Egianus Ancam Tembak Mati Pilot Susi Air
JAKARTA – Penyanderaan terhadap kapten pilot Philip Mark Mehrtens telah berlangsung selama 113 hari. Pemerintah kini dihadapkan pada ancaman dari kelompok penyandera yang berencana mengeksekusi pilot maskapai Susi Air tersebut jika pemerintah RI dan Selandia Baru tak kunjung memenuhi tuntutan mereka.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md. menyatakan pemerintah akan terus mengupayakan pembebasan Philip Mark Mehrtens. Dia tak mau memusingkan ultimatum berupa ancaman menghabisi nyawa sandera yang dilayangkan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM). “Pada prinsipnya, kita akan tetap menyelamatkan nyawa sandera,” kata Mahfud setelah mengikuti Rapat Koordinasi Nasional TNI-Polri di Jakarta, Senin (29/5/2023).
Meski demikian, Mahfud tak menjelaskan bagaimana upaya pembebasan sandera yang dilakukan pasukan gabungan TNI-Polri. “Yang begitu tidak harus semua dibicarakan ke publik.”
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memastikan operasi penyelamatan Philip Mark Mehrtens akan mengutamakan pendekatan dialogis untuk menghindari pertumpahan darah, termasuk masyarakat sipil. Langkah tersebut melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan penjabat bupati di wilayah yang diduga menjadi lokasi penyanderaan.
Karena itu, bekas Kepala Staf Angkatan Laut itu mempersilakan masyarakat yang ingin membantu melakukan negosiasi secara pribadi. “Tapi kami berharap tidak ada kontak senjata untuk menyelamatkan (pilot) itu,” kata Yudo.
Yudo mengakui operasi penyelamatan ini terhambat sejumlah kendala, seperti cuaca dan demografi Papua yang sulit ditaklukkan. Namun dia tetap optimistis operasi tersebut bakal tuntas sebagaimana yang direncanakan. “Tapi kami tidak bisa jelaskan detail apa taktik dan strategi kami,” ujarnya.
Philip disandera sejak 7 Februari lalu, sesaat setelah mendaratkan pesawat Susi Air dengan kode registrasi PK-BVY di Lapangan Terbang Paro, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua Pegunungan. Penyanderaan dilakukan oleh Komando Daerah Pertahanan (Kodap) III Ndugama-Derakma, bagian dari TPNPB-OPM di bawah pimpinan Egianus Kogoya.
Pada Jumat, 26 Mei lalu, juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, menyebarkan rekaman video yang menggambarkan kondisi terbaru Philip. Dalam video tersebut, Philip, yang diapit oleh Egianus Kogoya beserta pasukannya, menyatakan ia akan ditembak mati. Pria berusia 37 tahun itu juga mengatakan Egianus memberikan dispensasi waktu kepada negara lainnya untuk mendesak pengakuan kemerdekaan Papua dari Indonesia. “Kalau sudah dua bulan dan mereka tidak bicara dengan Papua, mereka akan tembak saya,” kata Philip dalam video tersebut.
Egianus juga ikut berbicara. Ia menegaskan akan mengeksekusi Philip apabila negara lain tidak kunjung mendesak Indonesia mengakui kemerdekaan Papua. “Kalau dari negara tidak todong ke Indonesia terus Indonesia tidak mengakui, berarti dua bulan itu lewat, maka kami akan tembak pilot,” ucap Egianus.
Pembunuhan Philip Juga Bentuk Pelanggaran HAM
Aktivis hak asasi manusia, Yones Douw, turut mengecam aksi ancaman penembakan terhadap Philip. Menurut dia, pembunuhan Philip tidak akan menjadi solusi terbaik untuk meraih kemerdekaan Papua. “Mungkin semua orang tidak akan simpati terhadap perjuangan TPNPB untuk menentukan nasibnya sendiri apabila pilot tetap ditembak mati,” kata Yones.
Karena itu, Yones meminta Egianus dan TPNPB-OPM tetap menjaga nilai-nilai hak asasi manusia sebagaimana termaktub dalam Deklarasi Universal HAM yang diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 1948. Dia mengingatkan, Philip juga memiliki hak untuk hidup, hak atas rasa aman, dan hak atas rasa bebas yang harus dijunjung tinggi oleh siapa pun, termasuk TPNPB-OPM. “Sebab, siapa pun tidak memiliki hak untuk menghilangkan nyawa, kecuali Tuhan. Jadi, saya harap TPNPB tidak melakukan penembakan,” ujarnya.
Yones menyarankan TPNPB-OPM segera menyiapkan tim negosiasi untuk memulai dialog damai dengan pemerintah Indonesia dan Selandia Baru. “Dan kami juga meminta Indonesia dan TPNPB-OPM membuka ruang dialog seperti penyelesaian konflik di Aceh,” kata Yones. (TEM)