Sistem Zonasi Bermasalah di Berbagai Daerah
JAKARTA – Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Satriwan Salim, mengatakan permasalahan zonasi sudah ada sejak pelaksanaan sistem PPDB 2017. Kasus serupa juga terjadi Jawa Tengah, Jakarta, dan Jawa Timur. Dalam kasus-kasus itu, banyak ditemukan migrasi domisili melalui KK calon siswa ke wilayah sekitar sekolah yang dinilai favorit oleh orang tua. Ini umumnya terjadi di wilayah yang punya sekolah “unggulan”.
“Modusnya dengan memasukkan atau menitipkan nama calon siswa ke KK warga sekitar. Modus pindah KK ini seharusnya bisa diketahui dan diantisipasi sejak awal oleh RT/RW dan disdukcapil,” kata Satriwan dilansir Tempo, Jumat (14/7/2023).
Menurut Satriwan, banyaknya orang tua yang ingin anaknya masuk sekolah unggulan disebabkan oleh belum meratanya kualitas pendidikan. Karena itu, dia meminta pemerintah meningkatkan kualitas semua sekolah negeri, dalam hal ini guru, sarana-prasarana, dan kurikulum.
“Tujuan utama PPDB sendiri hingga sekarang belum terwujud. Tingkat kesenjangan kualitas antar-sekolah negeri masih terjadi, bahkan makin tinggi,” ujar Satriwan.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, mengatakan manipulasi data dengan cara pindah KK tidak akan mudah terjadi jika sistem kependudukannya ketat serta melalui mekanisme kontrol aparat kelurahan, kecamatan, dan dinas dukcapil. Menurut Heru, kepala daerah harus segera mengevaluasi jajaran terkait dan menjatuhkan sanksi kepada jajarannya jika ditemukan manipulasi data kependudukan yang melibatkan jajaran birokrasi.
Selain itu, Heru menyarankan kepala daerah perlu menambah jumlah sekolah negeri berkualitas. Pemerintah pusat melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga perlu menganggarkan pembangunan sekolah negeri jika pemerintah daerah mengusulkan, dan sekolah sebaiknya memiliki lahan yang sesuai dengan standar nasional pendidikan. “Namun pemerintah pusat hanya membangunkan gedungnya, tanahnya harus disediakan pemerintah daerah,” kata dia.
Bila belum memungkinkan membangun sekolah negeri, sejumlah daerah perlu menginisiasi berbagai cara untuk memenuhi hak seseorang atas pendidikan. Misalnya, Pemprov DKI Jakarta menerapkan PPDB bersama SMA dan SMK swasta, dengan pembiayaan peserta didik baru hingga lulus di-cover oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.
“Lalu, Pemprov Sumatera Utara menerapkan zonasi khusus bagi calon peserta didik baru yang di zona tempat tinggalnya tidak ada sekolah negeri,” ujarnya, Kamis, 13 Juli lalu.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Iwan Syahril, belum membalas pesan Tempo ihwal masalah ini. Namun Iwan sebelumnya mengatakan Kementerian telah memberikan sejumlah rekomendasi guna mengatasi masalah dalam seleksi zonasi.
Dia menyarankan pemerintah daerah dapat berkoordinasi dengan dinas dukcapil dan Badan Pusat Statistik (BPS) daerah untuk menganalisis calon peserta didik baru. Analisis dilakukan dari sisi domisili dan ketersediaan daya tampung serta verifikasi dan validasi keabsahan kartu keluarga. “Pemda juga bisa melibatkan inspektorat daerah untuk menindak pelanggaran terkait dengan KK,” ujar Iwan.
Selain itu, kata Iwan, pemerintah daerah dapat melibatkan pimpinan musyawarah daerah, kepala sekolah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta tokoh masyarakat. Adapun dalam menetapkan zonasi, pemda harus memperhitungkan sebaran sekolah dan sebaran domisili calon peserta didik, termasuk mengenai daya tampung yang tersedia. “Pemda juga bisa memberikan bantuan, seperti pembiayaan masuk sekolah swasta kepada peserta didik dari keluarga dengan ekonomi tidak mampu, sehingga mereka tetap memiliki kesempatan bersekolah,” ujarnya.
Iwan menuturkan beragam rekomendasi tersebut sudah diterapkan di sejumlah daerah. Misalnya di Kabupaten Donggala yang mensinkronisasi data siswa sekolah asal dengan data dari dinas dukcapil. Sementara itu, di Riau dan Kota Bogor, pemerintah membangun unit sekolah baru untuk mendukung penerapan jalur zonasi. (TEM)