Keterwakilan Perempuan Mengkhawatirkan
JAKARTA – Seleksi calon komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2022-2027 beberapa waktu lalu sempat mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Ini karena dianggap tidak memerhatikan keterwakilan perempuan sebagaimana telah diatur dalam undang-undang.
Dari tujuh anggota KPU yang akhirnya dipilih oleh DPR, hanya terdapat satu orang perempuan (14,29 persen) dan dari lima anggota Bawaslu terpilih hanya ada satu perempuan (20 persen) .
Tren rendahnya keterlibatan perempuan sebagai penyelenggara pemilu ditengarai berlanjut dalam seleksi bakal calon anggota Bawaslu daerah di 25 provinsi yang prosesnya masih berlangsung. Mereka yang terpilih nantinya akan menggantikan pejabat sebelumnya yang akan berakhir pada September mendatang.
Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia menilai hasil tes tertulis dan tes psikologi seleksi bakal calon anggota Bawaslu provinsi tersebut secara umum menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan, terkait keterwakilan perempuan di dalam lembaga penyelenggara pemilu.
Tim seleksi di 25 provinsi telah mengumumkan daftar peserta yang lolos tes tersebut pada 25 Juli lalu. Data yang diperoleh dari Bawaslu menunjukkan, dari total 300 peserta yang lulus tes tertulis dan psikologi di 25 provinsi, hanya menghasilkan 59 peserta perempuan atau sekitar 19,7 persen.
Peneliti Puskapol UI, Hurriyah, mengatakan pihaknya secara khusus mencatat masih ada sejumlah persoalan terkait dengan pemenuhan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan dalam proses seleksi calon anggota Bawaslu provinsi.
Persoalan pertama adalah potret keterpilihan perempuan dalam tahapan seleksi tes tulis dan tes psikologi. Penelusuran data hasil seleksi menunjukkan masih rendahnya pemenuhan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan dalam setiap tahapan seleksi
Dari 25 provinsi, hanya ada dua provinsi dengan persentase keterpilihan perempuan lebih dari 30 persen dalam tahapan seleksi tes tertulis dan psikologi, yakni Bangka Belitung dan Jawa Tengah. Sedangkan, di 23 provinsi lainnya keterpilihan perempuan masih di bawah 30 persen.
Sebanyak enam provinsi bahkan hanya meloloskan satu perempuan pada tahapan tes tersebut. Keenam provinsi tersebut yakni Riau, Jambi, NTB, Maluku Utara, Sulawesi Utara, dan Gorontalo.
Rendahnya jumlah keterpilihan perempuan dalam tahapan seleksi ini, sebut Hurriyah, sangat berpotensi mempersempit peluang keterpilihan perempuan yang cukup di tahapan seleksi selanjutnya. “Dampak lebih jauh tentu saja tidak terpenuhinya angka minimal 30 persen keterwakilan perempuan di Bawaslu provinsi,” ujar pengajar di Departemen Ilmu Politik UI ini.
Sedangkan, persoalan kedua, kata Hurriyah yakni hambatan perempuan dalam proses seleksi. Ini terkait dengan keterbatasan informasi mengenai mekanisme proses seleksi, lingkungan politik yang tidak sensitif gender, hingga hambatan yang bersifat sosiokultural.
Kemudian, persoalan ketiga adalah komitmen tim seleksi dalam menerapkan kebijakan afirmasi pada tiap tahapan seleksi. “Kami melihat komitmen untuk menerapkan kebijakan afirmasi dalam setiap tahapan seleksi masih belum merata di semua tim seleksi,” jelas Hurriyah.
Anggota Bawaslu Lolly Suhenty yang dihubungi Republika terpisah, mengakui jumlah perempuan yang dinyatakan lulus pada tahapan tes tertulis dan tes psikologi masih di bawah angka afirmasi 30 persen. “Sedih juga dengan hasil tersebut,” kata dia.
“Rupanya dinamika di dalam tim seleksi luar biasa. Di awal pengarahan kepada tim seleksi sebenarnya kami telah mengingatkan agar memerhatikan afirmasi keterwakilan perempuan.,” ujar Lolly. “Memang, prosesnya dilakukan melalui objektivitas hasil tes tulis dan psikologi, sehingga pertimbangan aspek afirmasinya menjadi kurang.”
Menurut Lolly yang membawahi Divisi Pencegahan, Partisipasi, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu, tahapan seleksi sekarang masih berada di tangan tim seleksi di masing-masing provinsi. Nantinya tim tersebut akan menghasilkan enam calon anggota yang akan diserahkan ke Bawaslu RI pada 9-10 Agustus. Dari enam calon tersebut akan dipilih tiga sebagai angota Bawaslu provinsi.
Terkait agenda seleksi selanjutnya dan urgensi mendorong pemenuhan keterwakilan perempaun minimal 30 persen, Puskapol UI memberikan beberapa rekomendasi tim seleksi. Di antaranya, mendorong pemilihan anggota Bawaslu provinsi dengan prinsip inklusi dan keadilan gender, dengan menghadirkan keterpilihan yang proporsional antara perempuan dan laki-laki. (REP)