Intimidasi di Balik Permintaan Maaf KPK
JAKARTA – Di hadapan empat pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, rombongan yang dipimpin Komandan Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia (Puspom TNI) Marsekal Muda Agung Handoko disebut-sebut mendesak agar pimpinan KPK meminta maaf atas penetapan status tersangka dua perwira TNI dalam kasus dugaan suap pejabat Basarnas. Desakan itu disertai peringatan bahwa prajurit TNI bisa saja beramai-ramai mendatangi gedung KPK, di Jalan Kuningan Persada Nomor 4, Setia Budi, Jakarta Selatan.
“Katanya, kalau tidak minta maaf, akan dikerahkan pasukan,” kata penegak hukum di KPK yang mengetahui soal pertemuan tersebut, dua hari lalu.
Pertemuan antara Puspom TNI dan pimpinan KPK itu digelar di gedung KPK, Jumat sore pekan lalu. Saat itu, Agung Handoko dan rombongan mendatangi gedung komisi antirasuah. Rombongan Agung terdiri atas Kepala Badan Pembinaan Hukum TNI, Laksamana Muda Kresno Buntoro; Jaksa Agung Muda Pidana Militer, Mayor Jenderal Wahyoedho Indrajit; dan Oditur Jenderal TNI, Laksamana Muda Nazali Lempo.
Empat Wakil Ketua KPK menerima mereka. Keempatnya adalah Alexander Marwata, Johanis Tanak, Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghufron. Pejabat di KPK ini menceritakan, dalam pertemuan itu, perwakilan rombongan TNI juga menyatakan tidak bertanggung jawab jika prajurit gelap mata dan mendatangi gedung KPK maupun para pegawainya yang menangani kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).
“Pimpinan KPK yang mendengar itu berupaya meredamnya,” ujar pejabat di KPK ini. Saat itu, kata dia, Tanak menyanggupi desakan permintaan maaf tersebut.
Seusai pertemuan, Tanak betul-betul menggelar konferensi pers di gedung KPK. Tanak menyampaikan permintaan maaf kepada Panglima TNI atas operasi tangkap tangan (OTT) kasus dugaan suap di Basarnas, yang diduga melibatkan dua perwira TNI.
“Di sini ada kekeliruan dan kekhilafan tim kami yang melakukan penangkapan,” kata Tanak. “Dalam rapat tadi, kami sudah sampaikan ke teman-teman TNI, kiranya bisa disampaikan ke Panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini, supaya kami bisa dimaafkan.”
Sebelum mendatangi gedung KPK, Agung Handoko lebih dulu menggelar konferensi pers di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Ia menyatakan berkeberatan atas penetapan status tersangka dua perwira TNI dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas. “Kami terus terang berkeberatan kalau (mereka) itu ditetapkan sebagai tersangka (oleh KPK),” kata Agung.
Menurut Agung, Puspom TNI sebelumnya tidak mendapat pemberitahuan tentang operasi tangkap tangan yang digelar KPK. Informasi itu justru mereka dapat dari pemberitaan media. Lalu Puspom segera mengirim tim ke KPK untuk memastikannya. Di sana, tim bertemu dengan Afri Budi, yang terjaring operasi penangkapan dan telah ditetapkan sebagai tersangka. “Mekanisme penetapan sebagai tersangka ini adalah kewenangan TNI, sebagaimana undang-undang yang berlaku,” kata Agung.
Agung juga menegaskan bahwa keberatan yang ia sampaikan bukan untuk melindungi anggota TNI dari kesalahan yang diperbuat. “Intinya saling menghormati. TNI punya aturan dan KPK juga punya aturan,” ujarnya. “Jadi, menurut kami, apa yang dilakukan KPK dengan menetapkan personel militer sebagai tersangka menyalahi ketentuan.”
Tiga hari sebelum keberatan ini, tim KPK menggelar operasi penangkapan. Tim KPK menangkap 12 orang, termasuk Koordinator Administrasi Kepala Basarnas, Letnan Kolonel Afri Budi Cahyanto. Satu hari berselang, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menggelar konferensi pers.
Alexander mengumumkan lima tersangka kasus dugaan suap tersebut. Kelimanya adalah Kapala Basarnas 2021-2023, Marsekal Madya Henri Alfiandi; Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil.
Ketiga orang dari pihak swasta tersebut diduga menyuap Henri dan Afri sebesar Rp 5 miliar dalam tiga proyek pengadaan barang di Basarnas. Henri dan Afri juga diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar dari berbagai vendor, sejak 2021. Setoran ini diduga sebagai komisi sebesar 10 persen dari nilai kontrak proyek, yang diistilahkan “dana komando”.
Menurut Alexander, sebelum penetapan status tersangka, KPK sudah berkoordinasi dengan Puspom TNI. Perwakilan Puspom TNI juga hadir saat gelar perkara operasi penangkapan di KPK, Rabu pekan lalu. “Sebetulnya tak ada keberatan dari pihak Puspom TNI bahwa telah terjadi peristiwa pidana, dalam hal ini dugaan terjadinya suap-menyuap. Kesimpulan itu sudah kami sepakati dengan pihak Puspom TNI, termasuk kami akan menyebutkan nama dari oknum TNI sebagai tersangka,” kata Alexander, saat konferensi pers.
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, Kolonel Penerbang Agung Sasongkojati, menolak mengomentari dugaan pengancaman tersebut. Ia mengatakan, lembaganya tak memiliki urusan dengan kasus dugaan korupsi yang tengah diusut oleh KPK. “Kami ndak tahu (pertemuan di KPK). Angkatan Udara enggak ada urusan. Bukan peristiwa di Angkatan Udara. Bapak bisa tanya ke KPK, Puspen TNI, dan Puspom TNI,” kata Agung Sasongkojati, kemarin.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri juga tak bersedia berkomentar mengenai dugaan ancaman dan intimidasi tersebut. Tapi Ali mengakui adanya pertemuan antara empat Wakil Ketua KPK dan rombongan Puspom TNI itu.
Ali mengatakan, KPK sudah menyerahkan kewenangan penyidikan kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas yang ditengarai melibatkan dua perwira TNI ke Puspom TNI. “Waktu itu sudah disepakati, harusnya penanganan penyidikan dua anggota TNI itu di sana. Mereka sudah berjanji akan menanganinya,” kata Ali. (TEM)