Berita Utama

Indonesia Membantah, Investigasi Independen Ditagih

JAKARTA – Pemerintah Indonesia menolak mengakui adanya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua dan penghalauan bantuan kemanusiaan untuk orang Papua yang mengungsi karena konflik. Dalam surat balasan kepada para pemegang amanat khusus di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pemerintah beralasan ada banyak penyebab orang Papua mengungsi selama 2021.

Deputi Bidang Koordinasi Politik Luar Negeri Kementerian Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Rina Soemarno, mengatakan jawaban pemerintah Indonesia dirumuskan setelah berkoordinasi dengan banyak lembaga terkait. Pemerintah, kata dia, menemukan bahwa tuduhan-tuduhan yang dilontarkan pelapor khusus PBB itu tidak benar. “Kami juga menjabarkan data sesuai dengan temuan di lapangan,” kata dia.

Dalam surat balasan pemerintah Indonesia yang diteken pada 20 Februari lalu itu, pemerintah menjabarkan sejumlah klarifikasi atas dugaan pelanggaran HAM di Papua yang dipertanyakan para pemegang amanat khusus PBB. Pemerintah menilai bahwa orang asli Papua itu mengungsi bukan hanya karena konflik bersenjata, tapi juga karena konflik sosial antarsuku, hasil pemilihan kepala daerah, bencana alam, hingga kebakaran di kampung mereka.

Para pemegang amanat sebelumnya memperkirakan ribuan orang asli Papua mengungsi serta kehilangan tempat tinggal akibat konflik bersenjata antara tentara dan kelompok pembebasan Papua selama 2021. Setiap kali ada konflik, menurut pelapor khusus PBB, orang asli Papua lari dari kampung karena takut akan razia tentara di desa mereka.

Para pemegang amanat khusus atau special procedures mandates holder (SPMH) Dewan HAM PBB merupakan sejumlah ahli yang bekerja secara mandiri untuk PBB. Mereka menerima aduan dan informasi perihal dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan di suatu tempat, lalu meminta klarifikasi kepada pejabat atau pihak berwenang.

Di Pegunungan Bintang, misalnya, ribuan orang di Kiwirok lari ke hutan saat terjadi kontak tembak antara tentara dan kelompok pembebasan Papua pada September 2021. Seorang perawat di puskesmas lokal meninggal saat itu karena jatuh ke jurang ketika menyelamatkan diri dari peluru. Para pelapor khusus tersebut menyebutkan sekitar 800 orang lari ke hutan tanpa akses makanan dan layanan kesehatan, sementara bantuan kemanusiaan juga tak bisa masuk ke sana. Pelapor khusus memperkirakan tiga orang Kiwirok meninggal selama di pengungsian dan 180 keluarga menyeberang secara ilegal ke Papua Nugini.

Pemerintah Indonesia mengklaim keakuratan informasi tersebut. Dalam surat balasan itu, pemerintah menyebutkan ratusan pengungsi tinggal di tempat yang disediakan pemerintah setempat dan bekerja sama dengan gereja. Setengah di antaranya sudah dibantu pulang ke rumah masing-masing dan sisanya pindah ke rumah kerabat di desa lain. “Kementerian Sosial juga telah menyediakan bantuan pakaian, makanan, selimut, dan peralatan rumah tangga,” demikian isi surat tersebut.

Ini bukan pertama kalinya SPMH menyoroti pelanggaran HAM di Papua. Menurut data, setidaknya surat permintaan klarifikasi serupa pernah dikirim lima kali kepada perwakilan tetap Indonesia untuk Dewan HAM PBB. Namun pemerintah Indonesia selalu menjawab dengan membantah dan menyangkal tuduhan tersebut. Pemerintah juga memperingatkan SPMH agar berhati-hati menuduh Indonesia karena tuduhan itu bisa digunakan sebagai bahan disinformasi oleh kelompok bersenjata di Papua. Surat terakhir dikirim pada Desember 2021 dan dijawab pada Februari 2022.

Cecilia Jimenez-Damary, pemegang amanat PBB untuk isu pengungsi (internally displaced persons), adalah salah satu ahli yang meneken surat permintaan klarifikasi kepada pemerintah Indonesia. Ia mengatakan pemerintah Indonesia mempunyai hak untuk menjawab tuduhan-tuduhan tersebut.

Agar tuduhan dijawab dengan lebih imparsial dan tanpa bias, pemerintah Indonesia diminta melakukan investigasi secara independen. “Ini adalah standar hukum hak asasi manusia internasional,” kata Cecilia dikutip Tempo. “Investigasi dengan metodologi yang sesuai dengan standar ini bisa mengungkap fakta sesungguhnya di lapangan sehingga ini menjadi lebih dari sekadar tuduhan dan tanggapan.”

Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua adalah lembaga nirlaba yang salah satunya bekerja membela orang Papua dan membantu pengungsi akibat konflik bersenjata.

Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, Theo Esegem, menyebutkan, di beberapa wilayah, akses bantuan kemanusiaan dibatasi oleh tentara dan aparat. Termasuk di Kabupaten Yahukimo yang disorot pelapor PBB. “Pesawat dihalangi padahal kami adalah pembela HAM yang membawa bantuan,” kata dia.

Adapun pemerintah Indonesia menjawab dalam suratnya jika akses ke sejumlah wilayah konflik di Papua dibatasi karena alasan keamanan. (TMP)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.