Libatkan MRP Dalam Pembahasan Revisi UU Otsus Papua
MANOKWARI, papuabaratnews.co – Panitia Khusus (Pansus) Otsus Papua DPR RI bersama dengan pemerintah tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (UU Otsus) bagi Provinsi Papua dan Papua Barat. Rencana perubahan UU Otsus tersebut menjadi sorotan banyak pihak terutama masyarakat Papua.
Senator Filep Wamafma berharap pemerintah melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) dalam pembahasan revisi UU Otsus tersebut.
Menurut Filep, selain melibatkan MRP dan MRPB sebagaimana amanat UU Otsus Papua, kedua lembaga tersebut juga merupakan representasi kultural Orang Asli Papua (OAP) yang juga bertanggung jawab atas perlindungan hak dan kesejahteraan masyarakat Papua terutama OAP.
“MRP dan MRPB secara undang-undang adalah bagian dari pada pemerintah di daerah yang berkewajiban untuk memberikan kepastian, proteksi dan memberikan pertimbangan-pertimbangan terkait dengan implementasi Undang-Undang Otsus. Keterwakilan dari lembaga MRP selain sebagai mitra pemerintah, juga sebagai representasi lembaga yang mewakili kultur perempuan, penghormatan terhadap adat dan budaya di tanah Papua,” ujar Filep Wamafma dalam keterangan resmi, Minggu (20/6/2021).
Filep Wamafma mengatakan apabila syarat formal tersebut diabaikan oleh pemerintah pusat tanpa memperhatikan hak melalui keterlibatan MRP dan MRPB sesuai dengan prosedur formal pengusulan RUU dan sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang, sehebat apa pun undang-undang disahkan UU Otsus tidak akan pernah mampu terwujud di tanah Papua.
“Bagi saya 20 tahun yang lalu menjadi catatan sejarah kelam dan jika rakyat Papua menjadi apatis terhadap kebijakan otsus maka yang ada adalah perlawanan rakyat terhadap pemerintah, perlawanan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat dan apa yang diharapkan tidak tercapai yaitu tujuan bernegara dan cita-cita kebangsaan tidak akan pernah terwujud,” tegas Senator Filep.
Lebih lanjut, Filep Wamafma juga menyampaikan apresiasi kepada Pansus Otsus DPR RI dan pemerintah yang telah memahami aspirasi bahwa revisi Otsus tidak hanya terbatas pada dua pasal.
Akan tetapi, Senator Filep yang juga sebagai Ketua Timja Otsus Papua DPD RI mengatakan bahwa pemerintah harus membuka ruang dan kesempatan kepada semua pihak termasuk MRP dan MRPB serta para stake holder di daerah sesuai mekanisme formal untuk terlibat dalam pembahasan RUU Otsus.
Menurutnya, apabila hal tersebut dilaksanakan maka UU Otsus yang disahkan nantinya akan menjadi kewajiban bagi semua pihak sebagai warga negara dalam melaksanakan UU Otsus dan menghindari apatisme berbagai pihak terutama masyarakat Papua.
“Sekali lagi, kami hormati pemerintah pusat tetapi juga berharap untuk membuka hati, membuka telinga, membuka mata untuk melihat dari dekat bagaimanakah gejolak politik yang berkembang di Papua. Kita berharap Presiden Jokowi dapat bijak untuk melihat situasi dengan terlebih dahulu melakukan dialog dengan lembaga dan pihak terkait dalam rangka mewujudkan Papua damai menuju Papua yang sejahtera, adil dan makmur,” ujar Filep.
Libatkan masyarakat Papua
Peneleti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rosita Dewi mengatakan otonomi khusus (Otsus) Papua merupakan upaya resolusi konflik untuk Papua yang merupakan hasil kompromi Papua dan Jakarta.
Dengan demikian Otsus bukan hanya persoalan dana Otsus tetapi inti Otsus Papua yakni rekognisi terhadap masyarakat adat Papua dan penghormatan terhadap hak-hak dasar masyarakat adat Papua.
“Inilah catatan pentingnya. Jadi hal ini harus menjadi perhatian ketika melakukan revisi Otsus ini,” ucapnya.
Selain itu dalam melakukan revisi terhadap UU Otsus harus melalui evaluasi menyeluruh implementasi UU Otsus. Sehingga nantinya hasil evaluasi yang menyeluruh tersebut akan terlihat mana yang belum terimplementasi atau belum optimal dalam pelaksanaannya.
“Apa yang menghambat dari implementasinya, dari situ baru kita tahu apakah memang perlu revisi atau bahkan rekonstruksi dari Otsus itu. Ini harus melibatkan semua elemen di Papua,” tegasnya.
Rosita yang dihubungi, Minggu (20/6/2021) menekankan evaluasi harus melibatkan elemen Papua sebanyak-banyaknya. Dengan demikian yang menjadi keinginan dan kebutuhan Papua berasal dari aspirasi masyarakat asli Papua.
“Ini untuk tetap menjaga legitimasi Otsus Papua di tengah penolakan Otsus dr bbrp kelompok di Papua,” tukasnya.
Sebelumnya, diketahui MRP dan MRPB telah mengajukan sengketa kewenangan lembaga kepada MK yang berisi permohonan kepada Presiden Joko Widodo untuk menghentikan sementara seluruh tahapan pembahasan Perubahan Kedua Rancangan UU Otsus sampai dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi
MRP dan MRPB juga memohon untuk adanya putusan yang menyatakan Termohon (Presiden Republik Indonesia) tidak memiliki kewenangan konstitusional untuk mengusulkan perubahan kedua UU Nomor 21 Tahun 2001.
Atas adanya gejolak politik tersebut, Senator Filep berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali untuk menemukan solusi yang tepat demi kedamaian dan kesejahteraan masyarakat Papua. (RLS/RED)
**Berita ini Telah Diterbitkan di harian Papua Barat News Edisi Senin 21 Juni 2021