Rencana Amandemen Konstitusi Dipertanyakan
JAKARTA – Ahli hukum tata negara dari Themis Social Justice Mission, Feri Amsari, menduga pembahasan amendemen ini dapat saja dimulai lewat sidang tahunan MPR. Sebab, kata dia, pimpinan MPR berkeinginan menyampaikan rencana perubahan konstitusi itu dalam sidang paripurna tersebut, meski berdalih pembahasannya akan dilakukan setelah Pemilu 2024.
Feri menganggap pernyataan pimpinan MPR itu merupakan bentuk penipuan terhadap publik. “Bila usulan disetujui tahun ini, pembahasan dan amendemen pasti berlangsung tahun ini juga. Dengan demikian, tidak akan ada yang bisa menghalang-halangi niat jahat menyusupkan pasal tertentu,” kata dia.
Menurut Feri, MPR semestinya menggaungkan lebih dulu pasal-pasal dalam UUD 1945 yang akan diubah jika bersungguh-sungguh ingin melakukan amendemen untuk kepentingan publik. Tujuannya, agar publik mengetahui usulan perubahan UUD sejak dini. Selanjutnya, masyarakat berkesempatan memberikan masukan serta menyikapinya, baik menolak maupun menyetujui amendemen.
Ia mengatakan syarat amendemen dalam UUD 1945 akan mudah dipenuhi jika sebagian besar partai politik di MPR atau anggota MPR menghendakinya. Pasal 37 UUD mensyaratkan amendemen minimal diajukan sepertiga dari jumlah anggota MPR. Sidang MPR untuk menyetujui perubahan pasal-pasal UUD minimal diikuti dua pertiga dari total anggota MPR.
Direktur Eksekutif Pembina Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, sependapat dengan Feri. Khoirunnisa menilai rencana mengubah konstitusi dengan memasukkan pasal penundaan pemilu dalam kondisi darurat patut dipertanyakan. Sebab, definisi kedaruratan itu belum jelas dan perlu pengkajian lebih dulu.
Ia mencontohkan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak pada 2020 di saat pandemi Covid-19 melanda seluruh wilayah Indonesia. “Saat pandemi Covid-19 sedang tinggi-tingginya pada 2020, kita tetap menyelenggarakan pemilihan kepala daerah serentak, padahal banyak penolakan dari masyarakat,” kata Khoirunnisa.
Dia menjelaskan, materi kedaruratan yang berhubungan dengan pemilu sesungguhnya sudah tertuang dalam Undang-Undang Pemilu. Undang-undang ini mengatur adanya pemilu susulan dan pemilu lanjutan di daerah tertentu jika terjadi bencana alam ataupun gangguan keamanan.
Ia juga berpendapat bahwa amendemen UUD 1945 tak relevan dilakukan pada saat tahapan Pemilu 2024 sedang berlangsung. Amendemen konstitusi yang hendak mengubah ketentuan pemilu itu berpotensi mengganggu tahapan pemilu. (TEM)