Mudarat Politik Kekerabatan Caleg
JAKARTA – Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari gencar bersosialisasi di Kabupaten Wonogiri, Sragen, dan Karanganyar, Jawa Tengah, belakangan ini. Putri Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani itu juga beberapa kali mengikuti kegiatan yang diselenggarakan pemerintah daerah setempat ataupun pemerintah pusat di tiga kabupaten tersebut.
Edi Permana, warga Wonogiri, pernah mengikuti rangkaian kegiatan yang dihadiri Pinka Hapsari—begitu Diah Pikatan Orissa Putri Hapsari biasa disapa. Di antaranya, Pinka menjadi pemateri dalam acara diskusi yang digelar Ikatan Mahasiswa Berprestasi Wonogiri di pendapa kantor Pemerintah Daerah Wonogiri, beberapa waktu lalu.
“Pinka memberikan motivasi kepada para mahasiswa dan anak muda, di antaranya mendorong mereka terus berkarya,” kata Edi, Minggu lalu.
Saat itu, Edi dan sebagian peserta tidak mengetahui bahwa Pinka adalah cucu Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Belakangan, Edi baru mengetahui silsilah Pinka yang merupakan trah presiden pertama Indonesia, Sukarno. “Jika tidak diperkenalkan sebagai putri Puan Maharani, mungkin tidak banyak orang yang mengetahuinya saat itu,” kata dia.
Agenda Pinka lainnya di Wonogiri yang dihadiri Edi adalah diskusi anak penyandang disabilitas pada 23 Agustus lalu. Pelaksana diskusi adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Menteri PPPA yang juga politikus PDI Perjuangan, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, serta Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto, hadir dalam kegiatan ini. Saat itu, Pinka diperkenalkan sebagai pemerhati difabel.
Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, mengatakan Pinka sudah enam kali mengikuti kegiatan di wilayahnya, salah satunya diskusi yang digelar Kementerian PPPA tersebut. Joko mengatakan Pinka memang lebih senang berbaur langsung dengan penyandang disabilitas.
“Sewaktu datang ke Wonogiri, beliau terjun langsung ke tengah masyarakat. Beliau justru tidak mau menggunakan pengawalan atau pengamanan khusus,” kata Ketua DPC PDI Perjuangan Wonogiri itu. “Beliau juga meminta agar tidak hanya diajak di wilayah kota, tapi juga daerah-daerah pelosok.”
Pinka merupakan calon sementara anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDI Perjuangan. Sesuai dengan daftar calon sementara (DCS) anggota DPR pada Pemilu 2024, Pinka berada di daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah IV yang meliputi Kabupaten Sragen, Karanganyar, dan Wonogiri. Ia mendapat nomor urut 1 di dapil ini.
Saat ini, baliho bergambar Pinka di Wonogiri mulai bertebaran. Salah satunya baliho besar yang berdiri di depan posko pemenangan Pinka di Wonogori. Joko Sutopo menyebutkan posko pemenangan itu kerap digunakan masyarakat setempat untuk les bahasa Inggris.
Di daerah pemilihan ini, terdapat enam calon legislator yang mendapat nomor urut di bawah Pinka. Mereka rata-rata politikus senior PDIP, di antaranya Bambang Wuryanto, Agustina Wilujeng Pramestuti, dan Dolfie Othniel Frederic Palit. Ketiganya tercatat sebagai anggota DPR periode saat ini.
Ibu Pinka, Puan Maharani, juga kembali berkontestasi dalam pemilu anggota legislatif 2024. Ketua DPR itu terdaftar di dapil Jawa Tengah V dengan nomor urut 1.
Selain Puan dan Pinka, tercatat beberapa keluarga besar Megawati yang ikut berkontestasi dalam pemilihan anggota DPR. Misalnya, Puti Guntur Sukarno, putri Guntur Soekarnoputra atau kakak Megawati, serta Giri Ramanda Nazaputra Kiemas, keponakan Taufiq Kiemas yang juga suami Megawati. Puti tercatat di dapil Jawa Timur 1 nomor urut 1. Lalu Giri berada di dapil Sumatera Selatan II nomor urut 1.
