Kisah Warga Soal Bencana Kelaparan di Papua
NABIRE – Sejumlah pejabat di pemerintah pusat sibuk menyangkal soal terjadinya kelaparan di Papua. Apa yang sebenarnya terjadi di Distrik Agandugume, Lambewi, dan Oneri, di Kabupaten Puncak, Papua Tengah?
“Yang terjadi sebenarnya, warga di atas (Puncak) tidak punya lagi sumber makanan karena kekeringan di sana (atas). Di atas, turun itu seperti salju dia, yang kalau kita hirup, itu seperti menghirup racun. Jatuh ke tanaman dia, tanamannya mati sampai ke akar-akarnya, tanah menjadi kering,” kata Anis Labene, tokoh pemuda asal Puncak, yang sekarang berada di Nabire dilansir Republika, Sabtu (5/8/2023).
Menurutnya, kondisi cuaca ekstrim membuat ribuan masyarakat wilayah pegunungan di Papua Tengah mengalami gagal tanam. Kondisi tersebut yang membuat warga mengalami kelaparan karena tak ada sumber pangan sehari-hari. Ribuan warga dari Distrik Agundugume, Lambewi, dan Oneri di Kabupaten Puncak, berangsur-angsur turun ke distrik induk di Sinak. Mereka mengungsi karena kekeringan di wdataran yang lebih tinggi.
Anis Labene, tokoh pemuda asal Puncak, yang sekarang berada di Nabire kepada Republika menceritakan, kondisi tersebut sudah terasa sejak Juni 2023. Enam warga, Labene mengatakan meninggal dunia karena kondisi tersebut, termasuk satu balita.
Mereka yang meninggal dunia, Labene mengatakan, sudah tentu karena kehabisan sumber makanan di wilayahnya. Kebanyakan warga, kata Anis, selama ini, berkebun menanam umbi-umbian. Seperti ubi, maupun kentang untuk sumber pangan sehari-hari. “Karena tanaman masyarakat banyak yang mati, ternak banyak yang mati, masyarakat tidak bisa kasih makan, ” ujar Labene. Labene mengatakan banyak dari warga atas yang mengungsi ke bawah sudah dalam kondisi sakit.
Di Puncak, kata Labene, sulit mencari akses kesehatan.“Banyak dari mereka yang mengalami muntah-muntah darah, mencret, demam tinggi, mengalami pusing, dan sakit kepala,” ujar Labene. Sampai saat ini, kata Labene, cuaca di Papua Tengah, pun masih tak menentu. Di Puncak, kata dia, karena wilayahnya memang pegunungan, membuat cuaca menjadi dingin, dan sesekali turun es yang mengeringkan pertanahan. Di Sinak, yang menjadi distrik induk tujuan warga mengungsi, pun kerap mendung dan turun hujan. Di Nabire, sepanjang hari turun hujan sampai sore.
Namun dalam tiga hari belakangan, kata Labene penyaluran logistik perbantuan membuat situasi saat ini menjadi lebih baik. Dikatakan dia konsentrasi penyaluran perbantuan berada di Distrik Sinak. Banyak dari warga Puncak yang memilih atau dihimbau turun ke distrik induk tersebut untuk mempermudah pembantuan dan penyelamatan. “Kalau ke atas, itu susah sekali aksesnya. Karenanya warga di atas diminta turun,” begitu ujar Labene.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal (Letjen) Suharyanto menyampaikan, proses pengiriman logistik bantuan kemanusian ke Papua Tengah terus dilancarkan. Kata dia, pada Jumat (4/8/2023) dari Bandara Mozes Kilangin di Timika, melansir sebanyak 2,2 ton bantuan logistik ke Distrik Sinak. Bantuan logistik sebanyak 3,3 ton juga, dikatakan dia, dikirimkan ke Distrik Agandugume di wilayah terkena bencana kelaparan, akibat kekeringan.
BNPB mencatat, sampai Jumat (4/8/2023), bencana kelaparan dan kekeringan di wilayah Papua Tengah berdampak pada 7.500 jiwa. Tapi kata Letjen Suharyanto, BNPB, melalui pembantuan pemerintah pusat, daerah, menjamin ketersediaan kebutuhan masyarakat di wilayah-wilayah terkena bencana kelaparan, dan kekeringan tersebut. “Dukungan perbantuan ini, akan dilakukan terus menerus, dan BNPB selama masa tanggap darurat ini, akan membantu pengiriman-pengiriman bantuan, dan pengangkutannya,” begitu ujar dia dalam rilis resmi, Jumat (4/8/2023).
Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan, pihaknya akan lebih mengutamakan keselamatan warga daripada perdebatan status kelaparan di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Menyoal bantuan yang dikirimkan, sejauh ini disebut berangsur sampai ke lokasi warga.
“Saya lebih memprioritaskan keselamatan warga daripada menunggu kepastian status kebencanaannya. Memang saya dengar ada yang keberatan disebut bencana kelaparan,” kata Muhadjir lewat pesan singkat, Jumat (4/8/2023).
Berdasarkan pernyataan warga setempat kepada dia saat berkunjung ke Timika, kemarin, sayur dan umbi-umbian menjadi makanan pokok. Alhasil, saat ada dingin ekstrem dan kekeringan, membuat pangan yang ada membusuk hingga tak bisa dikonsumsi.
Ditanya proses bantuan lebih jauh dari pemerintah pusat dan daerah yang sudah disumbangkan, dia menyebut belum bisa dikirimkan ke distrik Agandugume. Pasalnya, cuaca dan alasan keamanan masih menjadi kendala.
“Para pilot dan maskapai penerbangan menolak terbang ke Agandugume karena alasan keamanan,” tuturnya. Dalam penjelasannya, tim logistik baru bisa terbang hingga ke Sinak. Dari sana, para warga Agandugume, disebut sudah datang dan mengambil bantuan.
Soal keamanan dari pihak-pihak tertentu seperti OPM, Muhadjir meyakinkan jika hal tersebut bukan kendala. Dia menjelaskan, sudah berkoordinasi dengan Pangdam, Bupati hingga para kepala suku jika lokasi penerbangan dan pendaratan aman dari berbagai hal.
“Tetapi kemarin saya sudah berkoordinasi dengan pangdam, bupati, juga para kepala suku untuk dipastikan lapangan udara Agandugume aman didarati pesawat. Sehingga bantuan bisa langsung ke lokasi. Karena tiga kampung yang terdampak yaitu Kampung Agandugume, Lambawe dan Oneri berdekatan,” ucapnya.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebelumnya menyebut sejumlah warga yang meninggal di Kabupaten Puncak, Papua Tengah tidak disebabkan karena kelaparan. Berdasarkan laporan Sekretaris Wilayah Daerah dan Kepala Dinas setempat, Mentan mengatakan, sejumlah warga yang meninggal tersebut menderita diare.
“Saya habis dua tiga hari, dua hari terakhir ini ngecek banget apa itu kelaparan membuat dia meninggal. Kok kalau meninggal kelaparan kok cuma satu keluarga? Jadi kelaparan itu bersifat masif. Oleh karena itu, yang ada menurut laporan dari Sekwilda dan Kadis setempat bukan kelaparan. Diare,” ujar Syahrul di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (2/8/2023). (REP)