Berita Utama

Baleg Setujui Harmonisasi RUU Papua Barat Daya

Dari sembilan fraksi yang hadir, hanya Fraksi Partai Demokrat yang tidak setuju.

JAKARTA – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar rapat pleno harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang (RUU) tentang Papua Barat Daya. Persetujuan dilakukan dengan keputusan tanpa merevisi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kota Sorong.

“Kami meminta persetujuan kepada rapat, apakah hasil harmonisasi (RUU) Provinsi Papua Barat Daya dapat disetujui?” tanya Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi dijawab setuju oleh peserta rapat, Senin (30/5/2022).

Seusai rapat, Achmad Baidowi menuturkan Baleg akan bersurat kepada Komisi II pada Selasa (31/5). Hal itu, kata Baidowi, dapat bersurat kepada pimpinan DPR untuk menyetujui usul RUU Provinsi Barat Daya ke tahap selanjutnya.

“Besok sudah disurati biasanya kan besok hari kerja, hari ini kan masih libur. Paling cepat besok. Selanjutnya Komisi II urusannya dengan pimpinan,” ujar dia.

“Sebenarnya ada 6 yang diusulkan. RUU Papua Selatan, Papua Pegunungan Tengah, Papua, dan Papua Barat. Namun, dalam legal drafting untuk UU induk yang dimekarkan tidak perlu direvisi. Direvisinya gunakan UU baru. Seperti UU Kalimantan Utara pemekaran dari Kalimantan Timur, UU Provinsi Kaltim-nya tidak perlu direvisi. Jadi UU Papua dan Papua Barat tidak direvisi. Biar nggak overlap,” sambungnya.

Lebih lanjut, Achmad bicara soal pro dan kontra yang terjadi pada pembahasan RUU Pembentukan Provinsi Papua Barat Daya. Menurutnya, hal itu merupakan bentuk demokrasi.

“Nah soal pro-kontra dalam demokrasi itu hal yang biasa karena selain yang kontra ada juga yang setuju. Kalau setuju semua ya bukan demokrasi,” jelasnya.

Menanggapi keputusan Baleg DPR RI, anggota DPR RI Dapil Papua Rico Sia mengatakan, keputusan tersebut merupakan saat yang dinanti-nantikan oleh semua pihak. Rico pun mengaku sangat gembira dan optimistis pada tahun ini juga RUU Papua Barat Daya disahkan jadi Undang-Undang. Sebab dari rapat harmonisasi di Baleg DPR RI, fraksi-fraksi di DPR RI setuju untuk  selanjutnya diagendakan dalam rapat paripurna oleh Komisi II menjadi RUU usulan DPR RI untuk dibahas bersama pemerintah.

“Dengan adanya keputusan Baleg ini berarti menyetujui  RUU PBD menjadi usulan DPR RI yang akan diparipurnakan untuk dibahas bersama pemerintah. Kami perkirakan tahun ini juga DOB PBD jadi,” jelas Rico Sia.

Rico Sia mengakui, Rapat Baleg DPR RI ini merupakan momen yang ditunggu-tunggu oleh tim PBD karena merupakan tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada Rapat Paripurna  DPR RI guna selanjutnya dibahas bersama pemerintah. Hasil pleno dalam Rapat Paripurna bersama pemerintah itulah yang nantinya memutuskan RUU Papua Barat Daya disahkan menjadi Undang-Undang.

Rico menegaskan, DPR RI sudah seharusnya menyetujui pembentukan DOB Provinsi Papua Barat Daya. Hasil Rapat Harmonisasi Baleg DPR RI merupakan bukti kecintaan Parlemen dan Pemerintah terhadap Papua khususnya Provinsi Papua Barat.

“Sesuai amanat UU Otsus No 2 Tahun 2021, perjuangan pembentukan DOB PBD merupakan tanggung jawab moral dari semua pemangku kepentingan. Kita semua berharap RUU Papua Barat Daya ini segera disahkan jadi Undang-Undang. Kita tunggu saja, yang jelas tahun ini,” pungkas Politisi Partai Nasdem ini.

Demokrat tak setuju

Dari sembilan fraksi yang hadir dalam rapat pleno tersebut, hanya Fraksi Partai Demokrat yang tidak setuju. Salah satu alasannya adalah pertimbangan keuangan negara yang masih dalam proses pemulihan ekonomi dan pembangunan ibu kota negara (IKN) Nusantara.

“Proses persiapan pembentukan hingga penyelenggaraan DOB membutuhkan dana hingga triliunan rupiah. Padahal keuangan negara masih mengalami defisit yang bertambah setiap tahunnya,” ujar anggota Fraksi Partai Demokrat Debby Kurniawan.

Pemerintah dan DPR juga diminta untuk lebih mendengarkan suara aspirasi masyarakat Papua secara lebih mendalam tentang pemekaran wilayah. Sebab, prosesnya akan berdampak pada kondisi sosial, adat, dan budaya masyarakat setempat.

Di samping itu, pemerintah seharusnya terlebih dahulu mengevaluasi terlebih dahulu pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Dari hasil evaluasi tersebut, dapat diketahui apakah pemekaran benar-benar merupakan hal yang urgen atau tidak. “Termasuk juga mengetahui apakah memang pemekaran wilayah ini sangat diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan dan kemajuan kehidupan rakyat Papua,” ujar Debby.

Pembentukan provinsi baru juga perlu memperhatikan kondisi keuangan negara. Ia tak ingin negara akan semakin terbebani dengan defisit anggaran akibat pemekaran wilayah di Papua.

“Fraksi Partai Demokrat meminta rancangan undang-undang tentang Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Provinsi Papua Barat Daya ini dikembalikan kepada pengusul. Sampai benar-benar mendapatkan masukan yang komprehensif dari seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Papua,” ujar Debby. (PB1)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.