Pemasok Panel Surya di Proyek Menara BTS
JAKARTA – Ketika namanya disebut dalam kasus dugaan korupsi proyek menara pemancar atau base transceiver station (BTS) 4G, Muhammad Yusrizki Muliawan menghubungi Sugeng Teguh Santoso, pengacara yang juga Ketua Indonesia Police Watch (IPW). Direktur PT Basis Utama Prima (BUP) itu meminta bantuan Sugeng untuk memberi klarifikasi melalui pemberitaan media massa.
Sugeng menuturkan, pada Maret 2023, Yusrizki diperiksa beberapa kali sebagai saksi dalam kasus proyek menara BTS. Dia menyanggupi permintaan Yusrizki, tapi tak berlanjut. “Tiba-tiba saya dapat kabar dia ditangkap dan sekarang ditahan,” ujar Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) itu saat dihubungi, pada Jumat (16/6/2023) lalu.
Kejaksaan Agung pada dua hari lalu menetapkan Yusrizki sebagai tersangka baru kasus korupsi BTS 4G. Ia menjadi tersangka kedelapan dalam skandal yang merugikan negara sebesar Rp 8,03 triliun itu. Tim penyidik Kejaksaan ditengarai menemukan kerugian negara dalam pengadaan power supply panel surya yang dikerjakan Ketua Komite Tetap Energi Terbarukan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia itu.
Tim penyidik menyebutkan, dalam proyek menara BTS 4G, perusahaan Yusrizki menyediakan sistem panel surya. “Penyidik menemukan adanya indikasi korupsi dan menaikkan kasus ini ke penyidikan dengan menetapkannya menjadi tersangka,” ujar Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Kuntadi.
PT BUP merupakan perusahaan yang ditunjuk menyediakan sistem panel surya sebagai pemasok daya menara pemancar. Dalam akta perusahaan, PT BUP tercatat dimiliki Hapsoro Sukmonohadi. Suami Ketua DPR Puan Maharani itu menguasai 99 persen saham BUP. Satu persen sisanya dipegang PT Mohammad Mangkuningrat. Perusahaan itu disinyalir terafiliasi dengan Ketua Kadin Indonesia Mohammad Arsjad Rasjid Prabu Mangkuningrat.
Sebelum Yusrizki ditetapkan sebagai tersangka, Sugeng menyebutkan sempat mendengar kabar pengutipan fee atau komisi yang diterima pemimpin PT BUP itu. Menurut penjelasan sejawatnya, Sugeng melanjutkan, Yusrizki disebut-sebut menerima puluhan miliar rupiah dari sub-kontraktor yang menjadi pengada alat power supply. Sejak itu Sugeng tak mengetahui lagi kabar Yusrizki. Dia juga hanya menggeleng saat ditanya soal awal keterlibatan Yusrizki dalam korupsi BTS Kementerian Kominfo ini.
Seorang penegak hukum lain menguatkan cerita Sugeng yang mendengar peran Yusrizki. Menurut sumber ini, penyidik Kejaksaan Agung menemukan aliran uang yang diduga diterima Yusrizki dari perusahaan-perusahaan sub-kontraktor yang bergabung dalam proyek power supply yang dikerjakan PT BUP. Nilainya disinyalir mencapai Rp 70 miliar.
Nama Yusrizki berseliweran di Kementerian Komunikasi dan Informatika sejak bergabung dalam pengerjaan BTS Universal Service Obligation (USO) pada 2018. Kala itu, Yusrizki memperkenalkan bisnis power supply kepada Anang Achmad Latif, Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (Bakti) Kementerian Komunikasi.
Pada 2021, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny Gerard Plate disebut meminta Anang memperkenalkannya kepada Yusrizki. Menurut seorang penyidik, perkenalan itu untuk membicarakan bisnis yang bisa dikerjasamakan dalam proyek BTS 4G. Namun dua orang dekat Johnny menyatakan justru Anang yang memperkenalkan Yusrizki kepada Menteri. Dalihnya, ada tokoh nasional yang ingin ikut dalam proyek BTS 4G.
Setelah pertemuan itu, Anang disebut meminta bantuan teman lamanya, Irwan Hermawan, Komisaris PT Solitech Media Sinergy. Anang meminta Irwan membantu Yusrizki agar bergabung dalam proyek dengan anggaran Rp 28,3 triliun tersebut. Anang tak tahu bagaimana PT BUP masuk konsorsium. Beberapa waktu kemudian, masih pada 2021, Anang disebut bertemu kembali dengan Yusrizki.
”Yusrizki menyampaikan bahwa saat itu dia sedang menjajaki bisnis dengan semua konsorsium pemenang tender,” ujar sumber.
Ada delapan perusahaan pemenang tender, yaitu PT Fiberhome Technologies Indonesia, PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia, PT Multi Trans Data (MTD), PT Aplikasi Lintasarta, PT Huawei Tech Investment, PT Surya Energi Indotama (SEI), PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS), dan PT ZTE Indonesia. Mereka tergabung dalam tiga konsorsium, yaitu Fiberhome, IBS, dan Huawei.
Sumber lain di kalangan penegak hukum menyebutkan Anang memerintahkan Irwan agar mempertemukan Yusrizki dengan Jemy Sutjiawan, bos PT Sansaine Exindo. Jemy disinyalir berperan layaknya ketua konsorsium yang mengatur proyek ini melalui Fiberhome-Telkom Infra-MTD. “Yusrizki sudah kenal lama dengan Jemy sebagai pengatur proyek.”
Sumber lainnya menyebutkan Yusrizki menggunakan tujuh perusahaan untuk masuk proyek menara BTS. Ketujuh perusahaan di bawah PT BUP tersebut disebar ke dalam lima perusahaan di konsorsium agar bisa menjadi sub-kontraktor. Menurut sumber itu, Yusrizki disebut mematok harga baterai dan panel surya seharga Rp 350 juta per tower. Dengan total 4.200 tower, nilainya mencapai Rp 1,4 triliun.
Para konsorsium proyek pemancar itu disebut juga diharuskan menggunakan baterai dan panel surya yang dipasok dari perusahaan Yusrizki. Namun proyek ini macet pada medio Maret 2022. Padahal belanja kebutuhan tower sudah dilakukan, hingga akhirnya sebagian tower tak terbangun dan beroperasi.
Kuntadi menjelaskan, tim penyidik masih menggali lebih dalam peran Yusrizki dalam dugaan rasuah ini, terutama seputar pengadaan panel surya yang berakibat pada kerugian keuangan negara. “Tapi, soal bagaimana yang bersangkutan itu melakukan perbuatannya, sebentar lagi ada berkas tersangka yang siap untuk disidangkan. Ditunggu saja,” ujar Kuntadi. (TEM)