Pertarungan Pilpres 2024 Resmi Dimulai
JAKARTA — Pertarungan resmi dimulai setelah Komisi Pemilihan Umum, Senin (13/11/2023), menetapkan tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden di Pemilihan Presiden 2024. Di tengah tantangan adanya keraguan publik pada kondisi politik nasional, serta gugatan hukum terkait pilpres, semua elemen penyelenggara negara ataupun penyelenggara pemilu perlu membuktikan netralitas dan keterbukaan dalam semua tahapan pemilu.
Di Gedung KPU, di Jakarta, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengumumkan tiga pasangan capres dan cawapres yang ditetapkan sebagai peserta Pilpres 2024 adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ketiga pasangan tersebut memenuhi syarat perolehan kursi di DPR atau suara minimum, verifikasi dokumen, dan pemeriksaan kesehatan.
Dengan resminya tiga pasangan capres-cawapres, Hasyim menegaskan KPU akan menjunjung tinggi netralitas dengan memperlakukan setiap calon secara setara. KPU, baik secara perorangan maupun kelembagaan, perlu menjaga kedekatan yang sama dengan seluruh peserta pemilu, yakni capres, cawapres, calon anggota DPR, DPRD, dan DPD.
Anggota KPU, M Afifuddin, menambahkan, KPU juga sudah menandatangani serah terima pengamanan dan pengawalan capres-cawapres dengan Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan Polri Komisaris Jenderal Fadil Imran. Sebanyak 444 personel polisi diterjunkan mengawal capres-cawapres. Setiap capres dan cawapres akan dikawal dua tim pengamanan yang berjumlah 74 orang.
Setelah penetapan calon, pada Selasa (14/11/2023) akan dilakukan pengundian nomor urut ketiga pasangan calon. Namun, masa kampanye baru akan dimulai pada 28 November.
Penetapan pasangan capres-cawapres berlangsung dalam suasana adanya kritik dari sejumlah tokoh bangsa mengenai dinamika politik nasional setelah ada putusan MK terkait batas usia capres dan cawapres, serta putusan Majelis Kehormatan MK yang memberhentikan Anwar Usman dari posisi ketua MK karena terbukti melanggar etik berat terkait perkara uji materi batas usia capres-cawapres.
Pada Senin pagi, Suhartoyo diambil sumpahnya menjadi Ketua MK. Anwar Usman tidak hadir dengan alasan sakit. Dalam pidatonya, Suhartoyo menuturkan, MK baru saja melewati fase kritis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ada ekspektasi tinggi dari masyarakat yang dibebankan untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap MK.
Hal itu dibutuhkan karena MK akan menangani sengketa pemilu presiden dan wakil presiden. Karena itu, segala bentuk intervensi, baik dari internal maupun ekstrayudisial, tidak boleh terjadi. Ia mengajak semua hakim konstitusi menjaga kemandirian dan tidak memengaruhi pihak lainnya.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic and International Studies Arya Fernandes mengatakan, Pemilu 2024 merupakan pemilu keenam yang akan diselenggarakan setelah Reformasi 1998. Semestinya kepercayaan publik atas penyelenggaraan pesta demokrasi yang bersih dan adil makin kuat, asumsi bahwa pemilu akan berlangsung tidak adil seharusnya tidak ada lagi. Akan tetapi, saat ini asumsi itu menguat seiring dengan polemik dan dugaan manipulasi hukum yang terjadi di MK. Berbagai elemen mulai dari masyarakat sipil hingga tokoh bangsa mengemukakannya secara terbuka beberapa waktu terakhir.
Di tengah situasi itu, menurut Arya, kerja penyelenggara pemilu menjadi sangat krusial. KPU, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu harus bisa memberikan garansi kepada publik bahwa ketiga institusi itu akan bekerja secara profesional, menjaga etika, independensi, dan netralitasnya.
Selain itu, dibutuhkan pula komitmen netralitas dari Presiden Joko Widodo. Selama ini, Presiden kerap menyampaikan pernyataan ia bakal bersikap netral kendati anak sulungnya bakal berkontestasi di Pilpres 2024. Namun, menurut Arya, pernyataan yang disampaikan umumnya mendadak itu tak bisa menjamin sikap Presiden di tengah kontestasi yang kian memanas.
”Untuk memberikan warisan yang baik bagi politik kita ke depan, Presiden perlu memberikan pernyataan politik terkait sikapnya secara komprehensif, apalagi sejumlah tokoh bangsa juga mulai menyuarakan aspirasinya,” tuturnya.
Selain itu, masyarakat sipil perlu terus mengawal pemilu. Masyarakat sipil hendaknya menyatu dalam satu isu besar mengenai pemilu yang bersih dan adil alih-alih terfragmentasi ke dalam berbagai isu.
Gugatan hukum
Saat MK masih menangani gugatan uji materi UU Pemilu, terkait batas usia capres-cawapres, gugatan terhadap Peraturan KPU terkait pencalonan juga dilayangkan ke Mahkamah Agung. Ketua Tim Advokasi Amunisi Peduli Demokrasi Kurnia Saleh mengatakan, pihaknya telah mengajukan uji materiil PKPU No 23 Tahun 2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden ke MA. Uji materiil didaftarkan pada Jumat (10/11/2023) atau tiga hari sebelum penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ia meminta MA membatalkan PKPU No 23/2023, khususnya Pasal 13 Ayat (1) huruf q, terkait syarat calon.
Menurut Kurnia, putusan MK yang mengubah syarat calon presiden dan wapres bukan sesuatu yang final. Masih banyak cara mencegah putusan tersebut, salah satunya melalui uji materiil PKPU di MA.
Pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menilai, uji materiil PKPU No 23/2023 ke MA menambah ketidakpastian hukum dalam kontestasi Pilpres 2024. Sebab, saat ini, pengujian ulang syarat capres-cawapres di MK juga belum diputuskan. Jika ada gugatan yang dikabulkan, aturan kontestasi bisa kembali berubah di tengah jalan. Sebab, sejak awal, ada putusan MK yang sangat kontroversial yang terbukti dihasilkan dari proses yang melanggar etik berat.
Namun, kata dia, harus dipastikan setiap putusan memperhitungkan kerangka waktu tahapan pemilu serentak, di mana pileg dan pilpres wajib diselenggarakan pada satu waktu yang sama. Selain itu, aturan bahwa capres terpilih harus sudah dilantik pada 20 Oktober 2024. Kerangka waktu ketatanegaraan tersebut tidak boleh diabaikan oleh semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, khususnya pengadilan. (kom)