Bara Tersisa di Markas KPK
JAKARTA – Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) menetapkan Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Namun bara di tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mencuat seiring dengan pengungkapan kasus tersebut, belum padam.
Senin siang, sebelum Puspom TNI mengumumkan penetapan tersangka kasus Basarnas dari lingkungan militer, lima komisioner KPK menggelar pertemuan dengan para pegawai yang sebelumnya melayangkan protes atas sikap pimpinan mereka. Digelar di aula Gedung Penunjang KPK, audiensi itu menjadi wadah pimpinan KPK menjelaskan kronologi dilakukannya konferensi pers yang belakangan menuai kritik dari para pegawai. “Pimpinan bilang diintimidasi sehingga pegawai diminta memaklumi,” kata seorang pegawai yang mengikuti jalannya pertemuan tersebut pada Senin (31/7/2023).
Konferensi pers yang dipersoalkan para pegawai itu digelar pada Jumat pekan lalu. Berbicara di depan awak media, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI atas operasi tangkap tangan kasus dugaan suap di Basarnas, yang diduga melibatkan dua perwira TNI. Tanak menyatakan ada kekeliruan dan kekhilafan tim KPK dalam penangkapan tersebut.
Pernyataan Tanak yang menyalahkan penyidik lembaganya dalam penanganan kasus dugaan suap di Basarnas itu disambut amarah pegawai KPK. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dikabarkan mengundurkan diri. Para pegawai melayangkan keberatan mereka atas pernyataan pimpinan yang dianggap tidak profesional. Mereka mendesak pimpinan KPK agar meminta maaf kepada publik dan pegawai KPK, meralat pernyataan yang disampaikan dalam konferensi pers, serta mengundurkan diri dari jabatan karena bertindak tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik.
Dalam audiensi kemarin siang, tuntutan itu tak terwujud sepenuhnya. Pegawai yang mengikuti pertemuan itu menceritakan, lima pemimpin KPK secara bergiliran menjelaskan senada bahwa konferensi pers yang berisi pernyataan maaf pada Jumat pekan lalu itu diawali dengan adanya pertemuan dengan perwakilan TNI. Para pegawai, kata sumber Tempo, menangkap pernyataan pimpinan KPK yang seolah-olah konferensi pers pada Jumat lalu terpaksa dilakukan karena adanya intimidasi. “Tapi mereka (pimpinan) tidak ada yang menjelaskan intimidasi seperti apa yang terjadi,” kata penegak hukum tersebut.
Penjelasan pimpinan KPK yang dinilai grambyang itu memancing respons beragam dari para pegawai yang hadir. Beberapa pegawai berkomentar dengan suara lantang sehingga seisi aula bergemuruh. “Dari pimpinan sampai bilang, ‘Silakan pegawai meneriaki. Intinya kami diintimidasi sampai kami harus minta maaf’,” kata seorang pegawai. Audiensi itu berakhir tanpa kesimpulan, menyisakan anggapan pegawai KPK bahwa pimpinan mereka hanya mencari pembenaran.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengatakan persoalan protes pegawai atas pernyataan Johanis Tanak yang menyalahkan penyidik dan penyelidik sudah berakhir ketika audiensi berlangsung di Gedung Merah Putih, kemarin. Menurut dia, Johanis Tanak juga telah menyampaikan permohonan maaf ke pegawai yang merasa tersinggung atas ucapan bekas jaksa tersebut. “Permohonan maaf tersebut telah diterima pegawai setelah mendapat penjelasan bahwa itu diucapkan karena ada ancaman,” kata Ali Fikri.
Hanya, Ali enggan membeberkan soal kabar ancaman yang dialami pimpinan KPK ketika menjamu kedatangan Puspom TNI pada pekan lalu. Dia hanya menjelaskan, pimpinan KPK juga telah menjelaskan kepada para pegawai bahwa pengusutan kasus Basarnas terus dikawal. “Proses penyidikan Puspom TNI juga telah dibantu oleh penyidik KPK,” kata dia.
Ihwal Asep Guntur Rahayu yang dikabarkan mengundurkan diri, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan bahwa ketentuan mengenai pengunduran diri telah diatur dalam perundang-undangan. “Tapi, yang pasti, kami pimpinan dan segenap insan KPK mengatakan bahwa kami membutuhkan dan mempertahankan saudara Asep untuk melaksanakan tugasnya,” kata Firli.
Menyoal Intimidasi terhadap Penyidik
Konferensi pers pada Jumat pekan lalu, yang belakangan memantik kontroversi di lingkup internal komisi antirasuah, diawali dengan kedatangan rombongan petinggi militer yang dipimpin Komandan Puspom TNI, Marsekal Muda Agung Handoko, ke markas KPK. Dalam pertemuan itulah mencuat adanya peringatan bahwa prajurit TNI bisa saja beramai-ramai mendatangi gedung KPK.
Adapun kedatangan rombongan petinggi TNI tersebut adalah menyoalkan woro-woro KPK dua hari sebelumnya ihwal penetapan tersangka Marsekal Madya Henri Alfiandi, Kepala Basarnas 2021-2023, dalam kasus dugaan suap. Henri diduga terlibat dalam pemberian dana dari Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil, kepada Koordinator Administrasi Kepala Basarnas, Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto. Afri dan 12 orang lainnya, kecuali Mulsunadi Gunawan, lebih dulu dibekuk dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, 25 Juli lalu.
Pangkal keberatan Puspom TNI adalah sikap KPK yang menetapkan tersangka perwira aktif. Mereka beralasan Henri dan Afri Budi semestinya ditindak dalam lingkup peradilan militer. TNI menegaskan bahwa protes mereka kepada KPK tak bermaksud melindungi personelnya yang diduga korup.
Senin (31/7), Marsekal Muda Agung Handoko mengumumkan penetapan tersangka Henri dan Afri. Dia memastikan penyidik Puspom TNI akan mengembangkan kasus ini dengan terus berkoordinasi dengan KPK. “Pemeriksaan masih berlangsung, tapi arahnya sudah sesuai,” kata Agung di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. (TEM)