Waterpauw Janji Tekan Angka Stunting di Papua Barat
MANOKWARI – Perumusan program penanganan stunting harus dilakukan secara sistematis, terencana dan terukur. Sehingga, upaya menekan prevalensi stunting berjalan sesuai ekspektasi bersama.
Penjabat Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw, berjanji akan berusaha untuk menekan angka prevalensi balita yang mengidap stunting.
Papua Barat masih berada pada level 26,2% prevalensi stunting lebih tinggi dari rata-rata nasional yakni 24%.
Presiden Jokowi berharap agar angka stunting harus mengalami turun 3,4% dalam tahun ini.
“Ada daerah yang akan menjadi prioritas kami,” ucap Waterpauw usai melakukan serah terima jabatan, Jumat pekan lalu (20/5/2022).
Ia melanjutkan, masalah stunting di Papua Barat juga menjadi perhatian pemerintah pusat.
Percepatan penurunan stunting telah diinstruksikan oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021, dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024.
“Bapak Presiden melalui Pak Mendagri telah mengamanatkan agar bisa tekan angka stunting,” ujarnya.
Dengan demikian, selama masa kepemimpinannya, program penanganan stunting menjadi salah satu prioritas agar berjalan secara optimal di seluruh kabupaten/kota di Papua Barat.
“Di Papua Barat masih ada stunting di beberapa titik,” jelas Waterpauw.
Kepala BKKBN Perwakilan Papua Barat, Philmona Maria Yorolla, menjelaskan, pemerintah pusat menargetkan prevalensi stunting bisa diturunkan ke level 14% pada 2024.
Meski sulit, namun Papua Barat optimis mampu mencapai. Oleh karena itu, perlu adanya kolaborasi program di setiap pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi.
“Harus ada komitmen baik dari provinsi maupun kabupaten dan kota,” ucap Philmona.
Ada enam kabupaten dengan prevalensi stunting masih sangat tinggi. Enam daerah itu adalah Pegunungan Arfak (40,1%), Sorong Selatan (39,6%), Tambrauw (39,4%), Maybrat (34,5%), Raja Ampat (31,1%) dan Teluk Wondama (31,0%).
Sedangkan tujuh daerah lainnya yakni Kota Sorong, Fakfak, Manokwari, Teluk Bintuni, Manokwari Selatan, Kaimana, dan Kabupaten Sorong, berada di bawah 30%.
Kota Sorong menjadi daerah dengan angka stunting paling rendah yakni 19,9%.
“Ini akan jadi perhatian pemerintah untuk berkolaborasi dalam menangani stunting,” ujar Philmona.
Sejak tahun 2021, BKKBN telah melakukan sejumlah program prioritas dalam menurunkan angka stunting di Papua Barat.
Misalnya, pembentukan Tim Pendamping Keluarga (TPK) di seluruh desa dan kelurahan.
Jumlahnya mencapai 1.837 tim, yang terdiri dari tiga orang dalam satu tim (satu bidan, kader PKK dan kader KB).
“Sasaran program yang dijalankan tim ini sesuai dengan yang ada dalam Perpres 72,” ujar dia.
Ia melanjutkan, BKKBN juga melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan Universitas Papua (Unipa) Manokwari, Universitas Muhammadiyah (Unimuda) Sorong, dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Sorong. Kerja sama tersebut berkaitan dengan program Mahasiswa Penting (Peduli Stunting).
Nantinya, mahasiswa dari tiga perguruan tinggi itu terlibat langsung mengedukasi masyarakat untuk menerapkan pola hidup sehat, terutama ibu-ibu hamil.
“Target kami semua perguruan tinggi bisa kita lakukan kerja sama Mahasiswa Penting,” ucap Philmona.(PB15)