Salah Arah Diversifikasi Pangan
JAKARTA – Diversifikasi pangan pokok yang digaungkan pemerintah berbagai era untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras sampai saat ini masih jauh dari harapan. Kendati peralihan konsumsi telah terjadi, produk yang menjadi pilihan konsumsi masyarakat justru komoditas yang tidak diproduksi di dalam negeri, seperti gandum dan olahannya.
Peralihan konsumsi itu terlihat dari menurunnya konsumsi beras secara nasional, yang menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat diperkirakan sebesar 0,62 persen per tahun. Dalam laporan yang sama, tahun lalu, lembaga tersebut juga menyatakan konsumsi gandum masyarakat Indonesia terus meningkat, dari 18,3 persen pada 2010 menjadi 27 persen pada 2022.
“Pada jangka panjang, hal ini tidak menyelesaikan masalah, malah bisa menimbulkan masalah baru di kemudian hari,” ujar Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan, Ayip Said Abdullah, dilansir Tempo, Selasa (19/9/2023).
Salah satu masalah yang disebutkan Said adalah soal pasokan dan harga. Tahun lalu, harga gandum sempat bergejolak akibat konflik Rusia dan Ukraina. Pasalnya, dua negara ini termasuk produsen besar gandum dunia. Belakangan, kenaikan harga itu mereda seiring dengan melimpahnya pasokan di pasar global.
Di sisi lain, kondisi pangan di Indonesia kini tengah dibayangi tren kenaikan harga beras nasional yang tak kunjung berhenti. Panel harga Badan Pangan Nasional menunjukkan harga beras medium telah mencapai Rp 12.930 per kilogram dan harga beras premium mencapai Rp 14.560 per kilogram pada perdagangan kemarin.
Menurut Said, semestinya diversifikasi pangan dilakukan dengan mengedepankan komoditas pangan lokal. Namun ia melihat hingga saat ini penyelenggaraan penganekaragaman pangan itu masih jauh dari serius karena berbagai program dan penganggaran pemerintah masih berfokus pada produksi padi. Belum lagi pelibatan berbagai pemangku kepentingan dan industri pengolahan pun masih terbatas.
Said mengatakan kunci kesuksesan penganekaragaman pangan berada pada sisi ketersediaan dan pasar. Dari ketersediaan, harus ada kemauan petani untuk menanam serta pelaku pengolahan dan distributor agar pro-pangan lokal.
Sementara itu, dari sisi permintaan, perlu ada upaya mendorong perubahan konsumsi dari beras menjadi komoditas pangan alternatif lainnya oleh masyarakat, terutama aneka komoditas pangan yang diproduksi di dalam negeri. “Tapi saya melihat upaya diversifikasi ini tidak dikerjakan secara lintas disiplin, baik oleh kementerian maupun lembaga, dan dorongannya masih pada tingkat wacana,” kata Said. (TEM)