Demi Merebut Suara Nahdlatul Ulama
JAKARTA – Satu per satu petinggi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tiba di Grha Gus Dur, Jalan Gayungsari Timur VIII-IX, Surabaya, Jumat sore (1/9/2023). Area parkir yang biasanya lengang dalam sekejap dipenuhi mobil. Petang itu, pengurus PKB memiliki agenda penting. Mereka akan membahas tawaran kerja sama dari Partai NasDem untuk menduetkan Anies Baswedan dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dalam kontestasi pemilihan presiden 2024.
Sekretaris Jenderal PKB Hasanuddin Wahid mengatakan, pada Jumat pagi, pengurus pusat sebenarnya sudah menggelar rapat pleno di Jakarta untuk membahas tawaran NasDem. Namun rapat itu hanya meminta agar keputusan diambil dalam rapat pleno gabungan Dewan Pengurus Pusat PKB yang melibatkan seluruh jajaran pengurus internal partai. “Jadi, bukan hanya Dewan Syuro PKB dan Tanfidz, tapi juga seluruh badan otonom diundang, seluruh anggota fraksi diundang, bahkan pimpinan pengurus wilayah atau DPW PKB juga diundang,” ujarnya.
Rapat pleno gabungan itulah yang digelar di Grha Gus Dur, yang sehari-hari menjadi kantor Dewan Pengurus Wilayah PKB Jawa Timur. Adapun keputusan rapat adalah menerima tawaran NasDem. Keputusan ini didukung oleh seluruh pengurus yang hadir dalam rapat. Begitu juga dengan kiai. “Kami menerima dan menindaklanjuti tawaran NasDem pada ketua umum kami, Gus Muhaimin Iskandar,” kata Hasanuddin.
Menurut Wakil Ketua Umum DPP PKB Hanif Dhakiri, duet Anies-Muhaimin menjadi representasi NasDem-PKB yang berpaham nasionalis religius dan religius nasionalis. Anies dan Muhaimin juga memiliki kesamaan, yaitu penganut Islam moderat.
Hanif optimistis duet Anies-Cak Imin akan mendapat dukungan dari akar rumput PKB, termasuk kiai-kiai sepuh pengasuh pondok pesantren di lingkungan Nahdlatul Ulama. Sebab, PKB merupakan perpanjangan tangan politik dari warga NU. Apalagi langkah ini sesuai dengan keputusan muktamar yang memandatkan kepada Muhaimin untuk menjadi calon presiden atau wakil presiden. “Siapa nama-nama kiai (yang mendukung), tunggulah dalam satu-dua hari ini,” katanya. “Mengusung Gus Muhaimin sebagai cawapres itu kan bagian dari cita-cita politik dan perjuangan warga Nahdliyin.”
Persoalannya, baik NasDem maupun Anies Baswedan selama ini dianggap kurang dekat dengan NU. Hanif tidak membantah anggapan itu. Namun dia yakin hal itu tidak akan menjadi masalah karena warga Nahdliyin bersikap luwes dengan siapa pun, sehingga bisa dengan cepat menyesuaikan diri.
Setelah rapat pleno gabungan di Surabaya memutuskan untuk menerima tawaran NasDem, pengurus PKB bergerak cepat. Mereka sepakat untuk mendeklarasikan pasangan Anies-Muhaimin yang rencananya digelar pada Sabtu siang (2/9/2023) di Hotel Majapahit Surabaya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar NU Yahya Cholil Staquf mengatakan, partai tidak mengeksploitasi NU untuk kepentingan politik identitas menjelang Pemilu 2024. “Kami memohon partai politik jangan pakai politik identitas, terutama identitas agama, termasuk identitas NU,” kata Yahya, 23 Mei 2022 lalu.
Menambal Kelemahan Anies
Munculnya gagasan untuk menduetkan Anies Baswedan dan Muhaimin ini terhitung mendadak. PKB sebelumnya membentuk koalisi bersama Partai Gerindra untuk mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Dari koalisi ini, PKB berharap bisa menempatkan Muhaimin sebagai bakal calon wakil presiden bagi Prabowo.
Sebelum harapan itu terjawab, Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional ikut bergabung dalam koalisi. Dari sinilah PKB menangkap sinyal Muhaimin bakal tersisih. Apalagi secara tiba-tiba Prabowo mengubah nama koalisi, dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menjadi Koalisi Indonesia Maju. Muhaimin bahkan merasa tidak pernah diajak bicara tentang perubahan nama koalisi itu.
Adapun NasDem sebelumnya membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan bersama Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat. Koalisi ini sepakat mengusung Anies Baswedan sebagai calon presiden. Kerja sama politik tiga partai itu belum menentukan calon wakil presiden pendamping Anies. Adapun dari sejumlah nama yang muncul, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY dianggap memiliki peluang paling besar untuk mengisi posisi itu.
Ketika anggapan itu semakin kuat, publik justru dikejutkan dengan isu bahwa NasDem telah memutuskan untuk memasangkan Anies dengan Muhaimin. Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh tidak membantah isu tersebut.
Seorang politikus NasDem mengatakan, sejak awal partainya sudah merumuskan kriteria kandidat cawapres yang tepat untuk menutupi kekurangan Anies. Kriteria itu, antara lain, figur yang berasal dari Jawa Timur dan kalangan Nahdlatul Ulama serta mampu mendulang suara di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Muhaimin dinilai bisa memenuhi syarat-syarat itu.
NasDem kemudian mengkomunikasikan nama Muhaimin kepada Anies Baswedan. Ternyata Anies tidak keberatan. Setelah itu, dimulailah gerilya untuk melobi Muhaimin ataupun pengurus PKB. Namun lobi itu tidak berjalan mulus karena PKB masih bergabung dengan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Kedekatan PKB dengan Anies Baswedan mulai intens dalam dua pekan terakhir. Terutama sejak Golkar dan PAN bergabung dengan KKIR. “Begitu Prabowo mengumumkan Koalisi Indonesia Maju, kami langsung bergerak cepat,” kata seorang politikus PKB.
Manuver NasDem untuk menduetkan Anies dan Muhaimin itu membuat Partai Demokrat meradang. Partai berlambang mirip Mercy itu langsung mencabut dukungan kepada Anies sekaligus hengkang dari Koalisi Perubahan. Demokrat menilai, sepak terjang NasDem justru membubarkan koalisi yang telah dibangun bersama.
Peneliti Indikator Politik, Kennedy Muslim, mengatakan bahwa sinyal keretakan dan konflik terbuka antara NasDem dan Demokrat di Koalisi Perubahan sebenarnya sudah terlihat dalam beberapa waktu belakangan, baik di media televisi maupun di media sosial. Ketegangan ini dipicu oleh penentuan nama bakal calon wakil presiden yang kerap ditunda dan terkesan diulur-ulur. “Karena terlihat ada deadlock negosiasi berkaitan dengan momentum pendeklarasian cawapres dari Koalisi Perubahan,” ucapnya.
Konflik di antara kedua partai itu pun terkonfirmasi dengan manuver teranyar dari Anies yang menyetujui usul Ketua Umum NasDem Surya Paloh agar ia dipasangkan dengan Muhaimin Iskandar. Menurut Kennedy, keputusan Anies itu sebenarnya sangat berisiko, meski secara kualitatif figur Muhaimin bisa menambal kelemahan elektoral di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sebab, gerbong pemilih PKB identik dan merepresentasikan pemilih dari kalangan Nahdlatul Ulama. (TEM)