Mendagri Sebut Paulus Waterpauw Diusulkan MRPB
JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian resmi melantik Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP Kementerian Dalam Negeri Komisaris Jenderal (Purn) Paulus Waterpauw sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat pada Kamis, 12 Mei 2022.
Paulus Waterpauw dilantik karena Gubernur Dominggus Mandacan dan Wakil Gubernur Mohamad Lakotani akan habis masa jabatannya, sementara Pilkada serentak baru akan digelar 2024.
Selain Paulus Waterpauw, empat pejabat gubernur yang juga dilantik kemarin adalah Sekretaris Daerah Banten Al Muktabar sebagai penjabat Gubernur Banten, Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin sebagai penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, dan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Akmal Malik sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat, serta Staf Ahli Menteri Pemuda dan Olahraga Hamka Hendra Noer sebagai Penjabat Gubernur Gorontalo.
Tito menyatakan, penetapan lima penjabat itu telah melalui sidang yang cukup demokratis meskipun penetapan itu tidak mengikuti pertimbangan Mahkamah Konstitusi (MK), yakni agar pengisian penjabat kepala daerah demokratis, maka pemerintah perlu menerbitkan peraturan pelaksana.
”Mendagri mengajukan nama-nama calon (penjabat kepala daerah) kepada presiden sesuai masukan dari tokoh-tokoh masyarakat, suara-suara lembaga-lembaga masyarakat, seperti Majelis Rakyat Papua Barat (MRP). Presiden kemudian melakukan sidang Tim Penilai Akhir (TPA) yang diikuti oleh sejumlah menteri dan kepala lembaga untuk menentukan. Mekanisme melalui sidang itu cukup demokratis,” ungkap Tito dalam sambutannya seusai melantik para penjabat gubernur.
Tito menyampaikan, proses pemilihan para penjabat sesuai dengan aturan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sesuai kesepakatan antara pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu, pilkada akan dilakukan secara serentak pada 27 November 2024. Sesuai UU Pilkada, kekosongan masa jabatan gubernur diisi dengan pejabat pimpinan tinggi madya (JPT madya). JPT madya setara dengan pejabat eselon I.
Waterpauw diusulkan MRPB
Terkait penunjukan Paulus Waterpauw sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat, Tito mengatakan mantan Kapolda Papua Barat 2014-2015 itu diusulkan oleh Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) dan Lembaga-lembaga adat.
“Pak Paulus Waterpauw ini kan usulan dari Majelis Rakyat Papua Barat, juga usulan lembaga-lembaga adat di sana,” kata Mendagri Tito Karnavian di Jakarta Kamis.
Selain usulan tersebut, Mendagri Tito mengatakan pertimbangan lainnya dalam menunjuk Paulus Waterpauw adalah setelah melihat rekam jejak, kinerja serta kemampuan akademis dari Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP Kementerian Dalam Negeri tersebut. “Beliau punya rekam jejak yang pengalaman di Papua, pernah jadi Kapolda Papua, Kapolda Papua Barat, dan yang penting juga beliau adalah putra Papua, orang asli Papua, kita menghormati itu,” kata dia.
Karena itu, kata Tito, dengan seluruh pengalaman yang dimiliki Paulus Waterpauw diharapkan dapat menjaga berbagai aspek di Papua Barat selama masa jabatan Paulus. “Dengan segenap pengalamannya dan kemampuan akademiknya, jam terbangnya, kita berharap bisa menjaga keberlangsungan stabilitas politik pemerintahan keamanan sekaligus juga mempercepat pembangunan di Papua Barat,” ucapnya.
Tidak dengar suara kontra
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay, gusar akan penunjukan jenderal polisi sebagai penjabat Gubernur Papua Barat. “Kami khawatir semakin tidak didengarkannya suara kontra terhadap isu-isu ini,” kata Emanuel, kemarin.
Ia mencontohkan penangkapan tujuh demonstran penentang pemekaran provinsi di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Papua. Polisi menangkap mereka dengan tudingan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menurut Emanuel, kualifikasi putra daerah seharusnya tidak menjadi patokan penunjukan penjabat gubernur. Penjabat gubernur semestinya mendapat dukungan politik yang kuat dan berimbang di daerah agar ia tak hanya menjalankan agenda pemerintah pusat.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah, Herman Nurcahyadi Suparman, mengatakan kekosongan kepala daerah definitif akan berlangsung hingga dua tahun. Padahal biasanya kekosongan kepala daerah definitif hanya sekitar enam bulan. Karena itu, kata Herman, pemerintah sebaiknya melibatkan publik dalam penentuan penjabat gubernur, bupati, dan wali kota.
“Penjabat kepala daerah juga harus merancang serta menyusun anggaran dan kegiatan dalam waktu satu tahun anggaran sehingga lingkup kerjanya sangat banyak,” kata dia.
Penjabat gubernur tersebut akan bertugas selama satu tahun dan dapat dipilih kembali hingga pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada 2024. Tercatat sebanyak 271 kepala daerah akan berakhir masa jabatannya pada 2022 dan 2023. Mereka akan digantikan penjabat kepala daerah. (PB1)