Di Balik Penetapan Tersangka Syahrul Yasin Limpo
JAKARTA – Mahfud Md. mendapat informasi bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menetapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka kasus korupsi penerimaan hadiah atau janji di lingkungan Kementerian Pertanian. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan itu mendengar kabar bahwa gelar perkara yang memutuskan perkara itu naik ke tahap penyidikan sudah berlangsung cukup lama.
“Dia sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kalau eksposenya, kan sudah lama,” kata Mahfud, Rabu (4/10/2023), dilansir Tempo.
Informasi Mahfud ini sejalan dengan keterangan dua penegak hukum di KPK dan kepolisian. Keduanya menjelaskan, gelar perkara rasuah tersebut berlangsung pada 13 Juni lalu. Hasil ekspose ini menetapkan tiga orang sebagai tersangka korupsi penerimaan hadiah atau janji di lingkungan Kementerian Pertanian tahun anggaran 2019-2023. Ketiganya adalah Syahrul; Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Kasdi Subagyono; dan Direktur Alat Pertanian Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta.
Dalam perkara ini, Kasdi dan Hatta diduga mengumpulkan uang saweran yang berasal dari potongan dana non-budgeter ataupun mutasi jabatan para pejabat di lingkup Kementerian Pertanian. Kemudian mereka diduga menggunakan uang tersebut untuk kepentingan Syahrul dan keluarganya.
Beberapa hari setelah gelar perkara, satuan tugas penyidikan kasus ini mengajukan permintaan diterbitkannya surat perintah penyidikan (sprindik) perkara ketiga orang tersebut kepada Ketua KPK Firli Bahuri. Namun Firli tak kunjung menandatangani sprindik tersebut.
Sprindik untuk Syahrul, Kasdi, dan Hatta baru terbit pada Selasa (26/9/2023) lalu. Ketika itu, Filri tengah berada di Korea Selatan. Ia dan rombongan bertemu dengan Komisi Anti-Korupsi dan Hak-hak Sipil (ACRC) Korea Selatan untuk mendiskusikan peningkatan kerja sama pemberantasan korupsi.
Karena itu, sprindik Syahrul, Kasdi, dan Hatta diteken Wakil Ketua KPK. Ketiganya disangka dengan Pasal 12 e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal ini mengatur pidana 4-20 tahun penjara bagi penyelenggara negara yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa orang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan.
Kedua sumber tersebut mengatakan rentang waktu terbitnya sprindik dengan gelar perkara penyelidikan berlangsung hingga tiga bulan karena Firli disebut-sebut tak mau menandatanganinya. Firli diduga sudah menerima sesuatu sehingga memilih tak segera menandatangani sprindik begitu gelar perkara penyelidikan usai. “Informasi yang kami dengar seperti itu,” kata penegak hukum di KPK ini.
Kabar penerimaan uang itu sudah sampai ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menerima laporan penerimaan uang oleh pemimpin KPK itu pada 21 Agustus lalu. Pada hari yang sama, Ditreskrimsus menerbitkan surat tugas dan surat perintah penyelidikan.
Dalam dokumen itu disebutkan bahwa Ditreskrimsus Polda Metro Jaya tengah menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan yang dilakukan pimpinan KPK dalam penanganan perkara di Kementerian Pertanian. Selanjutnya, tim Polda lantas meminta keterangan pelapor ataupun beberapa orang di lingkaran Syahrul yang mengetahui adanya pemberian uang kepada seorang pemimpin KPK tersebut.
Saat masih di tahap penyelidikan kasus ini, Febri Diansyah dan Rasamala Aritonang—kuasa hukum Syahrul di tingkat penyelidikan perkara di Kementerian Pertanian, membuat legal opinion atau pendapat hukum mengenai perkara yang bakal menjerat Syahrul. Pendapat hukum setebal sekitar 179 halaman itu berisi pemetaan masalah hingga poin-poin rekomendasi, yang di antaranya untuk menghindari perkara tersebut.
Febri dan Rasamala mengakui adanya pendapat hukum tersebut. Febri mengatakan pendapat hukum tersebut memang berisi pemetaan titik rawan atau potensi masalah hukum terhadap informasi yang mereka dapatkan. Tapi ia mengklaim pemetaan risiko dan asesmen tersebut merupakan bagian dari tugas mereka sebagai advokat yang dilindungi Undang-Undang Advokat. Di antaranya mengenai penguatan pengawas internal oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian; penguatan unit pengendalian gratifikasi; pembentukan, penerapan, dan pengawasan SOP (prosedur operasi standar) terhadap tata kelola keuangan; serta untuk pencegahan potensi konflik kepentingan dalam pelaksanaan kegiatan. “Saya kira sembilan poin itu bagian dari mendukung tugas KPK,” kata Febri. (TEM)