Rawan konflik kepentingan
Hasil riset bersama antara Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Tempo mendapati sekitar 150 orang dalam DCS anggota DPR memiliki hubungan kekerabatan. Hubungan di antara mereka meliputi orang tua, anak, dan cucu; suami-istri; saudara kandung; serta keponakan dan sebaliknya.
Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan riset ini berfokus pada daftar calon anggota DPR. Kajian ini mengandalkan penelusuran daftar keluarga para elite partai di mesin pencarian Google ataupun media sosial serta berbagai pemberitaan sebelumnya. Data itu lantas dikomparasi dengan nama-nama dalam DCS. Tim juga memverifikasinya ke sejumlah narasumber di daerah.
Kurnia mengatakan angka dinasti politik dalam DCS yang diperoleh kemungkinan besar masih jauh lebih kecil dibanding jumlah sesungguhnya. Namun, yang jelas, kata Kurnia, hasil riset ini menemukan sebagian elite partai politik menyertakan anggota keluarganya sebagai calon legislator.
Misalnya, anak Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto, Ravindra Airlangga, yang terdaftar di dapil Jawa Barat V. Lalu anak Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, bernama Putri Zulkifli Hasan, terdaftar di dapil Lampung I. Anak Zulkifli lainnya, Zita Anjani, tercatat sebagai calon legislator untuk DPRD DKI Jakarta. Saat ini Zita menjabat Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta.
Selanjutnya, putra Ketua Umum NasDem Surya Paloh, Prananda Surya Paloh, terdaftar di dapil Sumatera Utara III. Lalu keponakan Surya Paloh, Pietra Mahreza Paloh, berada di dapil Kepulauan Riau.
Kurnia mengatakan hasil riset tersebut juga menunjukkan bahwa politik dinasti dalam pemilu masih sangat kental. Kondisi ini terjadi karena partai belum mempunyai panduan dalam mencegah konflik kepentingan. Padahal politik dinasti seperti ini rawan akan konflik kepentingan.
Kurnia menjelaskan, konflik kepentingan terlihat dari banyaknya keluarga elite partai politik yang maju sebagai calon legislator dan mendapat nomor urut atas. Padahal sebagian dari mereka merupakan pengurus baru di partainya.
“Dengan posisi keluarga yang berada di struktur partai, mereka punya kekuasaan yang strategis, bukan hanya untuk menentukan nomor urut, tapi juga dapil,” kata Kurnia.
Menurut Kurnia, Undang-Undang Pemilu memang tidak melarang adanya hubungan kekerabatan di antara sesama calon legislator ataupun elite partai. Namun, kata Kurnia, secara etika politik, hubungan kekerabatan dalam pencalegan seharusnya menjadi perhatian semua pihak karena berpotensi memicu konflik kepentingan. “Perlu adanya mitigasi konflik kepentingan di dalam partai,” ujarnya.
Misalnya, kata Kurnia, partai politik membuat aturan internal yang membatasi hubungan kekerabatan dalam pencalegan. Selain itu, partai semestinya mensyaratkan bahwa seseorang yang bisa menjadi calon legislator adalah mereka yang menjadi kader partai minimal tiga tahun.
Kurnia juga menyarankan agar partai membuat kajian peringkat terhadap setiap kadernya sebelum menyusun daftar calon anggota legislatif. Kajian peringkat ini mesti dilepaskan dari unsur kekerabatan. “Jangan karena hubungan keluarga, langsung bisa menjadi caleg dan mendapat nomor urut atas. Itu tidak sehat untuk sistem pengkaderan di partai,” ujarnya. “Partai politik bukan organisasi tertutup karena partai merupakan badan publik yang terikat peraturan perundang-undangan ataupun nilai etika yang hidup di tengah masyarakat.” (TEM)