EKONOMI

Ancaman Kebakaran Berulang Fasilitas Pertamina

JAKARTA – Hanya dalam rentang waktu satu bulan, tiga insiden berujung kebakaran terjadi di fasilitas milik PT Pertamina (Persero). Dari tempat penyimpanan, kapal pengangkut BBM, hingga teranyar melanda kilang Pertamina di Dumai, Riau.

Kebakaran teranyar terjadi di Refinery Unit II Dumai yang dikelola PT Kilang Pertamina Internasional. Api muncul setelah sebelumnya terjadi ledakan di area kompresor gas sekitar pukul 22.54 WIB. “Saat ini penyebab insiden masih dalam proses penyelidikan,” ujar Area Manager Communication, Relations, & CSR Refinery Unit Dumai, Agustiawan, Minggu (2/4/2023), dilansir Antara.

Perusahaan masih menghentikan pengoperasian kilang di Dumai. Namun Agustiawan memastikan tak ada kendala penyaluran pasokan BBM. Kilang Dumai selama ini bertanggung jawab menyuplai bahan bakar ke Pertamina Patra Niaga regional Sumatera bagian utara yang meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau.

Sekitar sebulan sebelum kejadian ini, tepatnya pada Jumat malam, 3 Maret lalu, kebakaran juga terjadi di terminal BBM Plumpang di Jakarta Utara. Kecelakaan ini diduga terjadi setelah ada kebocoran di pipa penerimaan bahan bakar. Sebanyak 25 orang meninggal dan 21 orang terluka dalam peristiwa ini lantaran api menyembur ke permukiman yang berimpitan dengan fasilitas milik PT Pertamina Patra Niaga tersebut.

Terminal BBM Plumpang berperan vital dalam distribusi bahan bakar di dalam negeri. Dengan kapasitas tangki timbun 291.889 kiloter, depo Plumpang bisa memenuhi sekitar 20 persen kebutuhan rata-rata BBM harian di Indonesia. Dari Plumpang, Pertamina menyalurkan BBM terutama untuk kebutuhan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Jenis bahan bakar yang tersedia di sana bervariasi, dari Premium, Bio Solar, Dex, Dexlite, Pertamax, Pertalite, hingga Pertamax Turbo.

Belum selesai penyelidikan kasus tersebut, kabar kebakaran kembali muncul. Pada Minggu sore, 26 Maret, Kapal MT Kristin yang mengangkut BBM Pertamina terbakar saat berlayar di perairan Mataram, Nusa Tenggara Barat. Menurut PT Pertamina International Shipping, percikan api diduga berasal dari forecastle atau mooring deck depan. Tiga awal kapal meninggal dalam kejadian ini setelah sebelumnya hilang.

Saat berlayar, kapal ini membawa muatan 5.900 kiloliter Pertalite. Menurut rencana, kapal tersebut melaju ke terminal BBM Ampenan untuk menyalurkan 2.700 kiloliter muatan. Setelah itu, kapal melanjutkan perjalanan untuk mengeluarkan 2.300 kiloliter muatannya di terminal BBM Sanggaran Bali.

Akar Masalah di Fasilitas Pertamina

Peristiwa dalam sebulan terakhir ini menambah panjang daftar kecelakaan kerja Pertamina. Dalam periode 2020-2022, total terjadi tujuh kebakaran di kilang. Kebakaran di salah satu fasilitas kilang di Dumai pun bukan pertama kali terjadi. Pada 16 Februari 2014, fasilitas di Kilang Minyak Putri Tujuh Pertamina Refinery Unit II Dumai juga terbakar. Fasilitas yang terbakar adalah unit heater atau pemanas yang berfungsi menaikkan temperatur bahan baku dengan cara pembakaran dalam ruang tertutup.

Sumber internal yang berpengalaman bekerja di Pertamina menyatakan akar masalah dari rentetan kejadian kebakaran ini berkaitan dengan sumber daya manusia di Pertamina. “Kalau soal aturan safety, Pertamina kurang apa?” tuturnya. Menurut dia, semua sangat bergantung pada manusia yang menjalankannya.

Khusus di kilang, dia melihat banyak petugas yang terbatas kemampuannya. Salah satu pemicunya adalah keterlambatan regenerasi. “Mungkin secara textbook jago, tapi pengalamannya minim,” katanya. Dalam beberapa kasus, dia juga melihat penempatan penjabat yang tidak memiliki kompetensi sesuai dengan tugasnya di kilang.

Sumber tersebut juga menyoroti kebijakan Pertamina bekerja sama dengan pihak ketiga untuk membantu operasi di kilang. Dalam satu sisi, kehadiran mitra tersebut dapat membuka lapangan kerja untuk masyarakat setempat sekaligus membantu pekerjaan petugas Pertamina di kilang. Namun, di sisi lain, tak bisa dimungkiri ada risiko mereka lalai dalam menjalankan tugas karena beragam alasan.

Audit Menyeluruh Fasilitas Pertamina

Rentetan ini, menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Haryadi, mengancam stabilitas pasokan bahan bakar. Dia menilai kejadian terakhir cukup untuk mendorong audit menyeluruh di seluruh fasilitas Pertamina. “Tidak hanya satu atau dua kilang yang sudah kejadian. (Audit menyeluruh) biar tidak terulang karena ini sering banget,” katanya. Proses pemeriksaannya juga perlu melibatkan auditor independen agar kelemahan dari operasional perusahaan bisa terlihat jelas.

Menurut anggota Komisi VII DPR, Abdul Kadir Karding, evaluasi di tubuh Pertamina tak sebatas soal teknis operasi hingga teknologi mereka. “Kita juga harus mendorong direksi Pertamina menempatkan orang-orang yang memiliki kemampuan dan kapasitas,” kata dia. Orang yang tepat seharusnya bisa menjamin kegiatan produksi sekaligus ahli dalam hal pengawasan sehingga rentetan kecelakaan tak terulang.

Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama, menyatakan pihaknya telah memberikan arahan yang jelas kepada jajaran direksi untuk mengatasi kecelakaan yang berulang kali terjadi dalam jarak waktu yang pendek. “Memang perlu ada top management yang berfokus menangani HSSE (health, safety, security, and environment) se-Pertamina Group yang bertanggung jawab dalam penerapan HSSE sampai ke lapangan,” kata dia.

Adapun Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menyatakan perseroan selalu melakukan evaluasi dan penerapan standar keamanan di seluruh fasilitas produksi perusahaan. Menurut dia, langkah tersebut sangat krusial mengingat kegiatan Pertamina yang memiliki risiko sangat tinggi. “Tentu tidak ada yang menginginkan kejadian seperti ini,” ujarnya. (TEM)

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Copy Protected by Chetan's WP-Copyprotect.