Teror Lewat Bunga
JAKARTA – Jumat malam pekan lalu, rumah Alexander Marwata dan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mendapat kiriman satu buah karangan bunga tanpa nama. Karangan bunga itu berisi pesan ucapan selamat.
“Selamat atas keberhasilan Anda, Bapak Asep Guntur Rahayu, memasuki pekarangan tetangga. Dari tetangga,” begitu pesan yang tertulis di karangan bunga tersebut. Pesan serupa lewat karangan bunga juga dikirim ke alamat rumah Alexander.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri membenarkan adanya karangan bunga yang sampai di rumah Alexander dan Asep Guntur. Tapi ia tak bersedia menafsirkan pesan dalam karangan bunga tersebut.
Pegawai KPK berkeberatan atas pernyataan Johanis Tanak yang menyalahkan penyidik lembaganya dalam penanganan kasus dugaan suap pengadaan barang di Basarnas. Mereka menyampaikan keberatan itu lewat surat elektronik yang diunggah di grup e-mail pegawai dan pimpinan KPK, Sabtu pekan lalu.
Mereka beralasan, pimpinan KPK bertindak tidak profesional saat menjelaskan penanganan perkara dugaan suap ini. Sebab, penetapan status tersangka melalui prosedur yang ketat, yaitu berawal dari gelar perkara. Lalu keputusan gelar perkara juga menganut asas kolektif kolegial.
Para pegawai lantas menyampaikan tiga tuntutan, yaitu mendesak pimpinan KPK meminta maaf kepada publik dan pegawai KPK, meralat pernyataan pimpinan KPK yang sudah disampaikan ke publik, serta meminta pimpinan KPK mengundurkan diri dari jabatan karena bertindak tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik.
Mereka juga mendukung Asep Guntur tetap bertahan di KPK. Informasi yang mereka peroleh, Asep akan mengundurkan diri dari jabatan direktur penyidikan.
Dalam surat itu, pegawai meminta pimpinan KPK menyediakan waktu menerima tuntutan tersebut, Senin hari ini. “Mengingat urgensi dari audiensi tersebut, besar harapan kami agar pelaksanaannya tidak ditunda dengan alasan apa pun,” kata pegawai di dalam surat elektronik tersebut.
Ali Fikri membenarkan soal adanya protes pegawai tersebut. Tapi ia membantah kabar bahwa pegawai akan menggelar aksi mogok kerja. “Rencananya audiensi dengan pimpinan KPK besok (hari ini). Nanti disepakati penyelesaiannya,” kata Ali Fikri, kemarin.
Beberapa jam berselang, Ketua KPK Firli Bahuri menjawab protes para pegawai tersebut lewat surat elektronik di grup e-mail yang sama. Tempo memperoleh foto dari surat e-mail tersebut. Di dalam surat itu, Firli menyampaikan akan bertanggung jawab atas kekisruhan dalam penanganan kasus suap di Basarnas yang muncul belakangan ini.
“Kami memohon waktu untuk bersama merapatkan barisan. Pimpinan sudah menjadwalkan apel keluarga besar KPK dan kebersamaan dengan seluruh pegawai pada Senin, 31 Juli mendatang,” kata Firli. “Kita semua harus tetap solid, kompak, dan profesional menghadapi serangan balik dari para koruptor.”
Ia juga menegaskan bahwa operasi tangkap tangan dalam kasus Basarnas itu sudah tepat. Yaitu, selain melalui beberapa tahapan, pimpinan KPK mengetahuinya.
Pegawai KPK lantas membalas pernyataan Firli itu. Balasan pegawai ini diungkapkan lewat pantun di grup e-mail para pegawai dan pimpinan KPK tadi. “Tetangga marah bukan kepalang. Maling yang salah kita yang tumbang. Pimpinan di garis depan untuk menghadang. Bukan takut menyalahkan dan menghilang,” kata pegawai.
Ketua IM57+, M. Praswad Nugraha, menyayangkan sikap pimpinan KPK yang seolah-olah lepas tangan dalam kasus dugaan suap Basarnas. “Itu bentuk tindakan cuci tangan dan tidak patut dicontoh,” kata dia.
Menurut Praswad, sengkarut penyidikan kasus dugaan suap pejabat Basarnas ini tidak akan muncul jika pimpinan KPK konsisten menjerat kedua perwira TNI yang ditengarai terlibat. Ia pun berpendapat, KPK semestinya melibatkan Puspom TNI sejak awal. Bahkan KPK semestinya mengajak Puspom TNI saat konferensi pers pengumuman tersangka.
Paling penting, kata Praswad, KPK seharusnya mampu membawa perkara Henri Alfiandi dan Afri Budi itu ke peradilan sipil sesuai dengan amanat Undang-Undang KPK. (TEM)