Berita Utama

Mekanisme Pengusulan Calon Penjabat tak Demokratis

JAKARTA – Peneliti dari Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Rozy Brilian mengatakan, mekanisme pengusulan calon penjabat kepala daerah telah melanggar konstitusi karena tidak demokratis. Penjabat kepala daerah, dia mengingatkan, diberi kewenangan untuk melaksanakan kepentingan publik. Karena itu, seharusnya para calon juga dipilih oleh publik. “Sayangnya, pemilihan penjabat tidak melibatkan masyarakat,” kata Rozy.

Mekanisme tidak transparan juga berbahaya karena tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan dan asas tata kelola pemerintahan yang baik. Asas ini, kata Rozy, semestinya diwujudkan untuk mencegah penjabat kepala daerah justru diduduki oleh calon dengan rekam jejak yang buruk dan sarat konflik kepentingan politik.

Sementara di mata pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, pemilihan penjabat kepala daerah menjelang Pemilihan Umum 2024 memang kental dengan nuansa politik praktis. Partai politik di DPRD akan mengajukan aparatur sipil negara yang bisa mengakomodasi kepentingan elektoral mereka. “ASN memang harus netral, tapi faktanya, kalau bicara politik, mereka tak netral,” kata Ujang. “Apalagi ini masuk tahun politik pasti tak akan netral.”

Ujang khawatir penjabat yang dipilih dengan proses sarat kepentingan politik akan membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan dirinya dan kelompoknya. Yang paling jamak, kata dia, penjabat akan membuat kebijakan yang seolah pro-rakyat, seperti program bantuan sosial. “Kemudian mereka akan memberikan langsung ke masyarakat untuk pencitraan,” kata Ujang.

Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benny Irawan, memastikan pemerintah berupaya memilih penjabat kepala daerah yang tidak mempunyai konflik kepentingan dan rekam jejak bermasalah. Pemerintah, kata dia, telah meminta secara khusus kepada Badan Intelijen Negara untuk meneliti secara detail rekam jejak para calon penjabat kepala daerah. “Sekarang informasi dari publik juga sangat kuat untuk membantu informasi,” kata Benny.

Selain itu, menurut Benny, regulasi yang menjadi rujukan pemilihan penjabat kepala daerah telah mengatur proses evaluasi. Masa jabatan penjabat kepala daerah paling lama hanya satu tahun, meski bisa diperpanjang dengan orang yang sama atau berbeda. Adapun evaluasi dilakukan oleh Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri setiap tiga bulan sekali terhadap penjabat kepala daerah. “Kalau memang dianggap kurang atau tidak netral, bisa dievaluasi dan dibina,” kata Benny. “Kami membuka diri agar publik, media, dan lembaga swadaya masyarakat untuk ikut mengawasi.” (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.
%d blogger menyukai ini: