Kemiskinan di Papua Barat Menurun
MANOKWARI – Angka kemiskinan Papua Barat menurun menjadi 20,49 persen atau 214.980 orang per Maret 2023. Kendati menurun, secara nasional persentase kemiskinan tertinggi masih terkonsentrasi di Provinsi Papua Barat dan Papua.
Data terbaru Profil Kemiskinan di Papua Barat yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (17/7//2023) menunjukkan, tingkat kemiskinan per Maret 2023 menurun dibandingkan dengan kondisi Maret 2022 dan September 2022.
Per Maret 2023, angka kemiskinan tercatat sebesar 20,49 persen dari total populasi Papua Barat, atau 214.98 ribu orang. Itu lebih rendah dari tingkat kemiskinan per September 2022 yang sebesar 21,43 persen atau sebanyak 222.36 ribu orang, serta per Maret 2022 yang sebanyak 21,33 persen atau 218.78 ribu orang.
“Secara absolut, jumlah penduduk miskin di Papua Barat pada Maret 2023 mencapai 214,98 ribu orang. Pada periode September 2022 – Maret 2023 menurun 7,38 ribu orang. Sementara jika dibandingkan dengan Maret 2022, jumlah penduduk miskin turun 3,80 ribu orang,” papar Plt. Kepala BPS Provinsi Papua Barat, Johannis Lekatompessy.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode September 2022–Maret 2023, jumlah penduduk miskin perkotaan naik sebesar 1,23 ribu orang, sementara di perdesaan turun sebesar 8,60 ribu orang. Dari sisi persentase, tingkat kemiskinan di perkotaan naik dari 7,64 persen menjadi 8,23 persen dan di perdesaan turun dari 32,12 persen menjadi 29,20 persen.
Selanjutnya, Johannis menjelaskan Garis Kemiskinan pada Maret 2023 adalah sebesar Rp728.619,- perkapita perbulan. Dibandingkan September 2022, Garis Kemiskinan naik sebesar 2,89 persen. Sementara jika dibandingkan Maret 2022, terjadi kenaikan sebesar 9,47 persen.
Johannis menyebut, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Ia berujar, pada umumnya hampir sama.
“Bras masih memberi sumbangan terbesar yakni sebesar 18,03 persen di perkotaan dan 16,68 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap GK (14,88 persen di perkotaan dan 14,23 persen di perdesaan),” jelasnya.
Di sisi lain, kata Johannis, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2023 sebesar 4,94 turun dibandingkan September 2022 yang sebesar 5,25. Demikian juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan, pada periode yang sama turun dari 1.82 menjadi 1,71.
Ia menerangkan, perbaikan kondisi ekonomi masyarakat yang membaik pascapandemi, laju inflasi yang melandai, perkembangan harga pangan, dan penyaluran bantuan sosial (bansos) yang berlanjut, memengaruhi kondisi kemiskinan pada Maret 2023.
”Memang kemiskinan terus mengalami penurunan, tetapi tingkat kemiskinan Maret 2023 ini belum pulih sepenuhnya pasca pandemi,” kata Johannis dalam konferensi pers di Manokwari, Senin siang. (SEM)