Penduduk Miskin di Papua Barat Bertambah
MANOKWARI, papuabaratnews.co – Pandemi Covid-19 yang belum berakhir memberikan dampak negatif ke semua sektor kehidupan, termasuk jumlah penduduk miskin semakin meningkat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin di Provinsi Papua Barat per September 2020 berjumlah 215,22 ribu orang. Jika dibandingkan dengan periode Maret 2020 yang tercatat ada 208,58 ribu orang miskin, maka telah terjadi penambahan 6,6 ribu orang miskin.
“Terjadi penambahan penduduk miskin pada September, bila dibandingkan Bulan Maret 2020,” ucap Kepala BPS Papua Barat Maritje Pattiwaellapia dalam konfrensi pers virtual yang digelar pada Senin (15/2/2021).
Dia menjelaskan, disparitas penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan masih sangat signifikan.
Untuk September 2020, jumlah penduduk miskin yang tinggal di wilayah perdesaan sebanyak 188,47 ribu jiwa atau sekitar 33,20% dari total penduduk di Papua Barat. Sementara di perkotaan ada 26,75 ribu penduduk miskin atau setara 6,31%.
Disparitas ini, sambung dia, terus mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun. Namun, masih didominasi penduduk miskin yang tinggal di kawasan perdesaan.
“Penduduk miskin di perdesaan jauh lebih besar dari perkotaan. Kondisi Maret 2020 penduduk miskin di kota hanya 5,85% sedangkan di desa sebanyak 32,70%,” jelas Maritje.
Bertambahnya jumlah penduduk miskin, kata dia, dipengaruhi oleh lesunya kinerja perekonomian yang terdampak pandemi Covid-19.
Adapun faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan periode September 2020 meliputi, rendahnya inflasi umum dari Maret-September 2020 yakni 0,30% yang mengindikasikan turunnya daya beli masyarakat.
Kemudian, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020 mengalami kontraksi -3,16% (year on year/yoy). Capaian kinerja perekonomian kuartal III-2020 ini jauh lebih rendah dibanding capaian kuartal III-2019 yang tumbuh sebesar 2,93% yoy.
“Beberapa lapangan usaha juga terdampak seperti lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan terkontraksi -7,46%. Perdagangan terkontraksi -2,01%, transportasi dana pergudangan kontraksi -27,02% serta penyedia jasa akomodasi dan minuman terkontraksi -8,28%,” jelas dia.
Ia melanjutkan, pengeluaran penduduk per kapita per bulan juga mengalami penurunan. Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) September 2020 turun 0,55 poin dibandingkan Maret 2020 yaitu dari 100,69 menjadi 100,14. Turunnya NTP mengambarkan adanya penurunan kesejahteraan petani.
“Walaupun tipis ya, tapi menyebabkan kesejahteraan petani turun,” tutur dia.
Faktor lainnya adalah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Papua Barat yang mengalami kenaikan 0,6% poin pada Agustus 2020 menjadi 6,80%. Dengan demikian, ada 126,29 ribu penduduk usia kerja terdampak pandemi Covid-19 dengan rinciannya yakni 2,96 ribu orang jadi pengangguran, ada 1,55 ribu orang menjadi bukan angkatan kerja, ada 13,20 ribu orang menjadi sementara tidak bekerja, dan 108,58 ribu orang bekerja dengan pengurangan jam kerja.
“TPT itu mengalami kenaikan ya jika dibandingkan dengan Februari 2020 sebesar 6,20%,” jelas dia.
Di sisi lain, sambung dia, realisasi APBD yang dikucurkan oleh pemerintah daerah untuk belanja bantuan sosial (Bansos) mengalami peningkatan 4,35% pada kuartal III-2020 dibanding kuartal I-2020. Secara tahunan, realisasi APBD kuartal III-2020 juga meningkat 2,38% yoy dibanding kuartal III-2019.
Kenaikan realisasi bansos sangat membantu masyarakat di masa pandemi ini, terutama mereka yang berada di lapisan bawah.
“Kita lihat bahwa masyarakat yang berada pada golongan bawah sangat tertolong dengan adanya realisasi bansos itu,” ujar dia.
Maritje kemudian berharap agar program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berjalan optimal dan tepat sasaran. Sehingga, memberikan efek positif terhadap perekonomian baik nasional maupun regional.
“Mudah-mudahan pandemi ini segera berakhir dan pemulihan ekonomi semakin baik,” ucap Maritje.
Tertinggi kedua
Maritje menjelaskan, Provinsi Papua Barat menjadi provinsi kedua dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia, setelah Provinsi Papua.
Pada September 2020 penduduk miskin di Papua Barat mencapai 21,70% atau meningkat 0,33% poin dibandingkan dengan Maret 2020 yang hanya 21,70%.
“Kalau dibandingkan dengan September 2019 juga meningkat sebesar 0,19% poin penduduk miskin di Papua Barat,” jelas Maritje Pattiwaellapia.
Perlu diketahui hampir semua provinsi mengalami kenaikan persentase penduduk miskin pada September 2020, dibanding Maret 2020. Kenaikan persentase penduduk miskin tertinggi terjadi di Banten, Sulawesi Tenggara, Bali, Sulawesi Baratz Kalimantan Utara dan Jawa Barat.
“Papua Barat masih di atas nasional. Nasional itu 10,19%,” tutur mantan Kepala BPS Provinsi NTT.
Indeks kedalaman dan keparahan
Persoalan kemiskinan tidak hanya ditinjau dari jumlah dan persentase penduduk miskin di suatu wilayah. Dimensi lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Kepala BPS Maritje Pattiwaellapia menuturkan, indeks kedalaman mengindikasikan rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menjauhi garis kemiskinan. Sedangkan indeks keparahan menunjukan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.
“Indeks kedalaman kemiskinan naik sebesar 0,28 poin dari 5,787 pada Maret 2020 menjadi 6,068 pada September 2020. Sementara indeks keparahan kemiskinan juga naik 0,352,” jelas dia.
Secara umum, sambung Maritje, indeks kedalaman kemiskinan di wilayah perdesaan jauh lebih tinggi dari perkotaan. Hal ini membutuhkan effort (upaya, red) lebih besar guna mengentaskan masalah disparitas kemiskinan antara kota dan desa di Provinsi Papua Barat.
“Indeks keparahan kemiskinan di desa juga jauh lebih tinggi dari kota. Artinya, pengeluaran per kapita per bulan miliki variasi yang tinggi atau ketimpangan tinggi,” tutur Maritje.
Perlu diketahui, jumlah penduduk miskin di Provinsi Papua Barat pada September 2018 sebanyak 213,67 ribu jiwa (22,66%), mengalami penurunan pada Maret 2019 menjadi 211,50 ribu jiwa (22,17%) dan kembali turun pada September 2019 menjadi 207,59 ribu jiwa (21,51%). Pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin turun menjadi 208,58 ribu jiwa (21,37%), namun mengalami peningkatan menjadi 215,22 ribu jiwa (21,70%). (PB15)
**Berita ini Telah Terbit di Harian Papua Barat News Edisi Rabu 17 Februari 2021