Berita UtamaInforialPOLITIK & HUKUM

Kasus Pembunuhan Sumiaty Tetap Lanjut

  • Restorative Justice bukan untuk Kasus Pembunuhan

MANOKWARI, papuabaratnews.co Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat, Badrut Tamam, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan menghentikan penuntutan terhadap kasus pembunuhan yang dialami oleh Sumiaty Simanullang. Sebab perkara tersebut merupakan kasus pembunuhan terencana.

“Memang ada prosedur yang mengatur tentang penghentian penuntutan sebuah kasus. Namun ada syaratnya, bukan hanya sebatas permintaan maaf saja, dan itu bukan kasus pembunuhan,” kata Tamam melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Papua Barat Billy Wuisan kepada Papua Barat News di Manokwari, Selasa (13/10/2020).

Dijelaskannya, sesuai Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restorative Justice, perkara tindak pidana dapat ditutup demi hukum dan dihentikan penuntutannya jika beberapa persyaratan telah dipenuhi.

Diantaranya, Pertama, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Kedua, tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari lima tahun. Ketiga, tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 2,5 juta.

“Jadi tidak semua perkara dengan serta merta bisa dihentikan penuntutannya, dengan hanya berasaskan pada permintaan maaf atau damai secara adat. Berbeda halnya dengan delik aduan, tapi tetap ada pengecualian,” kata Wuisan.

Sebelumnya, terduga pembunuh Sumiati Simanullang, DI (28) sempat mengajukan permohonan damai dan meminta maaf atas perbuatannya kepada keluarga korban. Mediasi damai yang dijembatani oleh dua perwakilan suku yakni Arfak dan Batak itu tergelar di Polres Manokwari.

Informasi perihal adanya permohonan damai dan maaf tersebut dibenarkan oleh Natan Siahaan, suami dari mendiang Sumiati Simanullang saat dikonfirmasi Papua Barat News, Kamis (1/10/2020).

“Benar ada permintaan maaf dan damai dari DI. Tetapi perlu diingat, sebelum dia melakukan itu, saya sebagai umat kristiani sudah memaafkannya dan tidak pernah menuntut apa-apa selain proses hukum. Yang saya tuntut disini adalah keadilan, bukan uang,” ungkap Natan Siahaan.

Secara lugas, Natan menuturkan, bahwa saat melihat DI dipertemuan itu, Ia langsung merasa rancu terhadap pengakuan tersangka. Menurutnya, mungkin benar DI adalah sang eksekutor, namun hanya sebagai wayang bukan dalang.

“Saya simak tutur-cara DI dipertemuan itu langsung tidak yakin. Mungkin dia yang eksekusi tetapi otak dibalik semua itu bukan dia. Ini yang saya merasa rancu,” ujar Natan.

“Terus terang ya, hukum di Manokwari ini terlalu dipolitisir, itu tidak bisa kita pungkiri. Kita yang lemah ini bisa apa, kalau aparat penegak hukum saja tidak berdaya,” katanya lagi

Sementara, proses kasus tersebut hingga kini masih berada di meja penyidik Polres Manokwari. Masa perpanjangan penahanan DI masih dapat diperpanjang hingga 120 hari ke depan, terhitung sejak ditetapkannya sebagai tersangka pada 7 Juli 2020.

“Kami tetap menunggu pelimpahannya, dan karena itu kasus dengan ancaman hukuman diatas sembilan tahun, maka masa penahanannya masih bisa diperpanjang sampai selama 120 hari,” ujar Wuisan.

“Saya belum bisa berbagi fakta karena masih ditangani Polisi, berkas perkaranya belum kami terima. Kami tetap memantau perkara itu, karena merupakan atensi kami,” katanya lagi. (PB13)

**Artikel ini Telah Terbit di Harian PAPUA BARAT NEWS Edisi Rabu 14 Oktober 2020

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.