Berita Utama

KPK Sebut OTT Penjabat Bupati Sorong Terkait Kongkalikong Audit BPK

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap lima orang di wilayah Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, Minggu (12/11/2023). Penangkapan itu terkait dengan pengondisian temuan audit keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya.

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin (13/11/2023), mengungkapkan, pada Minggu (12/11/2023) dini hari penyidik KPK melakukan OTT terhadap penyelenggara negara yang sedang terlibat korupsi di Kabupaten Sorong.

Lima orang yang ditangkap oleh KPK adalah Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso serta dua orang dari pihak Pemerintah Kabupaten Sorong, yaitu EF dan MS. Selain itu, KPK juga menangkap dua orang dari pihak BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya, yaitu DP dan AH.

”Tiga orang pejabat Pemerintah Kabupaten Sorong dan dua orang pemeriksa BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat Daya ditangkap atas dugaan korupsi pengondisian temuan dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu BPK untuk wilayah Provinsi Papua Barat Daya Tahun Anggaran 2023,” kata Ali.

Semua pihak yang disangka itu, kata Ali, masih akan diperiksa oleh penyidik KPK. Perkembangan lebih lanjut akan disampaikan dalam waktu 1 x 24 jam setelah para pihak diperiksa.

Berdasarkan informasi yang dihimpun PAPUABARATNEWS Online, tim KPK dan lima orang yang ditangkap itu sudah diterbangkan dari Sorong menuju Jakarta sejak pukul 15.00 waktu Indonesia timur (WIT).

Sejak Senin pagi, sejumlah ruangan di kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Sorong yang berlokasi di kompleks kantor Bupati Sorong telah disegel oleh KPK.

Kepala Kepolisian Resor Kota Sorong Komisaris Besar Happy Perdana mengatakan, seusai OTT, KPK lalu melanjutkan pemeriksaan di salah satu ruangan Mapolresta Sorong. Adapun setelah pemeriksaan yang dimulai sejak pagi hingga siang tersebut, Yan Piet dan sejumlah pejabat lalu dibawa ke Jakarta pada Senin sore waktu setempat melalui penerbangan di Bandar Udara Domine Eduard Osok, Sorong.

Sementara itu, kuasa hukum Penjabat Bupati Sorong, Hadi Tuasikal, mengungkapkan, dirinya belum mendapatkan informasi bentuk yang disangkakan KPK tersebut kepada Yan Piet. ”Belum ada informasi kasus yang disangkakan. Informasi dari keluarga, salah satu ruangan yang biasa digunakan untuk menerima tamu disegel. Selanjutnya, saya akan mendampingi (Bupati Yan Piet) di Jakarta,” ucapnya.

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Daerah Kabupaten Sorong Cliff Agus Yapsenang menyatakan, ia saat ini masih menjalani pengobatan di Jakarta sehingga belum menerima informasi detail perihal penangkapan sejumlah pejabat di Kabupaten Sorong. Namun, Cliff Agus memastikan aktivitas pemerintahan tetap berlangsung normal. Dia telah menugaskan jajaran di kesekretariatan daerah serta pimpinan perangkat daerah untuk memastikan pelayanan publik tidak terganggu.

”Sebagai pejabat administrasi, sekarang saya bertanggung jawab untuk penyelenggara pemerintahan memastikan berjalan normal meskipun belum ada penunjukan sebagai pelaksana harian (Plh Bupati Sorong),” ujarnya.

Kemendagri evaluasi

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Yudia Ramli mengatakan, pada prinsipnya Kemendagri menghormati dan mendukung proses hukum terhadap Penjabat Bupati Sorong yang terkena operasi tangkap tangan. Kemendagri segera berkoordinasi dan mengonfirmasi temuan itu kepada KPK. Setelah itu, baru Kemendagri akan menentukan langkah pembinaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

”Lebih konkretnya lagi, Kemendagri akan mengevaluasi, memperketat, dan lebih selektif lagi dalam proses penunjukan penjabat kepala daerah,” kata Yudia Ramli.

Kasus korupsi untuk mengondisikan hasil audit BPK bukan yang pertama kali ditangani oleh KPK. Bekas Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin juga pernah ditangkap KPK karena memberikan suap kepada BPK Perwakilan Jawa Barat agar laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Bogor memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk ketujuh kalinya. Ade juga telah divonis empat tahun penjara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat, pada September 2022.

Terkait dengan itu, Ali Fikri mengatakan, KPK menyadari bahwa proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK terbukti belum memberikan efek jera. Ke depan, strategi yang diterapkan oleh KPK untuk memberikan efek jera adalah dengan memiskinkan koruptor dengan cara merampas harta hasil korupsinya. KPK tidak hanya akan berfokus pada pemenjaraan badan. (sem/kom)

 

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.