Seruan dari Kampus Terus Bergulir
JAKARTA — Seruan untuk menyelamatkan demokrasi terus digaungkan oleh kalangan sivitas akademika dan masyarakat sipil di sejumlah daerah. Dugaan penyalahgunaan kekuasaan hingga pelanggaran etika dalam kontestasi politik pada Pemilu 2024 dinilai sudah cukup untuk menunjukkan menurunnya kualitas demokrasi.
Pada Sabtu (3/2/2024), seruan itu disampaikan kalangan sivitas akademika Universitas Padjadjaran, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia, dan kelompok mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. Seruan serupa juga disampaikan oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Mengambil tempat di depan kampus Universitas Padjadjaran (Unpad) Dipati Ukur, Kota Bandung, Jawa Barat, sivitas akademika Unpad menyampaikan ”Seruan Padjadjaran”. Ketua Senat Akademik Unpad Ganjar Kurnia menyampaikan, kondisi demokrasi tengah menurun yang ditandai dengan adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam kontestasi politik hingga pelanggaran etika.
”Hukum yang seharusnya jadi bintang pemandu justru digunakan untuk menjustifikasi dan melegitimasi proses-proses kebijakan politik, ekonomi, sosial, dan kebijakan lainnya yang bermasalah. Hal ini karena adanya krisis kepemimpinan yang tidak beretika dan bermartabat,” kata Ganjar, yang didampingi oleh sejumlah dosen, guru besar, dan mahasiswa.
Keprihatinan serupa sebelumnya disampaikan sivitas akademika Universitas Gadjah Mada lewat Petisi Bulaksumur, Rabu (31/1/2024). Gerakan serupa kemudian bermunculan dari kalangan sivitas akademika Universitas Islam Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Lambung Mangkurat, dan masyarakat sipil. Mereka sama-sama menyerukan untuk menyelamatkan demokrasi.
Sejumlah tokoh bangsa, seperti Sinta Nuriyah (istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid) dan Franz Magnis-Suseno, juga telah menyampaikan keprihatinan mereka terkait kondisi demokrasi saat ini lewat dialog ataupun pertemuan.
Sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) mendesak Presiden Joko Widodo kembali menjalankan kewajiban konstitusionalnya sebagai penyelenggara negara untuk mewujudkan Pemilu 2024 yang jujur dan adil.
Rektor UMY Gunawan Budiyanto mengatakan, pesan ini diserukan untuk mengingatkan kembali agar segenap penyelenggara negara kembali menjalankan etika dan prinsip konstitusi. ”Kondisi yang terjadi sekarang terasa semakin jauh dari cita-cita kemerdekaan Indonesia,” ujarnya.
Lewat seruan itu, UMY juga meminta segenap masyarakat agar bersama-sama menjaga dan memastikan Pemilu 2024 benar-benar berlangsung jujur dan adil.
Seruan serupa juga disampaikan sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) di Malang, Jawa Timur. Wakil Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa FH UB Azka Rasyad Alfatdi dan Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa FH UB Michael Purnomo menyampaikan, saat ini penyelenggara negara mulai kehilangan komitmennya dalam menegakkan amanat reformasi.
Para rektor dan ketua perguruan tinggi Katolik Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik Indonesia (APTIK) juga resah dengan kondisi di Tanah Air atas rusaknya tatanan hukum dan demokrasi menjelang Pemilu 2024.
Lewat keterangan tertulis, 24 rektor perguruan tinggi Katolik menilai, saat ini telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta penegakan hukum yang menyimpang dari semangat reformasi dan konstitusi. Kondisi ini dinilai telah mengoyak hati nurani dan rasa keadilan bangsa Indonesia.
Di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (3/2/2024) malam, Forum Rektor Indonesia menyampaikan Deklarasi Pemilu Aman dan Damai. Dalam pernyataan sikapnya, forum tersebut menyatakan menolak segala upaya provokasi yang dapat memecah belah persaudaraan serta tindakan yang mencederai pesta demokrasi.
Ketua Forum Rektor Indonesia Nurhasan mengatakan, seruan pemilu damai ini adalah bentuk dukungan perguruan tinggi dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. (kom/sem)