Puluhan Laporan Dugaan Pelanggaran HAM di Papua Ditindaklanjuti
JAYAPURA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menerima 72 laporan dugaan pelanggaran hak asasi manusia sepanjang tahun 2021 di Provinsi Papua dan Papua Barat. Sebagian laporan tersebut ditindaklanjuti karena terdapat unsur dugaan pelanggaran HAM.
Subkoordinator Bagian Pelayanan Pengaduan Komnas HAM Perwakilan Wilayah Papua Melchior Weruin saat dihubungi pada Jumat (18/3/2022) mengatakan, sebanyak 72 laporan diterima pihaknya sepanjang tahun 2021. Jumlah ini meningkat apabila dibandingkan dengan tahun 2020, yakni sebanyak 69 laporan.
Melchior memaparkan, 72 dugaan laporan dugaan pelanggaran HAM yang dilaporkan warga terdiri dari dua kategori, yakni pelanggaran atas hak sipil serta politik dan hak atas ekonomi, sosial, dan budaya.
”Sebanyak 25 dari 72 laporan ini tidak dapat diproses karena minimnya bukti yang menyatakan terjadi pelanggaran HAM. Sebanyak 47 laporan ditindaklanjuti karena terdapat unsur dugaan pelanggaran HAM dan memiliki berkas yang lengkap,” papar Melchior.
Ia menuturkan, kasus yang paling dominan dari 47 laporan itu adalah pelanggaran hak sipil politik, khususnya hak untuk mendapatkan rasa aman. Ini, misalnya, masyarakat yang kehilangan rasa aman karena aksi kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Adapun 19 kasus merupakan pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya terkait pelayanan publik bagi masyarakat yang tidak berjalan optimal. Ini, misalnya, dialami anak-anak di Intan Jaya, Yahukimo, dan Pegunungan Bintang yang belum dapat bersekolah karena guru yang mengungsi akibat gangguan keamanan.
”Konflik yang terjadi di daerah-daerah tersebut telah berdampak bagi masyarakat setempat. Mereka kehilangan akses untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan,” kata Melchior.
Ia menambahkan, Komnas HAM juga telah mendata 86 kasus kekerasan terhadap warga di Papua sepanjang tahun 2020 hingga 2021. Sebanyak 40 warga sipil meninggal. ”Pada tahun ini, kasus kekerasan tidak mengalami penurunan. Jumlah korban, baik warga sipil maupun aparat keamanan, terus bertambah. Diperlukan solusi untuk mengatasi kekerasan di tanah Papua,” tuturnya.
Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara saat dihubungi mengatakan, pihaknya tengah berada di Papua untuk mengumpulkan data persiapan pelaksanaan dialog damai antara pemerintah pusat dan kelompok yang bertikai selama ini.
”Kami sementara mengumpulkan data di Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Merauke. Pengumpulan data dengan bertemu tokoh masyarakat dan aparat keamanan. Kami juga berupaya bertemu pihak kelompok sipil bersenjata,” kata Beka.
Juru Bicara Jaringan Damai Papua Yan Christian Warinussy menyatakan, Komnas HAM berhak mengupayakan upaya dialog damai untuk mengatasi konflik di tanah Papua. Namun, lanjut dia, peserta yang terlibat dalam dialog, seperti Organisasi Papua Merdeka, harus memiliki kebebasan menentukan pihak yang akan ditemuinya.
”Kami berharap Komnas HAM menjadi fasilitator yang menjembatani dialog antara pemerintah dan kelompok yang resisten selama ini,” ujar Yan. (KOM)