Ketersediaan Beras Saat Ini Mengkhawatirkan
JAKARTA – Ketersediaan beras saat ini dinilai cukup mengkhawatirkan. Karena menuju akhir tahun dan awal tahun depan harga beras berpotensi terus naik.
Pengamat pangan dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan rencana pemerintah mengimpor satu juta ton beras dari India itu sebagai bentuk antisipatif. Pemerintah, ucap dia, ingin berjaga-jaga apabila terjadi penurunan produktivitas dalam negeri akibat El Nino
“Makanya, skemanya pakai kontrak beli. Kontrak itu akan didatangkan jika Indonesia benar-benar butuh. Jika tidak, ya kontrak belinya tidak direalisasikan,” ujar Khudori di Jakarta, Senin (4/9/2023), dilansir Republika.
Khudori menyampaikan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memperkirakan penurunan produksi beras hingga 1,2 juta ton akibat El Nino. Ada juga yang memperkirakan produksi turun hingga lima persen atau setara 1,5 juta ton beras.
Mengikuti siklus produksi padi, ucap Khudori, saat ini hingga akhir September nanti adalah musim panen gadu lantaran produksi lebih rendah dari panen rendeng atau panen raya, harga gabah/beras akan lebih tinggi. Khudori menyampaikan Indonesia akan mulai mengalami musim paceklik pada Oktober.
Biasanya, dia sampaikan, Oktober adalah waktu awal tanam dan akan dipanen akhir Januari atau awal Februari di musim panen raya. Namun, adanya El Nino membuat hujan datang terlambat alias mundur. Kalau mundur sebulan, musim tanam akan mundur sebulan. Jika mundur dua bulan, musim tanam mundur dua bulan.
“Artinya musim paceklik akan lebih lama. Sementara 14 Februari 2024 ada Pilpres, lanjut Ramadan di Maret yang disusul Idul Fitri, juga Natal dan Tahun Baru 2024. Ini semua butuh konsumsi lebih,” kata dia menjelaskan.
Khudori menyampaikan saat ini cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog sebesar 1,6 juta ton. Khudori menilai peluang mengharapkan pengadaan dari dalam negeri sangat kecil. Sebab, saat ini harga gabah dan beras medium sudah di atas HET.
Menurut Khudori, Bulog sulit mendapat gabah/beras. Sementara di sisi lain, Bulog mesti menyalurkan bansos beras selama tiga bulan dsri September sampai dengan November 2023 sekitar 640 ribu ton. Selain itu, Khudori mengatakan Bulog masih perlu mengamankan harga beras lewat Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) bisa mencapai 150 ribu ton-200 ribu ton hingga akhir tahun.
“Jadi, stok akhir tahun kemungkinan tinggal 750-800 ribu ton. Ini bisa cukup, bisa tidak. Cukup jika Bulog di awal 2024 tidak diminta menyalurkan bansos beras lagi. Jika ini langkah pemerintah, harga beras mungkin akan tinggi,” kata dia.
Khudori mengatakan pemerintah juga perlu mengantisipasi pasokan beras jelang Pilpres dan Ramadhan. Sebagai gantinya, dia katakan, SPHP mungkin akan besar volumenya dengan konsekuensi stok CBP akan terkuras.
Dengan jumlah stok CBP yang semakin kecil, Khudori menilai pemegang stok beras, terutama swasta, pemerintah tidak memiliki stok beras untuk intervensi pasar. “Ini mesti diwaspadai. Agar tidak bertaruh, sisa kuota impor 0,4 juta ton yang diberikan ke Bulog sebaiknya dieksekusi. Meski untuk mendapatkannya tidak mudah,” kata Khudori.
Dorong Peningkatan Produksi Gabah dan Beras
Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi mengajak seluruh pemangku kepentingan perberasan untuk dapat meningkatkan produksi di semester dua hingga akhir 2023.
“Demi menjaga stabilitas pangan dan pemulihan ekonomi nasional, kami mengajak seluruh elemen bangsa untuk mengupayakan peningkatan produksi gabah dan beras di semester kedua ini,” ujar Arief dalam keterangan tertulis, Senin (4/9/2023).
Sebab secara umum di akhir tahun, tren produksi gabah cenderung menurun sehingga berpotensi meningkatkan tensi persaingan usaha di lapangan. Kondisi ini perlu diantisipasi dengan terus meningkatkan produksi dalam negeri sehingga resiko kenaikan harga gabah dan beras bisa diminimalkan.
Di level penggilingan, para pelaku usaha memerlukan Gabah Kering Panen (GKP) untuk diolah menjadi beras. Beberapa pelaku usaha penggilingan padi mengaku, GKP yang ada saat ini tidak dapat mencukupi kebutuhan operasional, sehingga pabrik tidak bisa beroperasi optimal dan harga GKP terus beranjak naik. Arief berpendapat, kondisi ini harusnya bisa menjadi peluang bagi petani untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya.
“Potensi bangsa kita sebenarnya untuk meningkatkan produksi karena saat ini tidak seimbangnya jumlah kebutuhan GKP penggiling padi, baik skala kecil, menengah, hingga besar. Utamanya semester dua sampai dengan akhir tahun. Jadi mari kita dorong produksi dalam negeri bersama sama,” ujar Arief.
Di lain sisi, NFA telah menugaskan Perum Bulog untuk melakukan intervensi dengan menyalurkan bantuan pangan beras kepada 21,353 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) selama tiga bulan kedepan. NFA bersama Pemerintah Daerah juga terus menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM) di berbagai wilayah dengan bekerja sama dengan BUMN, BUMD, maupun asosiasi dan pelaku usaha terkait.
Sejalan dengan hal itu, kegiatan operasi pasar melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) juga terus dilaksanakan melalui jalur ganda, yakni pasar rakyat dan ritel modern. Hal ini dilakukan agar Beras SPHP dapat mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat.
Arief mengatakan, ia optimis harga beras dapat dikendalikan apabila semua pihak bersiniergi dan berkolaborasi, sebab stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) cukup untuk memenuhi kebutuhan pemerintah hingga akhir tahun 2023. “Saat ini secured stock 1,54 juta ton, dalam proses pemenuhan 400 ribu ton lagi sebagai bagian dari penugasan ke Bulog dua juta ton,” ungkap Arief. (REP)