Berita Utama

Sanksi dan Jerat Pidana Pelanggar Etik

JAKARTA – Sebanyak 31 polisi diduga melanggar kode etik sehubungan dengan kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Mereka yang dinilai tidak profesional dalam menangani kasus penembakan Yosua ini terus bertambah, dari personel Badan Reserse Kriminal hingga Kepolisian Daerah Metro Jaya.

Kepala Kepolisian RI Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan personel yang diperiksa karena melanggar kode etik bertambah enam orang. “Awalnya 25 orang, saat ini bertambah menjadi 31 orang,” ujar Listyo dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa (9/8/2022).

Listyo mengatakan jumlah personel yang ditempatkan di lokasi khusus juga bertambah dari empat menjadi 11 orang. Mereka terdiri atas satu perwira tinggi berpangkat inspektur jenderal, dua brigadir jenderal, dua komisaris besar, tiga ajun komisaris besar, dua komisaris, dan satu ajun komisaris. “Ada kemungkinan masih bisa bertambah,” ujarnya.

Brigadir Yosua adalah ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Dia tewas di rumah dinas Ferdy sekitar pukul 17.00 di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat, 8 Juli 2022. Versi polisi, pemuda berusia 28 tahun ini tewas setelah terlibat baku tembak dengan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E, yang juga ajudan Ferdy. Polisi awalnya menyimpulkan insiden adu tembak itu dipicu tindakan Brigadir Yosua yang diduga hendak melecehkan Putri Candrawathi, istri Ferdy.

Muncul kejanggalan dan kecurigaan. Di antaranya Bharada E disebut tidak terluka, sedangkan Yosua tertembak. Keluarga juga ragu akan penyebab kematian Yosua karena adanya temuan luka-luka mirip sayatan di tubuh Yosua. Selain itu, dekoder kamera pengintai (CCTV) di pos satpam di dekat rumah dinas Ferdy diambil polisi dengan alasan disita. Telepon seluler Brigadir Yosua juga raib.

Polisi memulai penelisikan kasus Yosua dengan memeriksa dan memutasi 25 personel. Mereka diperiksa karena diduga tidak profesional dalam melakukan olah tempat kejadian perkara. Selain itu, ada dugaan mereka terlibat dalam upaya menghilangkan barang bukti, seperti CCTV, hingga upaya menghalangi penyelidikan kasus ini.

Jenderal Listyo mengatakan tim khusus yang dibentuknya bakal mengusut tuntas kasus ini sesuai dengan arahan presiden dan harapan masyarakat. Tim khusus Polri telah menetapkan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo menjadi tersangka. Tim menyatakan bekas Kadiv Propam itu dijerat dengan pasal pembunuhan berencana terhadap Yosua.

Sebelum menetapkan Ferdy sebagai tersangka, penyidik lebih dulu menetapkan tersangka lainnya dalam kasus ini. Mereka adalah ajudan Ferdy, yakni Bharada Richard Eliezer Pudihang Muliu dan Brigadir Kepala Ricky Rizal, serta sopir Putri Chandrawati yang bernama Kuwat.

Listyo berjanji tim khusus segera menuntaskan kasus ini dan mengungkap motif pembunuhan Yosua. Ia menugasi Inspektorat Pengawasan Umum Polri untuk terus menelusuri polisi yang diduga terlibat dalam upaya menghilangkan barang bukti dan merusak lokasi kejadian perkara dalam kasus Yosua.

Menurut Listyo, penghilangan barang bukti hingga adanya upaya merekayasa peristiwa menjadi salah satu penghambat penyelidikan kasus ini. Dia meminta Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) serta Profesi dan Pengamanan (Propam) mendalami pelanggaran tersebut. “Tim Propam saat ini sedang mendalami apakah mereka sadar atau menerima perintah (menghilangkan barang bukti), sehingga nanti kami putuskan apa pelanggaran pidana atau etik,” ucapnya.

Irwasum Polri, Komisaris Jenderal Agung Budi, mengatakan pengungkapan kasus ini memakan waktu sebulan karena penyidik mengalami kesulitan. Hambatan tersebut terjadi karena penyidik awal yang memeriksa kasus ini diduga tidak profesional dan menghilangkan barang bukti di lokasi kejadian.

“Selama sepekan kami bergerak. Kami mendapatkan informasi intelijen dari Badan Intelijen dan Keamanan Polri bahwa ada beberapa personel yang mengambil CCTV dan yang lainnya,” ucapnya.

Agung Budi membuat surat perintah gabungan untuk memeriksa seluruh anggota yang terlibat dalam proses awal penyelidikan. Ia telah menarik 56 personel. Dari jumlah yang diperiksa tersebut, terdapat 31 personel yang diduga melanggar kode etik profesional Polri karena berupaya menghilangkan barang bukti hingga merekayasa kejadian. “Sebelas orang yang melanggar dilaksanakan penempatan khusus. Tiga perwira tinggi ditempatkan di Mako Brimob Polri,” kata Agung.

Agung memaparkan, dari 31 personel yang melanggar kode etik Polri itu, dua di antaranya berasal dari Bareskrim Polri, yakni satu perwira menengah dan satu perwira pertama. Adapun dari Divisi Propam ada 21 personel, terdiri atas perwira tinggi tiga personel, perwira menengah delapan, perwira pertama empat, bintara empat, dan tamtama dua.

Kemudian dari Polda Metro Jaya terdapat tujuh orang, dengan komposisi perwira pangkat menengah empat personel dan perwira pertama tiga orang. “Tim khusus akan mengkaji personel-personel yang diduga melanggar kode etik,” ujar Agung. “Tapi, kalau nanti ada unsur pidana, kami limpahkan lagi ke Bareskrim Polri.” (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.