Melawan Sulap Penyelenggara Pemilu
JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merampungkan tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilihan Umum 2024. Rabu lalu, setelah menggelar rapat pleno, KPU mengumumkan penetapan 17 partai sebagai peserta pemilu. Namun sejumlah kalangan menilai keputusan ini pincang lantaran tak jelasnya penanganan dugaan manipulasi yang merebak dalam proses verifikasi faktual tiga bulan terakhir.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, mengatakan manipulasi data dalam proses verifikasi partai politik merupakan bentuk kecurangan yang mencederai demokrasi. Karena itu, mencuatnya dugaan kasus tersebut di sejumlah daerah semestinya ditangani serius. “Kalau terbukti, pihak-pihak yang melakukan dan memerintahkan manipulasi perlu ditindak tegas,” kata Khoirunnisa, Kamis (15/12/2022), dilansir Tempo. “Integritas pemilu kita jadi taruhannya.”
Penetapan partai politik peserta Pemilu 2024 kemarin diambil setelah KPU menggelar tahapan pendaftaran dan verifikasi sejak akhir Juli lalu. Sesuai dengan ketentuan, penetapan memang harus diambil paling lama 14 bulan sebelum penyelenggaraan pemilu pada 14 Februari 2024. Kemarin adalah masa tenggatnya.
Pelaksanaan tahapan pemilu itu menjadi gaduh dalam sepekan terakhir. Pasalnya, sejumlah penyelenggara pemilu di beberapa daerah menguak dugaan manipulasi untuk meloloskan sejumlah partai dalam verifikasi faktual—tahapan pemeriksaan terhadap syarat kepengurusan dan keanggotaan partai, khusus partai yang tak punya kursi di parlemen atau partai baru. Manipulasi itu disinyalir terjadi karena adanya intervensi dan intimidasi dari pejabat KPU, baik di pusat maupun di provinsi.
Dugaan manipulasi yang dimaksudkan adalah mengubah hasil verifikasi faktual beberapa partai politik, dari semula tidak memenuhi syarat menjadi memenuhi syarat. Praktik ini ditengarai marak terjadi dalam verifikasi faktual yang dilakoni KPU daerah, seperti di Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Tengah.
Toh KPU bergeming. Dalam rapat pleno tersebut, KPU menetapkan 17 partai politik sebagai kontestan dalam Pemilu 2024, lebih banyak dibanding pemilihan sebelumnya yang hanya diikuti 16 partai. Sembilan partai di antaranya adalah partai-partai yang saat ini memiliki perwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat. Sejak Oktober lalu, sembilan partai ini telah dinyatakan lolos verifikasi administrasi—tanpa menjalani verifikasi faktual.
Adapun delapan partai lainnya yang lolos merupakan partai non-parlemen atau partai anyar, yaitu Partai Garuda, Partai Solidaritas Indonesia, Partai Bulan Bintang, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Persatuan Indonesia, Partai Buruh, Partai Gelora, dan Partai Kebangkitan Nusantara. Sebelum dinyatakan lolos, partai-partai ini sebelumnya menjalani verifikasi administrasi dan verifikasi faktual. Partai Ummat, partai baru besutan politikus Amien Rais, menjadi satu-satunya partai yang gagal menjadi kontestan Pemilu 2024 karena tak memenuhi syarat dalam verifikasi faktual.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan keputusan lembaganya berpegang pada dokumen formal yang disampaikan KPU provinsi, seperti berita acara verifikasi faktual di daerah. Sedangkan KPU Pusat, menurut dia, belum menemukan adanya penyelenggara pemilihan di daerah yang memanipulasi data hasil verifikasi faktual. “Dugaan itu hanya kami baca di media. Sedangkan sekarang rekapitulasi sudah lewat dan KPU sudah melakukan pleno terbuka penetapan partai politik peserta pemilu,” kata dia. “Kami bekerja berdasarkan kepastian hukum.”
Idham menuturkan pihak yang merasa keberatan dengan keputusan KPU dapat mengajukan sengketa proses pemilu kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Proses hukum dugaan pelanggaran pemilu, kata dia, telah diatur dalam Pasal 466-472 Undang-Undang Pemilu. “Bagaimana KPU bisa mengubah keputusan yang ada di pasal soal sengketa proses pemilu itu?” ujarnya.
Audit Sipol hingga Pelaporan Dugaan Pidana
Pasal-pasal dalam Undang-Undang Pemilu yang disebutkan Idham mengatur sengketa proses pemilu. Adapun sengketa proses pemilu yang dimaksudkan sebenarnya merupakan perselisihan antar-peserta pemilu, atau sengketa antara peserta pemilu dan penyelenggara pemilu atau keputusan KPU. Dalam kasus Partai Ummat, misalnya, partai tersebut dapat mengajukan sengketa atas keputusan KPU yang tak meloloskan mereka sebagai partai peserta Pemilu 2024.
Khoirunnisa menjelaskan, keputusan Bawaslu dalam sengketa proses pemilu bersifat final dan mengikat kecuali untuk pelanggaran verifikasi partai peserta pemilu, penetapan calon Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden. “Pada sengketa yang dikecualikan itu bisa dibawa sampai ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” kata dia.
Namun dugaan manipulasi dalam proses verifikasi faktual partai politik ini lain soal. Perludem, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih, menilai kasus ini merupakan bentuk kecurangan, ketidakprofesionalan, atau keberpihakan kepada calon peserta pemilu tertentu. Laporan atas dugaan pelanggaran tersebut dapat dilayangkan masyarakat kepada Bawaslu atau Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) jika ada indikasi pelanggaran etik oleh pejabat KPU.
Sejak Senin lalu, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Bersih telah membuka layanan pengaduan untuk menampung laporan dugaan manipulasi dalam proses verifikasi partai politik. (TEM)