Wapres Dorong Percepatan Reforma Agraria di Papua
JAYAPURA – Agenda pertanahan merupakan salah satu agenda prioritas pemerintah di Papua yang mendapat perhatian serius. Pemerintah mendorong percepatan pelaksanaan reforma agraria yang mempertimbangkan kontekstual Papua. Dalam semangat otonomi khusus, pemerintah mendorong kepastian hukum hak atas tanah melalui sertifikasi hak atas tanah dan pendaftaran tanah adat/ulayat.
Hal ini dilakukan sesuai dengan hasil inventarisasi masyarakat hukum adat dan tanah adat/ulayat yang ditetapkan pemerintah daerah dalam Perdasus atau Perdasi. Pada Rabu (11/10/2023), Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyerahkan 102 sertifikat tanah hasil program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) kepada masyarakat Papua di Youth Creative Hub (PYCH), Kota Jayapura, Papua.
Dalam sambutannya, Wapres menuturkan bahwa PTSL merupakan program nasional yang dilaksanakan sejak 2017, dengan target terdaftarnya 126 juta bidang tanah pada 2025. ”Saya ucapkan selamat kepada bapak/ibu penerima sertifikat tanah. Simpan dengan baik sertifikat yang sudah diterima, bila perlu dapat dititipkan di bank melalui sistem penyimpanan yang baik,” ujar Wapres Amin.
Pada kesempatan ini, secara simbolis Wapres menyerahkan sertifikat tanah kepada sepuluh perwakilan penerima. Wapres didampingi Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo, Penjabat Gubernur Papua M Ridwan Rumasukun serta Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang Kementerian ATR/BPN Virgo Eresta Jaya.
Penyerahan sertifikat tanah ini merupakan komitmen pemerintah untuk mempercepat penyertifikatan tanah di seluruh Indonesia secara gratis. Sertifikat tanah sangat penting karena menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemiliknya.
”Tanah memiliki nilai yang berharga dalam hati masyarakat Papua, baik dari sisi spiritualitas, sosiologis antropologis, kebudayaan, maupun ekonomi masyarakat. Tanah dipandang sebagai Ibu atau Mama yang melahirkan kehidupan sosial di masyarakat Papua,” ujar Wapres.
Menurut Wapres, sertifikat memiliki nilai ekonomis jika dijaminkan ke bank untuk mendapat permodalan usaha yang produktif. Sertifikat juga merupakan aset yang berharga dalam membangun pola kerja sama dalam berbagai skema usaha.
Kementerian ATR/BPN dan pemerintah daerah diminta untuk terus meningkatkan jumlah bidang tanah yang didaftarkan dan diberi sertifikat, serta menyelesaikan target pendaftaran dan penyertifikatan tanah di seluruh Provinsi Papua. Program PTSL diminta terus dilanjutkan untuk memberi jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah masyarakat.
”Laksanakan proses pendaftaran tanah dengan baik dan akurat karena sertifikat adalah sumber informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk pemerintah, sehingga data yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan cepat dan mudah,” kata Wapres Amin.
Jajaran kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan semua pemangku kepentingan diperintahkan terus membangun kerja sama dengan masyarakat adat di Papua. Hal ini guna memastikan adanya penghormatan hak ulayat dalam berbagai langkah percepatan pembangunan Papua.
Penjabat Gubernur Papua M Ridwan Rumasukun berharap agar kepemilikan sah atas tanah-tanah di Papua bisa dipastikan dengan penerbitan sertifikat tanah. ”Saya berharap kita semua yang mempunyai tanah akan dibantu oleh Bapak Wamendagri, terutama tanah-tanah kita yang ada di laut. Itu akan baik karena kita tahu kepemilikan yang sah tentang tanah-tanah itu,” ujar Ridwan.
Salah satu penerima sertifikat, Roberth Dieudonne Wanggai, warga Sanggaria, Kecamatan Arso Barat, mengatakan bahwa proses yang dilaluinya untuk memperoleh sertifikat tergolong mudah. Ia harus mengurus secara kolektif selama 1 tahun. Selain legitimasi hukum dari pemerintah, ia pun telah melalui proses pelepasan tanah dari adat. Ia mendaftarkan tanah dengan luasan 1 kapling atau 25 x 50 meter.
”Sejak awal tidak ada kesulitan. Punya kewajiban dari adat dan pemerintah. Prosesnya wajar dan biasa saja tidak dipersulit dan ada kepastian hukum dalam sertifikat dan ada pelepasan adat. Di Papua harus diawali dengan pelepasan adat. Sertifikat tanpa pelepasan adat belum valid,” ujar Roberth. (KOM)