Proses Rekrutmen CPNS di Papua Barat Perlu Dievaluasi
MANOKWARI, papuabaratnews.co – Pengumuman atas hasil seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) formasi 2018 beberapa waktu lalu, menimbulkan sejumlah aksi penolakan dari kalangan masyarakat. Untuk itu, pemerintah daerah di Provinsi Papua Barat diminta segera melakukan evaluasi proses rekrutmen CPNS tersebut.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Provinsi Papua Barat, Orgenes Wonggor, mengatakan, evaluasi harus dilakukan secepat mungkin agar proses rekrutmen CPNS untuk formasi tahun 2019 yang rencananya diselenggarakan pada September mendatang tidak mengalami hambatan.
“Gubernur dan kepala daerah harus rapat bersama membahas hasil rekrutmen CPNS formasi 2018 yang telah menimbulkan gejolak di tengah masyarakat,” ujarnya melalui sambungan telephone saat dikonfirmasi Papua Barat News, Minggu (2/8/2020).
Proses evaluasi bersama itu bertujuan agara pemerintah daerah dapat mendengarkan aspirasi masyarakat asli Papua terkait kuota 80 persen dan 20 persen. Sangat diharapkan, persentase tersebut dapat diaplikasikan guna memberikan rasa keadilan bagi masyarakat asli Papua di wilayah setempat.
“Kuota 80 persen untuk orang asli Papua dan 20 persen non Papua itu sudah dipenuhi atau belum oleh daerah ?. Supaya beri rasa keadilan bagi pencari kerja asli Papua,” tegas Wonggor.
Ia menuturkan, DPR Papua Barat bersama MRP Papua Barat siap mendorong mekanisme penerimaan CPNS yang memprioritaskan orang asli Papua melalui rancangan peraturan daerah khusus (Rapderdasus).
Dengan adanya regulasi tersebut, maka dapat dipastikan tidak terjadi marjinalisasi terhadap orang asli Papua dalam setiap perekrutan.
“DPR siap mendorong adanya prioritas penuh bagi orang asli Papua dalam rekrutmen CPNS sehingga memiliki dasar hukum,” jelasnya.
Dia berharap, pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota dan provinsi memperhatikan pembagian kuota 80 persen bagi pencari kerja asli Papua. Jika kekhususan dan prioritas telah dilakukan, aksi protes yang menimbulkan gangguan kamtibmas tidak kembali terjadi. Karena itu harus menjadi perhatian serius bagi seluruh kepala daerah di Papua Barat khususnya gubernur dan bupati.
“Wajib hukumnya orang asli Papua harus diprioritaskan di atas tanahnya sendiri,” tutupnya. (PB22)