Berita Utama

Dalih DPR dan Pemerintah 

JAKARTA – Ketua DPR Puan Maharani menyatakan pembahasan RUU Kesehatan dilakukan secara terbuka dan intensif dengan prinsip kehati-hatian. ”Selama pembahasan, DPR melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat,” kata Puan menanggapi penolakan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Politikus PDI Perjuangan ini juga memastikan RUU Kesehatan yang disahkan menjadi undang-undang itu tidak akan menghilangkan hak-hak tenaga kesehatan. Pengesahan tersebut justru meningkatkan hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan soal pemberian kesejahteraan dan pelindungan hukum. “Undang-Undang Kesehatan ini bertujuan memperkuat sistem kesehatan negara dan meningkatkan kualitas kesehatan, serta kesejahteraan masyarakat juga,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi Kesehatan DPR, Emanual Melkiades Laka Lena, menyebutkan, sebelum disahkan, pembahasan RUU Kesehatan dilakukan intensif dan komprehensif. Dia menjelaskan, RUU Kesehatan bertujuan memperkuat sistem kesehatan nasional melalui transformasi kesehatan secara menyeluruh. Tak hanya itu, Melki menyebutkan RUU ini bertujuan meningkatkan daya saing bangsa dalam sektor kesehatan di mata internasional.

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan terdapat sejumlah aspek yang disempurnakan dalam Undang-Undang Kesehatan. Dia mencontohkan aspek pencegahan, kemudahan layanan kesehatan, kemandirian kesehatan, ketangguhan menghadapi bencana-wabah, transparansi dan efektivitas, serta integrasi.

Menteri Budi menilai pengesahan RUU Kesehatan ini menjadi salah satu langkah terciptanya transformasi kesehatan untuk membangun Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif. “Ini menjadi awal membangun kembali sistem kesehatan yang tangguh sampai ke pelosok negeri,” ujar Budi dalam keterangan pemerintah dalam rapat paripurna. (TEM)

Dugaan Pelanggaran Konstitusi  

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, menduga pengesahan RUU Kesehatan melanggar konstitusi. Menurut dia, pembahasan RUU Kesehatan minim partisipasi publik dan cenderung terburu-buru dalam penyusunan serta pembahasan sehingga urgensi pengesahan ini dipertanyakan. “Pembahasan dan penyusunan RUU ini ditengarai cenderung diintervensi pemerintah. Ini berdampak pada menurunnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat,” kata Trubus.

Dia menjelaskan, Kementerian Kesehatan sebenarnya tidak memiliki “power” yang cukup apabila harus mengelola banyak tugas yang sebelumnya sudah dilakukan organisasi profesi kesehatan. Dia mencontohkan pengawasan terhadap dokter dan terbitnya surat tanda registrasi (STR). Dalam RUU Kesehatan yang baru, STR bagi tenaga kesehatan tidak perlu lagi diperbarui setiap lima tahun.

Trubus menilai Menteri Budi Gunadi dan jajarannya seharusnya menyadari kualitas sumber daya yang ada apabila berkukuh ingin mengelola persoalan kesehatan di Indonesia. “Soal surat tanda registrasi atau perizinan kan sudah domainnya organisasi profesi. Saya khawatir, kalau semua dipegang Kementerian Kesehatan, malah akan memunculkan malpraktik karena proses regenerasi tidak berjalan optimal,” ujarnya.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Adib Khumaidi, mengatakan IDI dan sejumlah organisasi profesi kesehatan bakal mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi setelah DPR dan pemerintah mengesahkan RUU Kesehatan. Sebab, menurut Adib, proses penyusunan hingga pembahasan RUU sapu jagat tersebut dilakukan tidak sesuai dengan prosedur hukum. “Ini cacat hukum karena masih ada hal yang tidak memenuhi syarat tapi dipaksakan,” ujar Adib. (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: