Berita Utama

Kaki Tangan Syahrul Diburu KPK

JAKARTA – Perkara dugaan penerimaan upeti dari para pejabat Kementerian Pertanian bukanlah satu-satunya kasus yang menyeret Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Komisi Pemberantasan Korupsi juga tengah mengusut dugaan korupsi lainnya yang ditengarai menjadi modus para pejabat Kementan untuk mencari duit saweran kepada atasannya.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri memastikan penanganan kasus ini telah naik ke tahap penyidikan, Ali mengatakan lembaganya juga telah menetapkan tersangka dalam proses penyidikan itu. “Tapi siapa para tersangka tersebut? Pada saatnya nanti kami sampaikan secara resmi,” kata Ali dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (29/9/2023).

Dalam konferensi pers itu, Ali Fikri lebih banyak menjabarkan sejumlah barang bukti yang disita oleh penyidik dari penggeledahan di rumah dinas Menteri Syahrul. Barang sitaan tersebut di antaranya berupa duit senilai Rp 30 miliar yang ditemukan dalam puluhan amplop. KPK menduga sebagian fulus itu berasal dari setoran pegawai yang disinyalir berkaitan dengan mutasi dan promosi jabatan di lingkungan Kementerian Pertanian.

Seorang penegak hukum di KPK mengungkapkan pengusutan kasus ini bermula dari pengaduan masyarakat yang diterima komisi antikorupsi pada 2020. Laporan masyarakat tersebut sejak awal telah menjabarkan beberapa modus setoran yang diduga bermuara ke Menteri Pertanian. Sebagian saweran yang dikumpulkan secara berjenjang oleh pejabat eselon di kementerian itu disinyalir berkaitan dengan jual-beli jabatan.

Adapun sumber dana yang “ditambang” para pejabat itu, kata sumber di KPK tersebut, beraneka macam. “Seperti memalsukan atau memangkas belanja operasional hingga setoran komisi perizinan yang jadi kewenangan Kementerian,” ujarnya. “Jadi, yang diusut di Kementan, selain pemerasan, ada dugaan jual-beli jabatan dan gratifikasi.”

Jumlah Tersangka Bisa Bertambah

Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (tengah) setelah memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan di gedung ACLC, Komisi Pemberantasan korupsi, Jakarta, 19 Juni 2023. TEMPO/Imam Sukamto

Seorang penegak hukum KPK mengatakan, dengan luasnya lingkup kasus ini, tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah. Amplop-amplop berisi duit yang ditemukan dalam penggeledahan di rumah dinas Menteri Syahrul Yasin Limpo pada Kamis malam lalu, kata dia, menambah bukti adanya setoran dari para pejabat Kementan.

“Satu amplop bisa mencapai ratusan juta rupiah nilainya. Dan ada namanya di amplop-amplop itu, yang diduga nama pegawai yang minta dipromosikan,” ujarnya. “Hasil penggeledahan ini yang nantinya menjadi pintu masuk penyidik untuk mendalami keterlibatan pihak lainnya.”

Sebelumnya, Syahrul sempat memenuhi panggilan penyidik KPK pada 19 Juni lalu. Namun dia enggan banyak berkomentar ketika ditanya soal kasus yang menyeretnya.

Syahrul hanya memastikan akan bersikap kooperatif dan telah menjawab pertanyaan penyidik. “Semoga bisa membuat terang peristiwa yang sebenarnya,” kata Syahrul setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK lama, Kaveling C1, Kuningan, Jakarta Selatan.

Adapun Ali Fikri enggan menjawab soal pengembangan penyidikan dalam kasus Menteri Syahrul. Menurut dia, perkara yang sedang ditangani penyidik saat ini adalah jual-beli jabatan di lingkungan Kementerian Pertanian. Para tersangka akan dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Pasal ini mengatur tindak pidana terhadap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan ataupun untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Ali membenarkan bahwa penyidik mendalami tiga kluster dugaan korupsi di lingkungan Kementan. Namun dia enggan menjelaskan lebih detail. “Tiga kluster itu pernah dijelaskan oleh Deputi Penindakan KPK sebelumnya,” ujarnya. “Soal kluster kasus ini sudah masuk dalam materi perkara. Nanti dalam perjalanannya kami jelaskan lebih lanjut mengenai kluster ini.”

Sebelumnya, pelaksana tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan timnya mengusut tiga kluster rasuah. Menurut dia, penyelidikan yang dimulai pada Januari lalu itu menyisir kluster pertama, yakni dugaan jual-beli jabatan. “Praktik ini menggunakan dana saweran saat proses mutasi jabatan setingkat direktur jenderal,” kata Asep pada Rabu, 21 Juni lalu.

Namun Asep enggan membeberkan dua kluster dugaan pidana korupsi lainnya yang juga diusut KPK di Kementan. “Mohon rekan-rekan bersabar karena masih penanganan kluster kedua dan ketiga,” ujarnya.

Promosi Jabatan Rentan Korupsi

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Agus Pramusinto, mengatakan promosi atau kenaikan pangkat hingga mutasi di lingkungan kementerian dan lembaga memang rawan terjadi praktik jual-beli jabatan. Menurut dia, perlu independensi dan integritas dari panitia seleksi agar tidak mudah menerima pesanan dari Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), baik itu menteri maupun gubernur dan bupati di pemerintah daerah. “Karena masalah ini terjadi lantaran rendahnya integritas PPK,” ujarnya.

Menurut Agus, KASN hanya bisa mengawal proses promosi atau kenaikan pangkat pegawai di tahap awal, terutama dalam proses penentuan tiga kandidat seleksi promosi jabatan. Pengawasan dilakukan untuk memastikan tiga kandidat yang akan dipilih PPK telah memenuhi syarat. Namun KASN sulit mendeteksi adanya transaksi dalam proses selanjutnya.

Agus mencontohkan, biasanya, saat satu jabatan dilamar oleh enam sampai sepuluh calon, PPK yang nakal akan meminta panitia atau pegawainya menaikkan nilai tiga orang yang dipilihnya, meski nilainya kurang. Setelah tiga orang terpilih oleh panitia, kata dia, PPK berhak memilih siapa pun yang dia kehendaki. “Jadi, yang penting masuk tiga besar dulu karena tidak harus milih nomor satu. Di sinilah bisa terjadi transaksi,” ujarnya. “Siapa yang bayar, dia yang jadi.”

Agus menilai perlu adanya mekanisme pengisian jabatan melalui seleksi terbuka yang berdasarkan sistem meritokrasi, yakni berdasarkan kompetensi, kinerja, dan integritas. Tujuannya adalah sebagai upaya mengurangi jual-beli jabatan yang berpotensi terjadi di kementerian atau lembaga. “Tapi ini akan berjalan kalau ASN-nya juga bisa menjaga diri untuk tidak mau diperas,” ujarnya. (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: