Pemerintah Minim Data soal Kelaparan
JAKARTA – Menyikapi polemik soal kelaparan atau bukan itu, peneliti kajian Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Adriana Elizabeth, menyatakan, bisa jadi informasi yang didapatkan pemerintah tidak lengkap. Menurut dia, untuk melihat persoalan di daerah konflik diperlukan informasi dari berbagai pihak.
“Situasi di daerah konflik itu memang kita harus selalu berusaha menghimpun informasi dari berbagai pihak. Tapi bisa juga tadi, karena hanya mengandalkan satu informasi yang mengatakan bahwa itu adalah kasus diare mungkin juga harus dicek. Karena isu pertamanya yang muncul kan kelaparan,” ujar Adriana dikutip Republika, Jumat (4/8/2023).
Adriana menjelaskan, di daerah-daerah tertentu di Papua, persebaran penduduknya tidak merata. Selain itu, akses dan pelayanan publik yang sudah sampai ke masyarakat juga masih menjadi persoalan di daerah-daerah itu, termasuk askes dan pelayanan terhadap kesehatan. Lalu, langkah antisipasi untuk menghadapi situasi darurat seperti yang terjadi di sejumlah daerah di Papua Tengah itu pun masih belum baik.
“Menurut saya selama ini mungkin sektor kesehatan di Papua itu belum menjangkau semua hal. Kebanyakan kan kalau bicara kesehatan di Papua misalnya masalah malaria, ISPA. Tapi situasi seperti ini kan juga sangat mengganggu ya, soal ketahanan pangan,” jelas dia.
Dia menjelaskan, cuaca esktrem yang memengaruhi persediaan pangan di daerah-daerah tersebut otomatis akan berdampak pada masyarakat. Dengan persediaan pangan yang terbatas, mereka pada akhirnya menderita kelaparan. Situasi diperburuk ketika kondisi kesehatan mereka memang sedang tidak baik.
“Ketika situasi badan tidak sehat, kemudian salah atau telat makan kan bisa saja muncul masalah kesehatan lainnya. Ini menurut saya perlu sekali memahami situasi atau kondisi kesehatan masyarakat Papua di daerah-daerah terpencil yang selama ini kurang mendapatkan perhatian,” kata dia. (REP)
