UU TPKS, Pejabat Lakukan Kekerasan Seksual Bisa Dipidana 12 Tahun Penjara
JAKARTA – Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang baru disahkan oleh DPR juga mengatur sanksi terhadap pejabat negara yang melakukan kekerasan seksual terhadap orang dengan tujuan tertentu. Bahkan juga pidana berlaku bagi orang yang bertindak melakukan kekerasan seksual karena digerakkan atau sepengetahuan pejabat negara.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 11 UU TPKS yang menyebutkan, “Setiap pejabat atau orang yang bertindak dalam kapasitas sebagai pejabat resmi, atau orang yang bertindak karena digerakkan atau sepengetahuan pejabat melakukan kekerasan seksual terhadap orang dengan tujuan tertentu dipidana karena penyiksaan seksual, dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 300 juta”.
Tujuan tertentu yang dimaksud adalah, pertama intimidasi untuk memperoleh informasi atau pengakuan dari orang tersebut atau pihak. Kedua, persekusi atau memberikan hukuman terhadap perbuatan yang telah dicurigai atau dilakukannya dan/atau ketiga mempermalukan atau merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan/atau seksual dalam segala bentuknya.
Pasal 12 UU TPKS juga menyinggung orang yang menyalahgunakan kedudukan dan wewenang melakukan eksploitasi sosial dapat dipidana penjara maksimal 115 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Berikut ini bunyi Pasal 12, “Setiap Orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, atau perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, ketidakberdayaan, atau ketergantungan seseorang, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual, dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.