Berita Utama

SK Pengangkatan Penjabat Wali Kota/Bupati Terbit

  • 43 Penjabat Siap Dilantik

JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri mengenai penunjukan 43 penjabat wali kota/bupati yang tersebar di 21 provinsi. Hingga Sabtu (21/5/2022) siang, perwakilan dari 19 provinsi telah menerima SK tersebut. Adapun dua provinsi lainnya menyusul.

Sebagian besar dari 43 penjabat kepala daerah, yakni terdiri atas 37 penjabat bupati dan 6 penjabat wali kota, akan dilantik pada Minggu (22/5/2022). Beberapa di antaranya baru dilantik hari ini, Senin (23/5/2022). Mereka akan dilantik oleh gubernur masing-masing. Para penjabat ini akan menggantikan posisi kepala dan wakil kepala daerah yang telah berakhir masa jabatannya pada 22 Mei. Total hingga 2023, ada 271 kepala dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya. Penjabat akan memimpin daerah hingga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Nasional 2024 tuntas digelar.

Terkait sempat adanya penolakan dari Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan menyatakan hal itu telah dibicarakan dengan kedua gubernur dan ia menyebut sudah tak ada persoalan.

”Alhamdulillah, sejauh ini lancar. SK sudah ada untuk semua daerah, cuma dua provinsi belum sempat hadir tadi pagi. Mudah-mudahan sudah diambil sekarang,” kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan ketika dihubungi, Sabtu siang.

Namun, Benni tidak mau menyebutkan kedua provinsi yang belum mengambil SK tersebut. Ia mengatakan, belum diambilnya SK itu hanya persoalan teknis dan diyakini akan segera diambil pada Sabtu ini.

Sebelumnya, Benni mengatakan, Kemendagri telah memanggil pihak pemerintah provinsi di Maluku Utara dan Sulawesi Tenggara. Mereka dipanggil untuk menjelaskan alasan penolakan, apalagi sampai gubernurnya dikabarkan tidak mau melantik penjabat bupati/wali kota di daerahnya. Selain itu, dijelaskan pula soal aturan dan pertimbangan pemerintah pusat dalam memutuskan pengisian posisi penjabat kepala daerah (Kompas, 21/5/2022).

Soal adanya potensi penolakan dari daerah ini, Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Syamsurizal mengatakan, penunjukan penjabat kepala daerah adalah wewenang Kemendagri dan telah ada mekanisme yang telah disusun untuk memastikan mekanisme itu transparan.

Syamsurizal mengatakan, saat ini yang harus dipikirkan ialah langkah awal penjabat kepala daerah itu dalam posisinya usai dilantik, Minggu. ”Mereka pertama kali harus menyesuaikan program dengan kepala daerah terdahulu sehingga tidak berbenturan dengan visi-misi kepala daerah sebelumnya. Mereka juga harus bisa mengarahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) agar sesuai dengan program yang ditetapkan,” katanya.

Aspirasi daerah

Dihubungi terpisah, Kepala Pusat Riset Pemerintahan Dalam Negeri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mardyanto Wahyu Triatmoko mengingatkan, penunjukan penjabat kepala daerah yang tidak memperhatikan aspirasi dari daerah bisa menurunkan legitimasi penjabat.

Situasi serupa pernah terjadi di Papua saat penunjukan Sekretaris Daerah Papua beberapa waktu lalu. Gubernur Papua Lukas Enembe mengusulkan nama sekda tertentu. Adapun Kemendagri menunjuk sekda dari nama lain. Akhirnya, terjadi perseteruan lama antara Kemendagri dan Papua karena permasalahan tersebut.

”Dampaknya jadi terbengkalai urusan pemerintahan semakin banyak yang tertunda dan hubungan jadi tidak harmonis antara eksekutif dan legislatif itu. Ini juga akan berimplikasi pada pembahasan anggaran daerah dan kegiatan pemerintahan daerah,” kata Mardyanto.

Untuk mencegah hal tersebut, Kemendagri dinilainya perlu memperbaiki mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah. Hal ini belum terlambat karena hingga 2023 masih ada 223 kepala dan wakil kepala daerah yang berakhir masa jabatannya dan sebagai penggantinya adalah penjabat kepala daerah. ”Aspirasi daerah tetap harus diperhitungkan. Usulan dari daerah harus dipertimbangkan agar penunjukan kepala daerah tidak digugat legitimasinya,” kata Mardyanto.

Selain memperhatikan aspirasi daerah, Mardyanto mendesak Kemendagri untuk segera menerbitkan peraturan teknis pelaksana guna memperbaiki mekanisme penunjukan kepala daerah ke depan. Kemendagri harus menyerap poin-poin pertimbangan yang disampaikan oleh Mahkamah Konstitusi dalam uji materi UU Pilkada. Kemendagri tak bisa berkukuh pada sikapnya karena para penjabat kepala daerah akan menjabat dalam waktu yang lama atau hingga Pilkada 2024 tuntas digelar.

”Harus diantisipasi dengan menerbitkan peraturan teknis supaya jelas parameter penunjukannya. Selain itu, mereka juga harus konsisten melaksanakan aturan teknis itu agar tidak lagi ada gugatan legitimasi, terutama di daerah,” tegas Mardyanto. (KOM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.