Stabilisasi Inflasi Dorong Pemulihan Ekonomi
MANOKWARI, papuabaratnews.co – Inflasi yang terjaga pada level stabil dan rendah berdampak positif terhadap upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Papua (Unipa) Rully N Wurarah mengatakan, sinergitas antara pemerintah pusat, daerah dan pelaku usaha sangat diperlukan dalam upaya pengendalian inflasi. Sehingga, komoditas barang tidak mengalami lonjakan harga ataupun penurunah harga yang berlebihan.
Untuk itu, pemerintah daerah melalui instansi teknis perlu mengontrol volume penawaran (supplay) dan permintaan (demand) akan kebutuhan barang dalam daerah.
“Supaya inflasi bisa berada pada posisi yang aman,” ujar Rully saat dikonfirmasi di ruang kerjanya, Kamis (28/1/2021).
Terkait volume supplay dan demand, sambung dia, akurasi data perdagangan dalam daerah harus terus menerus diperbaharui oleh instansi terkait. Misalnya, pemetaan terhadap kebutuhan benih padi bagi para petani.
“Kalau kelebihan supplay barang, harga akan jatuh. Ini harus dijaga, jadi data itu harus diketahui instansi terkait,” jelas dia.
Ia menilai, program stimulus dari pemerintah melalui dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) dapat merangsang daya beli masyarakat dan aktivitas perekonomian khusunya UMKM, setelah dihantam pandemi Covid-19.
“Pemerintah sudah berikan stimulus-stimulus untuk merangsang perekonomian,” jelas dia.
Selain itu, pola konsumsi yang selama ini terjadi perlu diimbangi dengan produksi supaya tidak terjadi kepincangan. Sebab, kebutuhan masyarakat akan barang akan meningkat dalam momen tertentu seperti menjelang hari besar keagamaan.
Contohnya, pasokan cabai dan ayam yang terkadang mengalami kekurangan karena tingginya permintaan.
Bank Indonesia Provinsi Papua Barat memprediksi inflasi tahun 2021 mengalami peningkatan, tetapi masih berada pada level yang stabil, dibandingkan inflasi tahun 2020 sebesar 0,71% (year on year/yoy).
Proyeksi inflasi 2021 berkisar 3% sampai 4% (yoy) dan tetap berada dalam sasaran inflasi nasional yakni 3±1% (yoy).
Kepala Kantor BI Papua Barat Rut Eka Trisilowati mengatakan, pengendalian terhadap inflasi inti (komponen menetap), inflasi administered price (komponen harga yang diatur oleh pemerintah) dan inflasi volatile food (komponen bergejolak) perlu dilakukan agar berjalan sesuai ekspektasi.
Bank Indonesia, kata dia, memperkirakan inflasi inti meningkat seiring membaiknya daya beli masyarakat setelah adanya upaya pemulihan ekonomi yang gencar dilakukan pemerintah. Pemulihan ekonomi ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, menekan angka pengangguran, mendorong tingkat konsumsi masyarakat.
Kemudian, inflasi administered price juga meningkat karena adanya peningkatan harga cukai rokok sebesar 12,5% yang mulai diberlakukan pada Februari 2021. Kenaikan cukai rokok ini secara bertahap meningkatkan tekanan inflasi pada kelompok administered price. Selain itu, peningkatan mobilitas masyarakat turut andil dalam peningkatan tarif angkutan udara.
Selanjutnya, inflasi volatile food diperkirakan meningkat namun tetap dalam level yang rendah dan stabil. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya tingkat permintaan serta pasokan yang mempengaruhi kelompok inflasi ini. Fenomena La Nina serta kondisi cuaca 2021 dapat memberikan dampak.
Badan Pusat Statistik Papua Barat merilis tingkat inflasi tahun kalender (Januari sampai Desember 2020) dan tingkat inflasi tahunan (Desember 2019 terhadap Desember 2020) sebesar 0,71% (year on year/yoy).
Sedangkan inflasi Desember 2020 sebesar 0,99% (month-to-month/mtm) dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 104,64, lebih tinggi dari inflasi November yang tercatat 0,79%. (PB15)
**Berita ini Telah Terbit di Harian Papua Barat News edisi Jumat 29 Januari 2021