Presiden Diminta Pertimbangkan Amnesti untuk Tahanan Nurani
MANOKWARI, papuabaratnews.co – Lembaga nirlaba Amnesty Internasional Indonesia meminta presiden mempertimbangkan pemberian amnesti kepada 47 tahanan nurani yang saat ini masih dipenjara. Apalagi, saat ini pemerintah sedang gencar memberikan pembebasan bersyarat karena penjara merupakan wilayah rawan penyebaran Covid-19. Amnesti tersebut hanya dapat dilakukan dengan kehendak Presiden.
Dilansir Kompas.id, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan, tahanan nurani adalah mereka yang dihukum karena mengekspresikan kebebasan pendapat secara damai. Mereka tidak melakukan tindakan kriminal atau kekerasan.
Tahanan nurani adalah mereka yang dihukum karena mengekspresikan kebebasan pendapat secara damai. Mereka tidak melakukan tindakan kriminal atau kekerasan. Namun, oleh hukum di Indonesia, hal itu dianggap sebagai tindakan makar atau separatisme. Sebanyak 47 tahanan nurani itu di antaranya adalah 12 orang terkait kebebasan ekspresi di Maluku dan 35 terkait kebebasan ekspresi di Papua. Mereka rata-rata dijatuhi hukuman lima tahun penjara.
“Mereka ini hanya menyuarakan aspirasinya secara damai. Tidak menghasut, dan melakukan tindakan kriminal. Di momentum 75 tahun kemerdekaan Indonesia ini, amnesti mendesak agar dilakukan pembebasan tanpa syarat,” kata Usman Hamid, Kamis (13/8/2020).
Menurut Usman Hamid, pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, pernah dikeluarkan kebijakan amnesti. Amnesti diberikan kepada korban kekerasan seksual Baiq Nuril, yang justru dikriminalisasi menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Kasus ini memang tidak berkaitan dengan politik. Namun, melihat detail kasus yang terjadi pada tahanan nurani, pemerintah dapat berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR. Setelah itu, kewenangan untuk memberikan amnesti sepenuhnya ada di tangan presiden.
“Kalau ada program yang gencar mengeluarkan tahanan dari penjara karena rawan terpapar Covid-19, mengapa program itu tidak juga diberikan kepada tahanan nurani? Jika ada komitmen, hal itu seharusnya tidak sulit,” kata Usman.
Koordinator Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengatakan, pada saat Gus Dur menjabat sebagai presiden ke-4 RI, banyak digunakan cara-cara dialog untuk menangani masalah di Papua.
Gus Dur mengundang perwakilan Dewan Rakyat Papua untuk menanyakan aspirasi mereka. Gus Dur bersedia mendengarkan keinginan rakyat Papua misalnya tentang pengembalian nama Papua dari sebelumnya Irian Jaya.
“Gus Dur melakukan pendekatan hak asasi manusia (HAM) untuk menangani masalah di Papua. Dia berikan penghargaan dan ruang untuk determinasi rakyat Papua. Namun, hal itu ditegaskan tetap dalam bingkai NKRI,” kata Alissa.
Oleh sebab itu, Alissa berpendapat bahwa presiden seharusnya mempertimbangkan pemberian amnesti kepada tahanan nurani. Hal itu akan memberikan keadilan sehingga perdamaian yang berkelanjutan dapat diciptakan. Sebagai langkah awal, Alissa menyarankan dialog seperti pada masa kepemimpinan ayahnya dapat dilakukan.
Presiden seharusnya mempertimbangkan pemberian amnesti kepada tahanan nurani. Hal itu akan memberikan keadilan sehingga perdamaian yang berkelanjutan dapat diciptakan.
Sejarawan Bonnie Triyana mengatakan, berdasarkan catatan ada sejumlah orang yang terlibat dalam pemberontakan di era presiden Soekarno yang mendapatkan amnesti. Contohnya adalah mereka yang terlibat dalam gerakan DI/TII dan PRRI/Permesta. Mereka diberi pengampunan dan kesempatan untuk kembali ke masyarakat. Saat itu, pemberian amnesti dapat mencegah stigmatisasi maupun persekusi terhadap tahanan tersebut.
Kewenangan presiden
Sementara itu, Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Utama Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Junaedi mengatakan, amnesti bukan merupakan hak warga binaan tetapi pemberiannya menjadi hak prerogatif presiden. Pihaknya tak dapat memberikan penjelasan mengenai hal tersebut karena amnesti tak diatur di dalam Undang-Undang Pemasyarakatan dan regulasi turunannya.
Sementara terkait dengan peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-75, pemerintah memberikan remisi umum kepada 142.545 narapidana.
“Kemenkumham sangat terbuka menerima masukan tersebut. Namun, implementasinya untuk amnesti adalah hak presiden, bukan hak warga binaan,” terang Junaedi. (KOM/RED)