Agar UMKM Bisa Masuk Pasar Modal
JAKARTA – Keterbatasan terhadap akses permodalan masih menjadi tantangan bagi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk berkembang. Pasar modal bisa menjadi alternatif permodalan, tapi dibutuhkan pendampingan agar UMKM siap melantai di bursa saham.
Untuk membawa UMKM masuk pasar modal, Kementerian Koperasi dan UKM bersinergi dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) memberikan penguatan kapasitas pelaku UMKM untuk naik kelas hingga menjadi perusahaan publik dan listing di bursa saham. Kolaborasi tersebut ditandai dengan penandatanganan MoU antara Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki dengan Direktur Utama BEI Iman Rachman, Rabu (7/6/2023).
Poin utama kerja sama tersebut adalah mempromosikan UKM-UKM yang ada di Indonesia untuk bisa listing di lantai bursa. Bursa juga akan memberikan pendampingan bagi UKM yang berpotensi untuk bisa mengakses pendanaan di pasar modal. Dengan adanya kerja sama ini, proses inkubasi UKM diharapkan bisa berjalan lebih cepat sehingga mendorong UKM listing di lantai bursa.
Dirut BEI Iman Rachman menyatakan mendukung sektor UMKM untuk mengakses pendanaan dari pasar modal. Bursa juga siap memberikan pendampingan bagi pelaku UMKM untuk melaksanakan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO). “Untuk membantu usaha dengan aset kecil menengah, BEI telah menyediakan platform yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha, yaitu papan akselerasi,” kata Iman.
Saat ini terdapat empat papan perdagangan saham untuk mengakomodasi berbagai karakteristik perusahaan. Keempatnya adalah Papan Utama untuk perusahaan berskala besar, Papan Pengembangan, Papan New Economy untuk perusahaan berbasis teknologi, serta Papan Akselerasi untuk UMKM.
Menurut Iman, jumlah perusahaan yang diperdagangkan di Papan Akselerasi sudah mencapai 33 perusahaan dari total 894 perusahaan di BEI. Beberapa perusahaan yang tercatat di Papan Akselerasi sudah naik kelas ke Papan Pengembangan.
Selain itu, Iman melanjutkan, BEI menyediakan program IDX Incubator yang memberikan bimbingan bagi perusahaan-perusahaan skala kecil menengah yang siap untuk IPO. Dari IDX Incubator, setidaknya sudah ada enam perusahaan yang tercatat di BEI. “Tidak hanya menyiapkan papannya, kami juga akan melakukan pendampingan kepada UMKM untuk siap IPO,” ujar Iman.
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengapresiasi adanya Papan Akselerasi sebagai kebijakan yang inovatif dari BEI untuk memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM agar bisa listing di bursa saham. “Alternatif pendanaan yang tepat bagi usaha skala menengah adalah skema investasi melalui pasar modal,” ujar Teten.
Teten mencontohkan UMKM yang berhasil berkembang menjadi perusahaan besar dan mampu mencatatkan sahamnya di pasar modal, yaitu PT Sari Kreasi Boga Tbk (Kebab Baba Rafi), PT Tourindo Guide Indonesia (PGJO), dan lainnya. Ini menjadi inspirasi bagi para pelaku UMKM lainnya untuk dapat masuk ke pasar modal.
Teten mengakui, akan butuh waktu lama bagi usaha kecil untuk tumbuh secara organik. Untuk itu, diperlukan upaya agregasi dan konsolidasi agar skala usaha UMKM bisa masuk batas minimum sehingga bisa listing di bursa saham.
Teten optimistis Papan Akselerasi IDX Incubator dapat menjadi akselerator dalam mendukung pertumbuhan dan pengembangan UMKM di sektor pasar modal. “Harus segera kita buat short list, mana yang bisa kita inkubasi, kemudian kita dorong untuk IPO. Dengan cara seperti itu, saya yakin akan semakin banyak UMKM yang listing,” kata Teten.
Teten mengungkapkan, saat ini masih banyak pelaku UMKM yang belum mengakses perbankan. Bahkan, tidak sedikit UMKM yang masih menggunakan modal pribadi hingga mengakses pinjaman ke rentenir untuk mendanai usahanya. “Sekitar 30 juta UMKM masih menggunakan pembiayaan pribadi atau keluarga dan ada enam juta UMKM masih mengakses pinjaman ke rentenir,” ujar Teten.
Atas alasan itu, Kemenkop bekerja sama dengan BEI memperkenalkan alternatif pendanaan bagi pelaku UMKM. Teten berharap kerja sama ini dapat mempercepat UMKM untuk go public dan memanfaatkan pembiayaan di luar perbankan.
Menurut Teten, kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional sangat besar, tapi strukturnya masih didominasi oleh sektor mikro. Berbeda dengan di Korea Selatan. Meski sama-sama ditopang oleh UMKM, skala usahanya sudah terbilang besar karena didukung oleh inovasi teknologi yang mumpuni. “Oleh karena itu, kita harus memperkuat struktur ekonomi kita agar usaha yang skalanya kecil bisa naik jadi menengah,” ujar Teten.
Teten meyakini kerja sama dengan BEI melalui program inkubator dapat mempercepat tercapainya target 100 UMKM untuk go public. Saat ini dari 894 perusahaan yang telah melantai di bursa efek, baru ada 33 UMKM yang sudah melakukan IPO. “Targetnya ada 100 UMKM yang bisa listing di bursa ini. Tapi, mungkin dengan pendekatan inkubasi dan agregasi mungkin akan lebih banyak,” kata Teten.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menyampaikan, sebanyak 10 persen dari perusahaan yang mengantre akan menggelar IPO pada tahun ini merupakan sektor UMKM. Perusahaan-perusahaan tersebut merupakan perusahaan dengan nilai aset di bawah Rp 50 miliar.
Sisanya, sekitar 85-90 persen yang mengantre IPO masih didominasi oleh perusahaan dengan aset skala menengah dengan nilai aset antara Rp 50 miliar sampai Rp 250 miliar dan skala besar dengan aset di atas Rp 250 miliar.
“Memang lebih besar sekitar 85-90 persen itu yang menengah dan besar, UMKM sisanya yang skala kecil dan di akselerasi itu sekitar 10 persen,” ujar Nyoman.
Melihat fenomena tersebut, pihaknya telah menyediakan papan akselerasi sebagai upaya mendorong lebih banyak UMKM untuk menyelenggarakan IPO sebagai bentuk penggalangan dana untuk naik kelas dan melakukan ekspansi.
“Yang kita masukkan ke papan akselerasi bukan hanya sekadar size-nya yang kecil. Kita tidak melihat itu, tapi bagaimana perusahaan ini berbeda dari yang lain. Artinya, ada inovasi ada hal-hal yang kita lihat ada peluang pertumbuhan ke depan,” ujar Nyoman. (REP)