Berita Utama

Menjamin Orang Asli Papua Jadi ASN

JAKARTA – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah menyepakati hasil pembahasan tiga rancangan undang-undang pembentukan tiga provinsi baru di Papua. Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia Tandjung, yang memimpin rapat, mengetok palu tanda persetujuan hasil pembahasan ketiga RUU pemekaran Papua dalam rapat tingkat satu, kemarin.

Doli mengklaim masyarakat Papua juga menyetujui pembentukan ketiga provinsi tersebut, yaitu Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan. “Hasil kunjungan kami di Papua, baik di Merauke maupun Jayapura, masyarakat yang diwakili berbagai elemen tidak lagi mempersoalkan apakah pemekaran ini diterima atau tidak diterima,” kata Doli di DPR, Selasa (28/6/2022).

Menurut Doli, masyarakat hanya menuntut agar pemekaran daerah ini menjamin keberadaan orang asli Papua (OAP). “Jadi, semacam ada affirmative action, dan mereka berharap agar migrasi orang-orang dari luar Papua dikendalikan,” kata dia.

Politikus Partai Golkar ini mengatakan Komisi II dan pemerintah mengakomodasi permintaan tersebut dengan memasukkan aturan khusus di bidang aparatur negara dalam RUU ketiga provinsi. Dalam RUU ini diatur jatah aparatur sipil negara (ASN) bagi orang asli Papua di tiga provinsi baru tersebut mencapai 80 persen.

Aturan lainnya, calon ASN yang berasal dari orang asli Papua maksimal berusia 48 tahun. Ketentuan ini berbeda dengan aturan penerimaan ASN selama ini, yaitu maksimal berusia 35 tahun.

“Lalu, pegawai honorer OAP yang terdaftar kategori II di BKN menjadi CPNS yang berusia paling tinggi 50 tahun. Jadi, ini sudah kami atur sedemikian rupa sebagai bentuk afirmasi,” ujar Doli.

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang saat ini menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ad-interim, Mahfud Md., senada dengan Doli. Mahfud mengatakan pemerintah mempertimbangkan kearifan lokal Papua dalam pengisian ASN di provinsi baru tersebut.

“Nanti komposisinya 80 persen orang asli Papua dan 20 persen non-OAP,”  kata Mahfud.

Pasal khusus yang mengatur pengadaan ASN tersebut memuat ketentuan peralihan untuk masa jabatan pertama di provinsi baru hasil pemekaran Papua. Misalnya, menerima calon pegawai negeri sipil, pegawai honorer kategori II, dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja diangkat dari unsur orang asli Papua. Untuk pengisian formasi ASN ini nantinya akan dibuatkan juga peraturan menteri secara khusus.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar, mengatakan pasal-pasal yang mengatur soal usia calon ASN diubah agar jatah 80 persen ASN yang berasal dari orang asli Papua dapat terpenuhi.

“Kalau hendak memenuhi 80 persen OAP, dengan hukum yang tersedia, tidak memungkinkan (untuk tercapai),” kata Bahtiar.

Pegiat hak asasi manusia Papua, Yones Douw, tetap mengkritik pemekaran Papua tersebut. Yones mengklaim bahwa pembentukan tiga provinsi baru itu tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua. “Pro-pemekaran itu para bupati, pejabat, dan kepala suku yang difasilitasi pemerintah. Sedangkan yang kontra adalah mahasiswa, pemuda, dan masyarakat akar rumput,” kata Yones.

Ia berpendapat pembagian kuota ASN 80 persen untuk orang asli Papua ini hanya pernyataan di atas kertas. Sebab, tidak ada pihak yang menjamin aturan itu bisa dilaksanakan di lapangan setelah undang-undang pemekaran Papua disahkan. “Berdasarkan pengalaman, UU Otonomi Khusus berjalan tidak sesuai undang-undang,” katanya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Papua, Emanuel Gobay, juga sangsi akan klaim DPR bahwa seluruh aspirasi masyarakat Papua telah didengarkan. Ia menduga masyarakat yang diajak berdiskusi hanya sebatas kepala daerah dan jajaran pejabat.

“Saya lihat DPR memanfaatkan kewenangan atributif dari UU Nomor 2 Tahun 2021 untuk mengatur semau mereka tanpa mengikuti mekanisme dalam UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” kata Gobay.

Aturan Pemilu dalam RUU Pemekaran Papua

Ahmad Doli Kurnia mengatakan pembentukan Provinsi Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan akan berdampak pada Pemilu 2024. Karena itu, Panitia Kerja DPR sudah mengantisipasinya. “Kami membuat satu pasal khusus lagi soal pemilu,” kata Doli.

Setelah ketiga RUU disahkan menjadi undang-undang, kata Doli, Komisi II berencana melakukan pembicaraan khusus dengan pemerintah perihal anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah, dan DPRD provinsi di tiga provinsi baru hasil pemekaran Papua tersebut. Urusan ini akan dibahas dalam masa sidang DPR berikutnya. (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.