Bappenas dan Pemda di Papua Barat Susun RIPPP 2022-2041
- Rumuskan Wajah Papua Barat 20 Tahun Mendatang
MANOKWARI – Pemerintah pusat melalui Kementerian/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) bersama pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota di Papua Barat, mulai melakukan penyusunan dokumen Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) tahun 2022-2041.
Kegiatan ini diselenggarakan di Aston Niu Hotel Manokwari selama tiga hari (19 sampai 21 Januari 2022).
Dalam sambutannya, Sekretaris Kementrian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Himawan Hariyoga Djojokusumo mengatakan, penyusunan dokumen RIPPP merupakan amat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua dan Peraturan Pemerintah Nomor 106 dan 107 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua dalam Konteks Otonomi Khusus.
Dokumen ini menjadi landasan percepatan pembangunan, sekaligus menjadi proyeksi kondisi Papua selama 20 tahun mendatang.
“Supaya kita memiliki gambaran 20 tahun ke depan, apa indikator untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Papua dan Papua Barat ini,” kata Hariyoga.
Ia menjelaskan, ada sejumlah aspek penting dalam merumuskan RIPPP tersebut. Antara lain, perubahan demografis, urbanisasi, kompetisi, kompetensi, indeks pembangunan manusia, angka kemiskinan, serta kapasitas fiskal daerah, potensi SDA, perkembangan teknologi data, tren ekonomi hijau, ekonomi biru dan perubahan iklim. “Serta posisi strategis Papua sebagai pintu depan Kawasan Pasifik,” ucap dia.
Pendekatan dokumen RIPPP dilakukan menggunakan lima kerangka pembangunan. Pertama, peningkatan kualitas SDM unggul, berkarakter dan memperhatikan kontekstual Papua. Kedua, pembangunan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat.
Ketiga, pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas. Keempat, pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. “Dan yang kelima adalah perbaikan tata kelola pemerintahan,” ujarnya.
Ia melanjutkan, dokumen RIPPP disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, visi indonesia 2045 untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, maju, adil dan makmur.
“Serta Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 yang merupakan perubahan kedua atas UU nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua,” kata Hariyoga.
Rapat konsultasi selama tiga hari, sambung Hariyoga, bertujuan untuk menggali informasi dan masukan terkait arah pembanguan di Provinsi Papua Barat dalam rangka Otsus. Kemudian, melancarkan rumusan visi dan misi dan prinsip tata kelola Otsus, memperkuat integrasi pembangunan pusat, provinsi dan kabuapaten/kota.
“Serta, meningkatkan kolaborasi atau mitra dari berbagai pemangku kepentingan,” tuturnya.
Bappenas berharap, rapat konsultasi dapat menghasilkan rencana induk yang komprehensif, memiliki sasaran dan indikator capaian yang jelas, terukur serta adaptif dalam menghadapi dinamika perkembangan lingkungan dan kebutuhan hidup masyarakat pada masa mendatang.
“Kita ingin sesuatu yang konkret, terlihat nyata dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujarnya.
Ia menerangkan bahwa, dokumen RIPPP yang disusun oleh pemerintah pusat dan daerah itu akan dikonsultasikan dengan DPR Papua Barat. Targetnya, dokumen yang disusun tersebut rampung dalam waktu kurang lebih empat bulan sejak Peraturan Pemerintah diundangkan.
“Deadline Februari. Oleh karena itu, RIPPP ini patut mendapatkan perhatian serius,” tutur Hariyoga.
Gubernur Papua Barat Dominggus Mandacan menuturkan, revisi UU Otsus Papua memberikan keleluasaan kebijakan kepada daerah. Selain itu, dana otsus yang sebelumnya setara 2% dari Dana Alokasi Umum (DAU) nasional juga mengalami peningkatan menjadi 2,25%. Jumlah ini terdiri atas dana otsus bersifat umum (block grant) 1% dan dana otsus yang telah ditentukan penggunaanya (spesifik grant) sebesar 1,25%.
Revisi UU Otsus Papua dan penyusunan dokumen RIPPP, diharapkan dapat mendorong optimalisasi pemanfaatan dana otsus dalam rangka mempercepat pembangunan kesejahteraan masyarakat khususnya orang asli Papua melalui program kerja selama 20 tahun ke depan.
“Meningkatkan kualitas layanan publik, dan menjamin keberlanjutan pembangunan di Papua Barat,” sebut Dominggus.
Ia melanjutkan, RIPPP sebagai pedoman menentukan program prioritas bagi seluruh pemangku kepentingan di Papua Barat.
“Saya harapkan dukungan untuk sama-sama berikan ide, gagasan dan penajaman RIPPP. Wajah Papua 20 tahun ke depan ditentukan kita hari ini,” pungkas dia. (PB15)