Gaji Guru Honorer Harus Diakomodir Dalam APBD
MANOKWARI, PB News – Dalam mengatasi kesenjangan dunia pendidikan yang terjadi maka, kesejahteraan guru harus diprioritaskan. Ada 157 guru honorer di Kabupaten Manokwari ditugaskan berdasarkan surat keputusan (SK) bupati setempat, namun pembayaran gaji guru honorer tersebut masih bersumber pada alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS) yang menyebabkan besaran gaji hanya Rp300 ribu/bulan.
Menurut Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manokwari, Romer Tapilatu, kompensasi gaji guru honores dinilai tidak sesuai karena kucuran dana BOS telah diperuntukan bagi 13 item wajib di setiap sekolah. Dengan demikian, polemik gaji guru perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah dengan mengalokasikan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) untuk pembayaran gaji guru honorer.
“Jika hanya 157 guru honor yang di SK-kan bupati saat ini, paling tidak kita harus menyiapkan anggaran di APBD sebesar Rp2,2 miliar setiap tahun dan ini saya pikir kecil saja,” jelasnya saat pertemuan dengan Dinas pendidikan, Bapeda dan Unicef di kantor DPRD Manokwari pekan lalu.
Tuntutan loyalitas guru dalam menjalankan tugas perlu diimbangi dengan pembayaran upah yang layak. Sebagai Ibu Kota Provinsi Papua Barat, pendidikan di Kabupaten Manokwari layaknya menduduki peringkat ketiga dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di provinsi setempat. Apabila persoalan ini tidak ditanggulangi, akan menghambat upaya pemerintah daerah meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan mutu pendidikan di Kabupaten Manokwari khususnya dan Papua Barat pada umumnya.
“Tidak diperhatikan maka dunia pendidikan akan jalan di tempat terus. Persiapan investasi SDM di Manokwari masih sangat minim,” kata dia.
Telah diberitakan media ini, Ketua Komisi A DPRD Manokwari Ayu Humairah Batarai mengaku miris setelah turun langsung ke lapangan mendegar gaji guru honorer di Kabupaten Manokwari.
“Gaji guru honorer hanya Rp300.000 per bulan, itupun dibayarkan tiga bulan sekali. Sementara hingga saat ini guru honor yang bekerja keras. Ini sudah sangat mendesak karena menyangkut permasalahan hidup orang. Gaji dengan jumlah itu menurut saya tidak manusiawi,” ujar Ayu Humairah.
Dia menuturkan, walaupun gaji yang diterima terlampau rendah, namun mereka tidak berteriak minta kenaikan gaji. Menurutnya, gaji guru honorer seharusnya setara dengan upah minimum provinsi (UMP) karena, ditugaskan berdasarkan SK Bupati.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Manokwari, Martinus Dowansiba, yang hadir dalam pertemuan itu mengakui bahwa, kebanyakan guru di Kabupaten Manokwari adalah guru agama. Padahal sesuai ketentuan satu sekolah memiliki maksimal tiga sampai empat guru agama, namun yang terjadi sekarang justru lebih dari yang disyaratkan.
“Kami sudah melakukan pengawasan dan yang paling aktif di sekolah justru guru honor. Sementara di Manokwari kebanyakan guru adalah guru agama sehingga penyebaran guru pengajar belum merata seluruhnya,” jelasnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Manokwari, Jhon Warijo, mengatakan, masalah guru menjadi masalah klasik yang dari dulu hingga saat ini belum terselesaikan.
“Bappeda merencanakan apa yang menjadi komitmen kita bersama. Sebagai ibu kota provinsi seharusnya di Manokwari tidak ada lagi sekolah yang disebut tertinggal. Karena alokasi dana pendidikan dan kesehatan tidak bisa diganggu gugat,” katanya.
Karena itu, Jhon Warijo mengajak pihak terkait baik dinas maupun DPRD untuk mencari solusi bersama sehingga permasalahan tersebut secepatnya selesai. Sehingga anak-anak didik yang nantinya menjadi masa depan Manokwari tidak terbengkalai.
Wakil Ketua II DPRD Manokwari, Frangki Awom, menegaskan seluruh fraksi di DPRD Manokwari wajib memberi perhatian serius terhadap permasalahan ini. Kata dia, dalam pembahasan anggaran tahun depan gaji guru honorer harus diakomodir dalam APBD. (PB9)