kejadian ini tidak terulang lagi dan menjadi perbaikan SOP di internal kami,” kata dia.

Ketua DPW NasDem Aceh, Teuku Taufiqulhadi, mengatakan pembatalan yang dilakukan beberapa hari sebelum acara itu membuat pihaknya kelimpungan. Bila alasannya renovasi, kata dia, pemerintah daerah semestinya dapat mengabarkan sejak jauh-jauh hari. “Seharusnya sejak awal tidak diizinkan. Tapi kenapa di tengah jalan (dicabut izinnya)?” kata dia.

Peristiwa di Aceh memperpanjang daftar kendala yang dihadapi dalam safari politik Anies di sejumlah daerah. Sebelumnya, spanduk penolakan kedatangan Anies juga bertebaran di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 16 November lalu. Kala itu, mantan rektor Universitas Paramadina tersebut akan menghadiri acara Deklarasi Forum Kabah Membangun, yang diinisiasi oleh kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pendukung Anies, di Grand Pacific, Kecamatan Mlati, Sleman. Salah satu spanduk bergambar karikatur Anies dalam bingkai lingkaran merah laiknya rambu larangan.

Spanduk penolakan kedatangan Anies juga tersebar di Ciamis dan Tasikmalaya, Jawa Barat, pada Sabtu, 19 November lalu. NasDem menduga kegiatan Anies di Jawa Barat tersebut sempat hendak digagalkan oleh pihak yang meminta pemerintah daerah membatalkan izin acara.

Minggu lalu, agenda safari politik Anies di Riau, yang juga dikabarkan sempat terhambat izin lokasi acara, akhirnya terlaksana. Dipusatkan di Jalan Gajah Mada, Pekanbaru, kegiatan tersebut dihadiri ribuan orang.

Wakil Ketua Umum Partai NasDem, Ahmad Ali, ogah menanggapi serius rentetan ganjalan yang menyasar kegiatan Anies di beberapa daerah. Bagi NasDem, kata dia, yang terpenting safari politik Anies berjalan lancar. “Enggak perlu ditanggapi,” kata dia. Rencananya, Anies juga akan melawat ke Papua bertepatan dengan peringatan Natal 2022.

Toh, aneka insiden dalam safari politik itu tetap menjadi bahan kasak-kusuk di lingkaran relawan pendukung Anies. Seorang politikus yang juga bergabung dalam Go Anies, kelompok relawan yang dideklarasikan kader Partai Golkar pada akhir Oktober lalu, mengatakan ada kecurigaan bahwa gangguan itu dirancang secara sistematis. Mereka menilai adanya kesamaan pola gangguan terhadap safari politik Anies. “Upaya penghalangan acara Anies itu dilakukan di daerah-daerah yang kepala daerahnya diisi oleh penjabat gubernur,” ujar politikus yang enggan disebutkan namanya itu.

Ketua DPW NasDem Aceh, Teuku Taufiqulhadi, mengatakan pencabutan izin penggunaan lokasi acara bukanlah satu-satunya kendala yang dialami pengurus NasDem Aceh dalam menggelar safari politik Anies. Menurut dia, beberapa hari sebelum acara berlangsung, spanduk-spanduk bernada provokasi juga bermunculan di sejumlah lokasi di Banda Aceh dan Aceh Besar. Spanduk itu, dia mencontohkan, berisi tulisan yang menyebutkan kedatangan NasDem bersama Anies Baswedan akan menggusur partai-partai lokal di Aceh.

Gara-gara spanduk itu, Taufiqulhadi terpaksa memberikan klarifikasi kepada pengurus partai lokal di Aceh. “Kami jelaskan bahwa spanduk itu bukan kami yang buat dan kami tidak tahu siapa yang memasang,” kata dia. “Sampai sekarang kami tidak tahu siapa yang memasang.”

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai safari politik memang merupakan sarana efektif untuk mendongkrak popularitas dan elektabilitas bakal calon presiden. Begitu pula dengan safari politik yang dilakukan Anies, yang akan meningkatkan elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

Walau begitu, Adi mengingatkan, hasil survei sejauh ini masih menempatkan elektabilitas Anies Baswedan di bawah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah yang juga kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). “Padahal Ganjar belum deklarasi, belum kelihatan ada partai yang mengusung dan belum melakukan safari politik,” kata Adi.

Adi belum dapat menilai seberapa besar pengaruh hambatan yang dihadapi Anies dalam safari politik akan mendongkrak elektabilitas. Sejauh ini, kata dia, kendala yang dihadapi Anies belum sampai berujung pada pembatalan kegiatan. “Sekalipun dipindahkan tempatnya, bisa tetap melakukan kegiatan,” kata dia. “Akan terkesan dizalimi kalau di daerah tertentu memang dilarang.”

Adi malah melihat ada kejanggalan di balik gangguan yang muncul dalam agenda safari politik Anies Baswedan. Gerakan penolakan, kata dia, justru muncul di daerah-daerah yang semestinya menjadi kantong massa Anies. “Aceh itu Anies kuat, Ciamis kuat, Tasik juga dia kuat,” ujar Adi. (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: