Mayor Isak Didakwa Melanggar HAM Berat Paniai
MAKASSAR – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Kelas I Khusus Makassar, Sulawesi Selatan, mendakwa Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu melanggar hak asasi manusia (HAM) berat di Kabupaten Paniai, Papua, Rabu (21/9/2022).
Isak yang saat itu Perwira Penghubung Kodim 1705/Paniai dianggap bertanggungjawab dalam insiden penembakan yang menewaskan empat warga sipil.
Dalam sidang perdana dugaan tindak pidana HAM di ruangan Prof. Bagir Manan PN Kelas I Khusus Makassar itu, JPU Erryl Prima Putra Agoes menjelaskan pada Senin, 8 Desember 2014, sekira pukul 11.00 WIT di Lapangan Karel Gobay dan Koramil 1705-02/Enarotali , terdakwa Mayor (Purn) Isak Sattu telah melihat dan membiarkan anggotanya mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata dengan tidak mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut.
Saat massa merangsek masuk ke kantor koramil tersebut, salah satu anggota terdakwa melakukan tembakan peringatan dan memohon petunjuk dan meminta sikap terdakwa selaku perwira penghubung saat itu.
“Namun terdakwa tidak memberikan petunjuk bawahannya agar tidak melakukan tindakan untuk mencegah atau menghentikan melakukan penembakan dan kekerasan yang mengakibatkan empat orang warga sipil mati,” kata Erryl yang juga Direktur Pelanggaran HAM Berat pada Jampisus Kejagung RI.
Dari insiden itu, tercatat 14 orang sebagai korban, yang 10 orang di antaranya mengalami luka-luka dan empat orang meninggal dunia, yakni Alpius Youw, (luka tembak pada punggung belakang sebelah kiri), Alpius Gobay (luka tembak tembus masuk perut kiri dan luka pinggang di sebelah kanan), Yulia Yeimo, (luka tembak tembus di perut sebelah dan keluar dari pinggang sebelah kanan), dan Simon Degei (luka tusuk benda tajam pada dada kanan).
Terdakwa diancam pidana dalam dakwaan kesatu Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selanjutnya, dakwaan kedua Pasal 42 ayat 1 huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan HAM PN Kelas IA Khusus Makassar Sutisna Sawati mengatakan sidang dilanjutkan pada Rabu (28/9), dengan agenda pemeriksaan saksi.
“Sidang akan dilanjutkan pada, Rabu 28 September. Agenda, pemeriksaan saksi karena tidak ada eksepsi (nota keberatan). Kita susun kembali, karena menurut aturan sidang 180 hari dan ini sudah berjalan 99 hari sejak Juni didaftarkan. Ditargetkan diputus 7 Desember 2022,” kata Sutisna Sawati.
Dari pembacaan dakwaan, kejadian bermula pada Minggu 7 Desember 2014, pukul 17.30 WIT, warga kampung Ipakiye Tanah Merah (dekat pegunungan) meminta sumbangan kepada pengguna jalan di Jalan Enarotali- Madi Kilometer untuk acara perlombaan Pondok Natal Desember 2014.
Namun, dari arah Enarotali menuju Madi, anggota TNI nyaris menabrak seorang warga bernama Benyamin Kudiai sehingga terjadi cekcok mulut. Anggota TNI itu kembali melanjutkan perjalanan.
Beberapa saat kemudian, sejumlah aparat TNI kembali datang dengan mobil ke Pondok Natal Gunung Merah dan membuat kericuhan serta pemukulan empat orang yang kini menjadi saksi. Saksi kemudian melaporkan kepada Kepala Distrik Paniai Timur dan ke Polsek Paniai untuk mencari pelaku, namun tidak ditemukan.
Pada 8 Desember 2014, sekitar pukul 07.00 WIT, sekelompok orang memblokir jalan di depan Pondok Natal Gunung Merah Jalan Lintas Madi-Enarotali Kilometer 4Â hingga menyebabkan akses jalan tertutup. Polisi berusaha melakukan pendekatan, namun tidak berhasil.
Hingga kemudian situasi semakin memanas, dengan massa menuju Lapangan Karel Gobay sambil melakukan tarian perang (Waita). Saat melewati Markas Koramil 1705-02/Enarotali, massa berusaha merangsek masuk meski sudah ditutup atas perintah terdakwa hingga terjadi insiden penembakan tersebut.
Tak Ajukan Eksepsi
Sementara itu, terdakwa Mayor Inf (PURN) Isak Sattu sempat menyampaikan keberatan atas apa yang disampaikan JPU dalam surat dakwaan. Menurut Isak, uraian kejadian yang disampaikan JPU bahwa kejadian itu direncanakan ialah tidak benar.
“Bahwa dikatakan saya sebagai terdakwa seperti uraian ini, kejadiannya seperti direncanakan. Padahal, kejadiannya itu mendadak. Apa itu bisa disebut direncanakan?” kata Isak.
Tim penasihat hukum dan terdakwa tidak mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang disampaikan oleh tim penuntut umum.
“Jadi, kami pahami dari segi locus dan tempus. Oleh karena itu, dari segi formal, eksepsi kami tidak ajukan,” kata kuasa hukum Syahrir Cakkari.
Dari pembacaan dakwaan oleh JPU, baik dari sisi uraian, rentetan waktu, riwayat kejadian, locus, dan tempus, dia mengatakan hal itu sudah dipahami. Namun, dia menambahkan, masih perlu perbaikan terkait ada keterangan terdakwa tidak dimasukkan ke surat dakwaan.
“Kami berkesimpulan bahwa kita tidak mengajukan eksepsi dan akan masuk pada pemeriksaan perkara. Tadi, diskusi sempat diajukan oleh terdakwa adanya kejanggalan terhadap uraian keterangan disampaikan terdakwa pada saat penyidikan, tapi itu tidak dikutip secara baik di dalam surat dakwaan. Tapi, hal tersebut bisa berkaitan dengan pokok perkara,” jelasnya. (ANT)