Berita Utama

Darurat Beras Kian Dekat

JAKARTA – Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat, harga rata-rata beras medium di tingkat pedagang eceran saat ini dibanderol Rp 12.930 per kilogram, sementara harga beras premium mencapai Rp 14.560 per kilogram.

Harga kedua jenis beras tersebut melonjak dibanding harga pada bulan yang sama tahun lalu. Waktu itu, beras medium masih dijual seharga Rp 10.950 per kilogram, sedangkan beras premium Rp 12.480 per kilogram.

Kenaikan harga beras tak terbendung kendati Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) telah menggelontorkan beras untuk Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sebanyak 770 ribu ton sejak awal tahun. Perseroan pun kini tengah menggeber penyaluran bantuan beras untuk 21,3 juta keluarga selama tiga bulan ke depan. Total beras yang akan disalurkan untuk bantuan itu sekitar 640 ribu ton.

Senin (18/9), Badan Pusat Statistik (BPS) juga melaporkan kenaikan harga beras semakin luas. Pada awal September lalu, sebanyak 300 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras. Pada pekan kedua bulan ini, jumlahnya naik menjadi 341 daerah.

Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengatakan, setelah berkontribusi terhadap kenaikan inflasi pada Agustus lalu, lonjakan harga beras masih berlanjut hingga dua pekan pertama September. “Ini yang perlu kita waspadai bersama,” ujarnya dalam siaran Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah di kanal YouTube Kementerian Dalam Negeri.

BPS juga mencatat, per 17 September lalu, kenaikan harga beras medium di tingkat konsumen sudah mencapai 23,56 persen di atas harga eceran tertinggi (HET). Adapun harga beras premium mencapai 22,58 persen di atas HET. Jika dilihat berdasarkan zonasi, harga beras medium di zona 3 sudah lebih mahal 24,72 persen di atas HET; di zona 2 lebih mahal 15,05 persen; dan di zona 1 lebih mahal 13,62 persen.

Kondisi tersebut, menurut Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, sudah menunjukkan gejala darurat. Pasalnya, kenaikan harga beras terjadi secara cepat dan persisten. Pasokan gabah dan beras pun semakin terbatas karena masa panen raya sudah lewat. Di sisi lain, impor beras tak lagi menjadi opsi mudah setelah negara-negara produsen beras menutup keran ekspornya dan memprioritaskan kebutuhan domestik mereka.

Tanpa intervensi berarti, kata Bhima, tren kenaikan harga beras masih akan berlanjut sampai awal tahun depan ketika periode panen raya tiba. “Kalau dibiarkan, berisiko menjadi kasus yang mirip dengan minyak goreng. Dampaknya jauh lebih berisiko, terutama di perkotaan. Inflasi dan kemiskinan naik.”

Pada tahun lalu, seretnya pasokan menjadi penyebab kenaikan harga minyak goreng di mana-mana. Pembelian pun dibatasi. Berbagai kebijakan pemerintah tak membendung kenaikan harga produk turunan sawit tersebut. Larangan ekspor minyak sawit mentah pada pertengahan tahun, yang diharapkan menjadi solusi, justru memperburuk persoalan di industri tersebut.

Analis Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, sepakat bahwa kondisi saat ini, jika dibiarkan, akan berujung pada krisis beras dalam waktu dekat. “Pasokan di pasar berpotensi kurang. Soal stok cukup atau tidak, harus dibuktikan pemerintah agar tidak ada yang menimbun stok alias memanfaatkan situasi.”

Ronny mengatakan pangkal utama masalah ini berada pada sisi pasokan yang turun karena efek kemarau panjang alias El Nino. Sikap beberapa negara yang menahan ekspor beras menambah sinyal kepada pasar bahwa pasokan beras di Tanah Air terancam. Akibatnya, harga naik tak terkendali. “Namun di lapangan tak ada yang benar-benar mengetahui penyebab harga sulit dikendalikan karena ada saja pihak yang akan memanfaatkan situasi dengan menahan suplai.”

Tak terkendalinya harga beras menunjukkan volume beras dalam intervensi pasar yang dilakukan pemerintah masih kurang signifikan. Padahal, kata Ronny, harga di pasar hanya bisa diganggu apabila penggelontoran pasokan dilakukan secara besar-besaran dan di lokasi yang terdapat transaksi besar, seperti sentra perdagangan beras.

Dugaan Ronny berikutnya adalah kekurangan pasokan beras terjadi secara meluas sehingga operasi pasar yang telah dilakukan Bulog pun tak dapat mengimbanginya. Walhasil, dengan permintaan yang tetap tinggi, harga akan sulit turun. “Dugaan penyebab lainnya adalah aksi para distributor nakal menahan stok lama yang mereka beli dengan harga murah.” (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: