Lika Liku Menindak Pengayaan Terlarang
JAKARTA – Istilah illicit enrichment atau pengayaan terlarang kian sering didengar bersamaan dengan bergulirnya kasus harta jumbo bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Rafael Alun Trisambodo. Istilah ini, antara lain, disebut oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nawawi Pomolango kala membahas kasus Rafael.
Saat ditemui di kantornya pada pekan lalu, Nawawi menjelaskan bahwa Rafael tidak bisa langsung ditindak hanya karena jumlah harta kekayaannya yang diduga tidak wajar. Musababnya, Indonesia belum mengadopsi konsep illicit enrichment. “Konsep tersebut belum terakomodasi di undang-undang kita,” katanya, pekan lalu.
Konsep illicit enrichment masuk dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi alias UNCAC. Illicit enrichment, apabila diadopsi, akan mengatur mengenai kekayaan pejabat publik yang dianggap di luar logika pendapatan sahnya. Apabila konsepsi itu dianut, penegak hukum dapat memidanakan pejabat publik yang memiliki harta dalam jumlah tidak wajar.
Indonesia sejatinya telah meratifikasi UNCAC sehingga semestinya wajib segera mengatur delik illicit enrichment dalam sistem hukumnya. “Indonesia jauh ketinggalan dari negara-negara lain dalam urusan ini. Ini perkara komitmen dan keseriusan,” ujar pengajar di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah.
Herdiansyah mengatakan, secara teknis, Indonesia dapat mengatur perkara kekayaan tidak wajar dalam dua opsi: membuat UU khusus yang mengatur illicit enrichment atau menanamkan pengaturan itu dalam UU Tindak Pidana Korupsi. Selama belum memiliki pengaturan sendiri, ia melihat para penegak hukum harus mengambil jalan memutar dalam menindak kasus dugaan kekayaan tidak wajar, misalnya melalui delik pencucian uang. “Ini membutuhkan komitmen dan keseriusan,” ujarnya.
Tim Advokasi dan Kampanye Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Gulfino Guevarrato, menjelaskan bahwa konsep illicit enrichment muncul dari rasionalisasi kekayaan yang terlihat dengan kalkulasi pendapatan aparatur negara.
Sebagai catatan, aturan yang mengatur besaran gaji dan tunjangan aparatur negara harus dapat diakses publik. Dengan demikian, masyarakat bisa menduga seberapa rasional harta yang dimiliki seorang pejabat publik dibanding potensi pendapatannya.
Apabila konsep illicit enrichment telah diadopsi, penyelesaian perkara harta tidak wajar itu adalah dengan pembuktian terbalik. Tertuduh harus bisa membuktikan dan merasionalisasi kekayaan tersebut bersumber dari mana. Jika tidak berhasil, berpotensi kuat berasal dari hasil korupsi, penyalahgunaan posisi, atau tindakan lain yang dilarang undang-undang untuk memperoleh pendapatan tambahan. (TEM)